Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja sangat rentan terkena dampak pornografi. Penyebabnya adalah struktur otak mereka yang belum matang.
Di dalam otak ada prefrontal cortex (frontal lobes) alias pusat logika. Otak bagian ini berfungsi untuk berpikir dan mempertimbangkan sesuatu serta menentukan kecerdasan seseorang.
Sementara itu ada juga bagian otak yang disebut sistem limbik. Bagian yang satu ini berfungsi untuk merespon hal-hal yang emosional, menyenangkan, serta menegangkan dan memacu adrenalin.
Pada anak-anak dan remaja, pusat logika dan sistem limbikk belum terkoneksi dengan baik. Inilah sebabnya anak kecil dan remaja sering “bertindak tanpa berpikir.” Mereka berperilaku tidak logis karena otak emosionalnya mengambil alih dan membuat otak logika tidak bekerja secara efektif.
Jika anak melihat konten pornografi, memori tersebut langsung tersimpan di bagian otak anak yang tidak logis dan sangat emosional. Anak-anak dan remaja tidak sempat menyaringnya di prefrontal cortex. Itulah sebabnya pornografi sangat merusak otak.
Ada yang berargumen bahwa pornografi, terutama di dunia maya, itu masalah kebebasan berekspresi. Tiap orang bisa memilih untuk melihat konten pornografi atau tidak. Padahal, berbagai riset tentang otak menunjukkan bahwa pornografi menghilangkan kemampuan berpikir, terutama pada anak-anak, remaja, dan pria dewasa.
Tidak ada kebebasan memilih saat seseorang disodori konten pornografi. Misalnya lewat spam di internet atau tidak sengaja memasuki situs web tertentu. Saat seseorang melihat konten tersebut, 0,3 detik kemudian, otaknya sudah terkontaminasi.
Bagi anak-anak, yang perlu jadi fokus kita adalah proteksi, bukan kebebasan memilih
Salah satu kebijakan pemerintah yang kontroversial adalah tentang sensor terhadap konten pornografi. Ada yang berargumen bahwa seharusnya sensor berada dalam ranah pribadi, pemerintah tidak perlu ikut campur. Sayangnya jika pornografi dibiarkan menyebar tanpa batasan, otak anak dan remaja akan terkena kecanduan pornografi.
Sederhananya, anak-anak tidak punya kemampuan untuk membuat keputusan matang terkait pornografi internet (begitu juga pria dewasa dan remaja). Anak-anak usia di atas 7 tahun memang sudah mampu membedakan antara yang baik dengan yang buruk. Jika melihat hal yang tidak pantas, anak yang sensitif akan merasa malu dan pergi. Anak-anak secara alamiah dapat merasakan saat sesuatu terasa “tidak baik.”
Namun ada banyak hal, terutama terkati seksualitas, yang tidak dimengerti anak-anak. Anak-anak tidak tahu tentang hal-hal seksual di luar pemahamannya yang bersih.
Anak-anak dapat dimanipulasi untuk mengonsumsi pornografi karena pikiran mereka masih lembut dan mudah dipengaruhi. Anak-anak sedang membangun fondasimental model-nya terkait hal ini. Jika dalam masa pembangunan fondasi ini anak menerima konten pornografi, imej tersebut akan tersimpan di mental modelnya. Dampaknya memang tidak langsung terlihat. Mengapa? Karena memori tersebut tersimpan dengan rapi, menunggu dorongan seksual anak muncul saat pubertas.
Efek tersembunyi dari memori pornografi ini akan meningkatkan dorongan seksual anak menjadi tidak sehat. Pengaruh pornografi saat masih kecil akan memengaruhi perilaku anak dengan lawan jenisnya, bahkan bisa menyebabkan ketertarikan pada sesama jenis.
Anak bisa mengalami trauma dan kecanduan yang bisa ia bawa sampai ia dewasa. Hal ini tentu memengaruhi hubungan pernikahan dengan pasangannya dan juga dengan anak-anaknya. Pornografi terukir di dalam otak anak dan sulit dihapuskan. Senyawa-senyawa kimia dalam otaknya, seperti dopamine dan epinefrin, sudah aktif berlebihan dan membuat anak sulit berpikir dengan jernih terkait hal-hal berbau seksual.
Itulah sebabnya, anak-anak harus dilindungi agar tidak mengakses sama sekali konten pornografi.
Bagi remaja, pornografi bukanlah pilihan
Remaja pun tidak boleh mengakses konten pornografi. Ada yang beranggapan bahwa pornografi adalah pendidikan seksual yang “sehat” dan “baik” untuk pertumbuhannya. Namun, penelitian tentang pengaruh pornografi terhadap otak justru menunjukkan kebalikannya. Pornografi merusak otak remaja.
Pada usia remaja, dorongan seksual berkembang pesat. Ditambah lagi mereka sangat butuh merasa dicintai dan diterima. Perkembangan seksual yang sehat ini bisa terganggu dengan adanya pornografi. Hormonnya akan terproduksi berlebihan dan menyebabkannya menjadi sangat “galau.”
Pengaruh pornografi bagi remaja laki-laki: kecanduan seks
Dalam buku Kids Online, Donna Rice Hughes mengungkapkan betapa pornografi bisa memerangkap remaja laki-laki menjadi sakau pornografi.
Gambar dan film porno lebih sering menjebak laki-laki daripada wanita. Dengan mudahnya kita percaya alasannya adalah pria lebih visual daripda wanita, namun bukti-bukti menunjukkan bahwa kita harus mempertanyakan anggapan tersebut.
Sekarang para peneliti mengetahui kalau sistem hidrolik seks pria dan organ genitalnya membuatnya lebih sensitif terhadap perasaan seksual daripada wanita.
Begitu pola ejakulasi pria dimulai, ia akan terus mengalami hal itu. Selain itu selera seksual psikososialnya baru akan terbentuk 36 bulan setelah ejakulasi pertamanya.
Pasar porno mengeksploitasi perkembangan seksualitas normal laki-laki ini. Dengan efek kecanduan pornografi yang drastis membuat sensitivitas remaja pria terkikis. Akibatnya sang remaja akan kesulitan untuk membentuk ikatan hubungan heteroseksual. Bahkan ia bisa terancam tidak puas dan tidak mampu setia dengan hubungan intim eksklusif dengan satu orang.
Mark B. Kastleman menanggapi kecanduan pornografi pada remaja pria ini.
Menunjukkan pornografi pada remaja laki-laki itu seperti memberi cokelat pada batita. Pasti akan menyebabkan ketagihan. Tidak mengherankan laki-laki usia 12-17 tahun menjadi segmen pasar utama industri pornografi. Kecanduan yang instan membuat sang remaja menjadi konsumen pornografi seumur hidup.
Saat terangsang oleh pornografi, testosterone dalam tubuhnya naik menjadi 20 kali jumlah testosteron normal saat pubertas. Itulah sebabnya remaja laki-laki tidak punya kebebasan begitu ia melihat konten pornografi. Sistem dalam tubuh membuatnya tidak mampu mengendalikan diri. Ia tidak bisa berpikir jernih untuk memutuskan untuk tidak melihat begitu sang remaja terekspos pornografi.
Pengaruh pornografi pada remaja perempuan: anoreksia dan bulimia
Dalam buku Soft Porn Plays Hardball, Dr. Judith Reisman mengungkapkan pengaruh pornografi pada remaja wanita.
Porno memberikan pesan halus bahwa nilai seorang wanita hanya dilihat dari proporsi dan ukuran tubuhnya. Porno membuat kita berpikir bahwa hanya wanita dengan penampilan fisik sempurnalah yang berharga dan layak untuk dikagumi, diinginkan,dan dicintai.
Efeknya bisa merusak cara wanita dan remaja wanita memandang dirinya sendiri. Saya sering bertanya berapa banyaknya remaja perempuan yang berjuang mengatasi anoreksia, bulimia, dan berbagai gangguan pola makan lainnya. Perempuan-perempuan ini berusaha untuk memenuhi gambaran wanita perfect 10 yang direkayasa industri pornografi.
Anak-anak dan remaja membutuhkan pendidikan seksual yang mengajarkan betapa berharganya tubuh dan cara menjaganya.
Lalu, bagaimana dengan orang dewasa, ternyata dampaknya pun bisa sama buruknya. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang kebal terhadap pengaruh pornografi setelah melihatnya.
Literature: Kastleman, Mark B. 2006. Drug of the New Millenium: Pornography 500 mg.