6 Kasus Ini Menunjukan Hukum Indonesia Hanya Tajam ke Bawah

Aturan dan perundang-undangan memang dibuat untuk menindak segala kejahatan. Namun, terkadang hukum tidak mempan untuk kalangan atas dan justru sangat tajam untuk kalangan bawah alias rakyat biasa.

Berbagai macam kasus terjadi di Indonesia. Ada yang berupa kasus sepele, ada juga kasus luar biasa rumit ditangani.

Kasus-kasus sederhana seringkali menimpa golongan wong cilik. Rata-rata mereka buta akan hukum, tapi malah mudah sekali mendapatkan hukuman.

Ketidaktahuan mereka menjadi bulan-bulanan di pengadilan. Tidak peduli meskipun kesalahannya ringan, mereka tetap dihukum seberat mungkin. Sebaliknya, penjahat kelas kakap, justru dengan mudah lolos dari jeratan hukum.

Penjahat kelas kakap itu seperti koruptor dan pejabat teras yang gemar menyelundupkan dana proyek. Mereka sungguh tumpul terhadap hukum di Negara Indonesia.

Masih tidak percaya? Simak kasus di bawah ini supaya kamu benar-benar percaya bahwa hukum memang tajam menikam rakyat jelata.

Nenek Penjual Petasan

boombastis.com

Peristiwa tragis menimpa seorang nenek bernama Meri. Sang nenek berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Ia ditangkap polisi karena ketahuan berjualan petasan di rumahnya.

Petugas kepolisian lalu menjeratnya dalam sebuah pasal yang sama sekali tidak ia ketahui. Nenek Meri mengaku sudah berjualan semenjak Bung Karno memimpin negeri ini, tapi baru sekarang ia terjerat kasus hukum.

Ironisnya, Nenek Meri dijatuhi hukuman selama 5 bulan penjara dan 10 bulan masa percobaan. Namun, pada sidang selanjutnya, Nenek Meri hanya dihukum selama 3 bulan penjara dan masa percobaan 6 bulan.

Memungut Kain Lusuh, Dituntut 5 Tahun

boombastis.com

Kisah ini jauh lebih menggelikan. Seorang buruh tani (19 tahun), Aspuri, dituntut hukuman 5 tahun penjara hanya karena memungut kaus lusuh (tanpa berniat mencuri) di pagar rumah tetangganya.

Lalu bagaimana dengan para koruptor yang telah mengeruk miliaran rupiah dari kantung rakyat? Berbanding terbalik 180º bukan?

Nenek Dituduh Mencuri Kakao

nainggolan12.blogspot.com

Inilah salah satu kisah yang mengundang simpati hampir seluruh rakyat Indonesia. Pasalnya, nenek tersebut dijatuhi hukuman 1 bulan penjara hanya karena dituduh mengambil 3 butir kakao.

Perusahaan yang menuntutnya adalah PT Rumpun Sari Antan (Banyumas, Jawa Tengah). Ironisnya, harga 3 butir kakao itu hanya Rp 2000. Sungguh memalukan, sebuah perusahaan besar menuntut seorang nenek tua renta hanya karena merasa ia pencuri kakao miliknya.

Lebih parahnya lagi, pihak manajemen PT Rumpun Sari Antan tetap menuntutnya meskipun Nenek Minah sudah mengembalikan sesaat setelah ketahuan mengambil.

Nenek Dituduh Mencuri 7 Kayu Jati

nusantararmolco.com

Kasus Nenek Asyani juga menarik empati banyak orang. Pasalnya, yang menuntutnya adalah pihak Perhutani. Nenek Asyani dituduh mencuri 7 batang kayu jati di lahan yang kini memang menjadi milik perhutani.

Namun, Nenek Asyani dengan jujur mengatakan bahwa kayu tersebut sudah lebih dulu ditebang oleh suaminya selagi lahan itu masih miliknya. Sayangnya, pihak Perhutani bersikeras membuktikan bahwa sang nenek memang mencuri 7 batang kayu jatinya.

Sampai akhirnya Nenek Asyani diperkarakan dan harus menjalani persidangan. Parahnya, tuntutan penjara untuk sang nenek adalah 5 tahun!

Kakek Penebang Pohon Mangrove

boombastis.com

Entah apa yang terbesit dalam benak sang penuntut sehingga sampai hati menuntut sang kakek yang menebang pohon mangrove untuk bahan bakar memasak. Polisi air Probolinggo lah yang membawa sang kakek.

Kakek ini bukanlah seorang berpendidikan yang mengerti tentang hukum. Ketika dijerat hukum, ia hanya termenung dan bingung karena tidak pernah terpikirkan akan terjerat kasus tersebut.

Atas kesalahan yang tanpa sengaja diperbuatnya, kakek dihukum selama 2 tahun penjara dan denda 2 miliar rupiah.

Pernahkah kamu berpikir, bagaimana kakek Busrin mendapatkan uang 2 miliar ini dengan profesinya hanya sebagai kuli pasir?

Dituduh Mencuri Setandan Pisang

boombastis.com

Sekali lagi, hukum menjerat rakyat jelata. Kali ini Mbah Klijo yang berumur 76 tahun harus terkena imbasnya. Ia dituduh mencuri setandan pisang yang harganya hanya Rp 2000 jika dijual.

Mbah Klijo tidak bermaksud mencuri karena sebenarnya perbuatan yang ia lakukan atas permintaan sekelompok anak kecil. Ia menebang pisang untuk anak-anak yang juga tidak tahu apa-apa.

Miris, para warga justru melaporkannya ke pihak berwajib hingga akhirnya Mbah Klijo ditangkap. Parahnya lagi, Mbah Klijo langsung dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Cebongan.

Kalau sudah begini, apakah polisi masih pantas disebut pelindung rakyat? Apakah pengadilan masih pantas dipuja sebagai penegak keadilan? Rasa-rasanya, hukum dan para penegaknya di negeri ini sedang sakit sehingga harus disembuhkan.

Terbukti sudah peribahasa “Siapa yang bayar maka akan mudah keluar”.