KI HAJAR DEWANTARA – Masih ingatkah kamu dengan semboyan Tut Wuri Handayani? Semboyan ini bisa kamu lihat di topi dan dasi murid sekolah dasar. Tapi, tahukah kamu siapa yang mencetuskan semboyan tersebut? Ya, Beliau adalah Ki Hadjar Dewantara, sang Bapak Pendidikan Nasional bangsa Indonesia.
Banyak jasa-jasa beliau untuk kemajuan pendidikan bangsa Indonesia. Sehingga, hari lahirnya dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Apa saja jasa beliau untuk pendidikan di Indonesia? Berikut biografi dan prestasi Ki Hajar Dewantara.
Aktif Membangkitkan Semangat Antikolonial
Setelah Ki Hadjar Dewantara lulus dari SD di ELS (Sekolah Dasar Belanda), beliau melanjutkan pendidikannya di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera). Tetapi, beliau tidak menyelesaikan pendidikannya di STOVIA karena sakit.
Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja di beberapa perusahaan surat kabar sebagai wartawan. Perusahaan surat kabar tersebut antara lain Midden Java, Sedyotomo, Kaoem Moeda, Oetoesan Hindia, De Express, Poesara dan Tjahaja Timoer. Beliau termasuk dalam penulis yang handal. Tulisan-tulisannya mampu membangkitkan semangat antikolonial para pembaca tulisannya.
Aktif dalam Organisasi Sosial dan Politik
Selain bekerja di perusahaan surat kabar, Ki Hadjar Dewantara juga aktif mengikuti berbagai organisasi sosial dan politik. Beliau pernah juga aktif dalam organisasi Boedi Oetomo, organisasi terbesar di Indonesia pada saat itu.
Pada tahun 1908, dia menduduki posisi sebagai seksi propaganda Boedi Oetomo. Salah satu tugasnya adalah mensosialisasikan dan mengguggah kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Mendirikan Indische Partij
Bersama dengan dr. Cipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi), Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah partai yang bernama Indische Partij. Partai ini merupakan partai pertama yang beraliran nasinalisme Indonesia. Mereka berusaha untuk mendaftarkan partai ini dengan tujuan untuk memperoleh status hukum dari kolonial Belanda.
Namun, kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha untuk menghalangi partai ini dengan cara tidak memberikan izin terhadap partai ini. Pemerintah kolonial Belanda beranggapan bahwa partai ini ditakutkan dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat Indonesia. Sehingga, kedepannya akan memberontak dan melawan pemerintah kolonial Belanda.
Membentuk Komite Bumipoetra
Setelah usaha melegalkan Indische Partij di tolak oleh pemerintah kolonial Belanda, Ki Hadjar Dewantara bergabung untuk membentuk Komite Bumipoetra. Komite ini juga menjadi komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda.
Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda bermaksud untuk merayakan 100 tahun bebasnya negara Belanda dari jajahan Perancis. Komite tersebut berusaha untuk menarik dana dari rakyat jajahan untuk membiayai perayaan tersebut. Karena Komite Bumipoetra tidak setuju dengan hal ini, maka komite ini melancarkan kritik-kritik terhadap pemerintah kolonial Belanda.
Mendirikan Sebuah Perguruan yang Bercorak Nasional
Ki Hadjar Dewantara pernah diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda karena aksinya. Namun, setelah keluar dari pengasingan, dia tetap berjuang untuk Indonesia. Beliau bersama dengan rekan-rekannya mendirikan sebuah perguruan yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 dimana pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu kodrat alam, kemerdekaan, kebudayaan, kebangsaan dan kemanusian yang berdasarkan Pancasila.
Inti dari Pancadarma tersebut adalah peserta didik dapat memiliki rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air serta berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.
Melahirkan Ajaran Tut Wuri Handayani
Apakah kamu masih ingat tulisan dan logo yang ada di topi merah putih murid SD? Dalam topi tersebut bertuliskan tut wuri handayani, yang memiliki arti di belakang memberi dorongan. Tak hanya itu saja, ada beberapa ajaran dari Ki Hadjar Dewantara lainnya seperti ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa) dan ing ngarsa sungtulada (di depan memberi teladan).
Tri Sentra Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan tidak hanya berlangsung di perguruan sahja. Menurut beliau pendidikan bisa berlangsung di berbagai tempat yang diberi nama Tri Sentra Pendidikan, yaitu alam keluarga, alam Perguruan dan alam pergerakan pemuda.
Teori Trikon Ki Hajar Dewantara
Selepas masa kemedekaan, masyarakat Indonesia berusaha mempertahan kemerdekaannya dengan berbagai hal mulai dari memperkuat pondasi bangsa, mulai dari ekonomi, pembangunan infrastuktur, budaya dan pendidikan.
Di bidang ekonomi kita kenal sosok Dr. Drs. Mohammad Hatta, adalah salah satu pahlawan kemerdekaan Indonesia yang lahir pada 12 Agustus 1902. Selain seorang wakil presiden, pejuang, dan negarawan, ia juga adalah seorang ekonom handal.
Di masa setelah kemerdekaan Indonesia beliau dikenal sebagai bapak ploklamator bersama dengan Ir. Soekarno. Kita ketahui bersama bagaimana beliau merasakan dinginnya jeruji besi dan sunyinya pengasingan, dimana hidupnya penuh dengan ancaman-ancaman musuh.
Sedangkan, di bidang ekonomi putra minang ini dikenal sebagai bapak koperasi, awal mula pemberian gelar ini bertepatan saat diselenggarakannya Kongres Koperasi untuk pertama kalinya di Tasikmalaya pada 12 juli 1947. Pada hari itu juga, hari koperasi Indonesia ditetapkan dan sekaligus menobatkan Bung Hatta sebagai bapak Koperasi Indonesia.
Di bidang pendidikan kita kinal sosok Ki hajar Dewantara, pahlawanyang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat adalah seorang penulis, pengkritis dan juga guru yang paling disegani di Tanah Air. Beliau lahir di Pakualaman pada 2 Mei 1889 dan wafat pada 26 April 1959 di Yogyakarta.
Di masa pemerintahan soekarno Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Bangsa Indonesia mengenang nama Ki Hadjar Dewantara sebagai seorang tokoh dan pahlawan penggerak pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang dimana setiap tanggal 2 Mei atau bertepatan dengan hari kelahiran beliau dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional.
Selain sebagai negarawan dan guru panutan bangsa Indonesia, Ki Hajar juga dikenang sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Selain itu, beliau juga menerima beberapa penghargaan lain misalnya gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957 waktunya hampir bersamaan dengan Drs. Mohammad Hatta dengan gelar yang sama.
Pada tahun 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Tamansiswa dimana pendidikan yang didirikannya berciri pada Pancadarma, yaitu 1) Kodrat Alam; 2) Kemerdekaan; 3) Kebudayaan; 4) Kebangsaan; 5) Kemanusian, yang berdasarkan Pancasila.
Menurut Ki Hajar Dewantara pengupayaan pembudayaan pendidikanbisa dilakukan dengan beberapa sikap yang biasa kita kenal dengan teori Trikon, adapun isi dari Trikon yaitu
Kontinuitas yang memiliki makna bahwa setiap garis hidup seseorang saat ini merupakan sebuah kelanjutan dari kehidupan sesorang tersebut pada masa lampau bersamaan dengan penguasaan unsur meniru dari kehidupan dan kebudayaan bangsa lain.
Konvergensi yang memiliki makna kita perlu menghindari untuk hidup menyendiri(individual), terisolasi serta dapat menuju kearah pada pertemuan antar bangsa serta komunikasi antar negara yang besar demi menuju kemakmuran bersama atas asas saling menghormati, kebersamaan hak, dan kemerdekaan masing-masing.
Konsentris yang memiliki makna setelah kita bersatu dan berinteraksi serta berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia, jangan sampai kita kehilangan kepribadian atau jati diri kita sendiri. Bangsa Indonesia ialah bangsa yang besar, masyarakat merdeka yang mempunyai budaya, adat istiadat serta kepribadian sendiri.
Konon, menurut bapak Anies Baswedan kemajuan dunia pendidikan Finlandia tidak lepas dari sistem. Dimana sistem yang digunakan oleh pemerintah Finlandia sangat mirip bahkan identik dengan sistem yang diajarkan Ki Hajar Dewantara. Bagaimana dengan sistem pendidikan di Indonesia? Mari kita benahi bersama.
Menciptakan Konsep Pendidikan dan Kebudayaan
Ki Hajar Dewantara mempunyai ide terhadap pendidikan dan kebudidayaan yang melampaui batas siapapun. Salah satu konsep pendidikan yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Sebuah konsep yang menciptakan putra-putri bangsa yang smart dan bermutu.
Namun, semua itu menjadi sia-sia dan percuma karena pendidikan di Indonesia masih mampu ditaklukkan oleh pendidikan yang ada di negara-negara lain. Padahal tokoh pendidikan tersebut adalah seorang panutan sekaligus menjadi inspirasi di seluruh dunia. Namanya adalah Ki Hajar Dewantara.
Saat ini hampir seluruhnya yang mengagumi Finlandia terhadap pendidikannya. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Finlandia menjadi pusat perhatian dunia. Sedangkan apa yang dilakukan Finlandia terkait dunia pendidikan sudah ada sebelumnya yang dituliskan oleh Ki Hajar Dewantara.
Apa saja yang dikampanyekan dan dikerjakan oleh Finlandia terkait dunia pendidikan, jauh sebelum hal tersebut ada ternyata semua itu telah dituliskan oleh seseorang yang bernama Ki Hajar Dewantara. Hal tersebut telah dinyatakan langsung secara jelas oleh Anie Baswedan yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan juga Kebudayaan di dalam pidatonya di Kongres Pendidikan dan Kebudayan Yogyakarta Jawa Tengah.
Kemudian dalam hal tersebut mereka menyebutkan bahwa ketika Finlandia berkampanye “Standarisasi pendidikan semestinya diletakkan dengan cara proposional”.
Sebelum hal tersebut disampaikan, Ki Hajar Dewantara sudah menuliskannya hal itu di tahun 1940-an “jangan menyamakan hal-hal yang dipaksakan untuk diseragamkan, Perbedaan keinginan dan keadaan mengajar anak dari masyarakat tersebut antara satu dengan yang lainnya harusnya menjadi perhatian dan harus dikategorikan”.
Pendidikan Finlandia yang menyatakan tentang kesetaraan akan sangat mempengaruhi terhadap pendidikan. Hal ini juga sudah dituliskan oleh Ki Hajar Dewantara. Anies Baswedan juga menyatakan hal tersebut bahwa Ki Hajar Dewantara juga sudah mencatat bahwa rakyat wajib diberikan hal dan juga kesempatan yang sama agar mendapatkan pendidikan yang menjanjikan sesuai kepentingan dan kebudayaan di tahun 1940.
Bahkan tidak hanya itu, Anies Baswedan juga menyampaikan dalam pidatonya yang berbunyi “ketika Finlandia meneyebutkan bahwa pendidikan diawali dari keluarga, namun Ki Hajar Dewantara juga sudah menuliskan sejak 80 tahun yang lalu tepatnya tahun 1936”.
Sama halnya dengan konsep pendidikan Finlandia yang mengharuskan tentang pentingnya bermain untuk anak-anak, lagi-lagi Ki Hajar Dewantara juga sudah menuliskan bahwa “bermain bagi anak-anak berguna untuk meningkatkan perkembangan diri sehingga menjadikan anak lebih cepat tumbuh kembang.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemikiran Ki Hajar Dewantara melampaui batas zamannya. Hubungan dan juga sikap membuka diri membuat Ki Hajar Dewantara yakin untuk menyatukan pendidikan dan kebudayaan yang ada.
Sebelum mendirikan pendidikan dan kebudayaan Ki Hajar Dewantara juga pernah mendirikan taman siswa pada tahun 1919. Pengalaman mendidik yang Ki Hajar Dewantara terima di sekolah tersebut lalu digunakan untuk membuat salah satu konsep baru terkait metode pengajaran pada sekolah yang Ki Hajar Dewantara dirikan sendiri pada tanggal 1922. Nama sekolah tersebut adalah National Onderwijs Indtituut Taman siswa atau lebih dikenal saat ini dengan nama Taman Siswa.
Penghargaan pemerintah kepada Ki Hajar Dewantara menjelang kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Ki Hajar Dewantara lalu diangkat menjadi menteri pengajaran Indonesia oleh Presiden Soekarno Hatta. Berkat jasa-jasanya itulah menjadikan ia dianugerahi Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada.
Bahkan tidak hanya itu, Ki Hajar Dewantara juga dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional dan jua sebagai Pahlawan Nasional.
BACA JUGA: Kisah Hidup Dewi Sartika, Ningrat Pahlawan Pendidikan Kaum Perempuan
Mimpi Ki Hajar Dewantara Untuk Indonesia
Ki Hajar Dewantara ternyata masih memiliki sebuah impian yang tak kunjung terwujudkan pula hingga saat ini. Ya, kala beliau masih berjuang dalam kehidupannya, beliau pernah bermimpi untuk membangun sistem pendidikan yang menghasilkan Sumber Daya Manusia dengan kualitas tinggi di negeri ini.
Saat ini, pendidikan di Indonesia memang belum seperti apa yang diimpi-impikan oleh Sang Bapak Pendidikan. Seperti yang kita lihat pada realita nyata, dimana Sumber Daya Manusia keluaran pendidikan negeri ini masih banyak memegang teguh kualitas menengah ke bawah.
Sistem pendidikan yang belum terbilang baik memang menjadi kendala utama di Negara Republik Indonesia tercinta ini. Para pelajar terlalu dituntut untuk menguasai seluruh mata pelajaran tanpa memperhitungkan kemampuan, karakter, moral, dan keahlian yang mereka miliki. Ibarat seekor ikan yang dipaksa untuk belajar memanjat pohon.
Hal tersebut dapat terlihat jelas dari kehidupan para pelajar saat ini. Mata pelajar yang begitu melimpah, tugas-tugas yang amat menumpuk, dan jadwal yang sangat padat menghiasi kehidupan muda meraka.
Namun hasilnya? Kalau kita melihat fakta nyata, kualitas pemahaman serta keilmuan yang dimiliki para pelajar masih sangat jauh dari ekspektasi yang diharapkan. Tak hanya itu, soal moral dan karakter pun pada akhirnya tidak dapat mereka pahami.
Padahal Indonesia telah berkali-kali mengganti kurikulum yang dipergunakan dalam pendidikannya, namun hal tersebut belum juga menghasilkan kualitas yang tinggi bagi Sumber Daya Manusianya. Perubahan kurikulum seolah-olah gagal dalam mewujudkan cita-cita Ki Hajar Dewantara.
Setidaknya Negara Republik Indonesia ini sudah mengalami 11 kali pergantian kurikulum. Dimulai dari kurikulum Rentjana Pelajaran 1947, kurikulum Rentjana Pelajaran Terurai 1952, kurikulum Rentjana Pendidikan 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, kurikulum 2013, dan yang terakhir kurikulum 2015 sebagai penyempurnaan dari kurikulum 2013.
Antarina yang merupakan cucu kandung dari Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan “Saya sendiri mengkhawatirkan dengan kualitas pendidikan di Indonesia yang seperti ini akan berefek pada kualitas Sumber Daya Manusia yang rendah pula.”
“Impian yang begitu diharapkan serta diperjuangkan oleh Ki Hajar Dewantara masih belum bisa terwujud juga. Apa yang beliau katakan sekaligus beliau ajarkan hingga kini pun masih bersangkut pautan” lanjut Antarina.
Impian Ki Hajar Dewantara untuk membuat sebuah sistem pendidikan yang mampu mencetak sumber daya manusia dengan kualitas tinggi tentu perlu kita realisasikan. Ki Hajar Dewantara telah memaksimalkan usahanya sepanjang hayatnya, sekarang giliran kita sebagai penerus bangsa untuk mewujudkan impiannya yang mulia.
Mewujudkan impian Ki Hajar Dewantara bukan lah tugas Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) serta lembaga pendidikan semata, melainkan merupakan tugas kita semua. Dibutuhkan kesadaran serta keinginan kuat dalam mindset seluruh masyarakat Indonesia.
Tentu saja hal tersebut bukan lah suatu hal yang mudah dilakukan. Dibutuhkan usaha serta perjuangan untuk merealisasikan sebuah impian besar yang mengandung unsur perubahan. Dan segala hal yang besar pun harus dimulai dari sesuatu yang kecil terlebih dahulu dengan melakukan apa yang kita bisa. Ya, mengubah mindset yang kita miliki adalah hal yang paling tepat.
Budaya serta keadaan lingkungan pun perlu kita kondisikan. Kualitas para pengajar, para pendidik, seluruh guru-guru dalam lembaga pendidikan, serta orang tua pun perlu ditingkatkan kembali. Semua itu tak lain dilakukan hanya demi menggapai impian Ki Hajar Dewantara yang menjadi impian seluruh masyarakat Indonesia.
Harapan KI Hajar Dewantara Untuk Perempuan Indonesia
Ki Hajar Dewantara. Ya, siapa yang tak mengenal nama beliau. Masyarakat umum terkhusus masyarakat yang menekuni bidang pendidkan pasti mengenal kiprah beliau. Selain beliau aktif di berbagai organisasi pada masa sebelum kemerdekaan, beliau juga aktif menelurkan konsepsi sampai pemikiran terhadap berbagai problematika sosial.
Nah, pada kesempatan kali ini, saya akan memaparkan kiprah Ki Hajar Dewantara bukan dari sisi keorganisatorisannya saja, namun lebih pada arah pemikirannya. Lebih spesifiknya, pemikiran yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini adalah mengenai kodrat perempuan.
Perkembangan zaman menuntut manusia merubah cara pandang untuk menjalani kehidupan. Tak heran pula, negara-negara lahirnya peradaban teknologi pun pertama kali menyulut perbedaan pandangan untuk merubah pola berpikir manusia.
Ya, Barat menjadi sumber arah di mana segala perubahan itu terjadi dan sedang bergejolak lantaran di sanalah saat ini peradaban itu ada, tumbuh dan menjadi sumber viral. Oleh karena pengaruh teknologi, sebagian dari kalangan wanita di Barat ada yang melontarkan akan adanya sebuah gerakan yang dinamakan gerakan feminis.
Apa gerakan feminis itu dan apakah gerakan tersebut cocok berkembang di Inonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim?
Secara garis besar, ajaran feminis adalah ajaran atau gerakan yang menuntut seorang perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Golongan ini beranggapan bahwa saat ini yang mencari nafkah bukan hanya sosok laki-laki saja, namun juga perempuan.
Bukan tanpa sebab, hal tersebut disebabkan karena di zaman ini ada sebagian laki-laki yang tidak bertanggung jawab memenuhi rizki angoota keluarganya.
Di sisi lain, adanya gerakan feminis juga lahir lantaran adanya penindasan yang terus-menerus dilakukan kaum laki-laki baik berupa kasus perkosaan, penganiayaan sampai pembunuhnan. Latar belakang tersebut memicu pemikiran baru untuk melahirkan gerakan yang disebut feminisme.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara Mengenai Kodrat Perempuan
Diambil dari Ki Hajar Dewantara II Tahun 2013 terkait Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan dan Sikap Merdeka; Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa menjelaskan perihal pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Kodrat Perempuan.
Menurut beliau, antara laki-laki dengan perempuan memang berbeda. Perempuan dianugrahi oleh Allah melalui kesucian perasaan batinnya. Hal ini menempatkan posisi perempuan sebagai ibu rumah tangga yang mengasuh anak serta mengurus suami dengan naluri kelembutan seorang ibu.
Perlu disadari bahwa kelembutan seorang perempuan bukanlah kelemahan, dibalik kelembutan perempuan sebenarnya mengandung kekuatan besar untuk mempengaruhi dan membentuk jiwa seseorang, menentramkan dan mendorong suami untuk berjuang.
Berbeda dengan sifat dasar dari seorang laki-laki. Seorang lak-laki diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang lebih mengandalkan pikiran bukan perasaan. Ya, sebab laki-laki adalah pemikul tanggung jawab menafkahi secara lahir batin.
Hal di atas bisa lebih penulis perinci melalui berbagai profesi seorang laki-laki yang kebanyakan merupakan profesi yang memerlukan banting tulang. Maksudnya, kerja lak-laki kebanyakan merupakan kerja keras baik pikiran ataupun otot.
Dengan ditakdirkan seperti itu, laki-laki memang minim menggunakan perasaan agar tegar dalam menjalani kehidupan yang serba keras. Bayangkan bila sebaliknya, seorang laki-laki bila bekerja keras namun mengandalkan perasaannya tentu akan terjadi sebuah gejolak internal di dalam dirinya.
Meskipun keduanya berbeda, justru perbedaan itulah sebenarnya anugerah. Tuhan menciptakan berpasang-pasangan agar saling melengkapi. Perempuan adalah makhluk yang diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sudah sewajarnya kodrat perempuan berada di tengah untuk dilindungi. Bukan di atas sebagai pemimpin, bukan pula di bawah untuk diinjak-injak.
Ki Hajar Dewantara Keturunan Syeikh Maulana Ishaq
Kalian semua pasti sudah mengenal dengan yang namanya Ki Hajar Dewantara, tapi taukah kalian jika ternya Ki Hajar Dewantara mesih memiliki garis keturunan dengan seorang Syekh besar, yaitu Syekh Maulana Ishaq.
Jika ada di antara kalian yang kurang mengenal siapa itu Syekh Maulana Ishaq atau selama ini hanya sekedar mengenal namanya saja, maka disini akan sedikit saya jelaskan tentang beliau.
Syekh Maulana Ishaq adalah anak dari Syekh Jumadil Kubro, atau yang memiliki nama lengkap Sayyid husain Jamaludin. Tidak hanya itu Syekh Maulana Ishaq juga ternyata memiliki kakak yang bernama Maulana Malik Asmaraqandi.
Kamu jangan sampai salah membedakan atau tertukar antara Sekh Maulana Ishaq dengan nama bapakanya yaitu Maulana Malik Ibrahim. Dan sama dengan kakaknya, Maulana Ishaq juga dilahirkan di samarkand, Uzbekistan. Yang dahulu kala merupakan salah satu bagian dari wilayak kerajaan Turki Utsmani.
Lalu apa hebatnya jika Ki Hajar Dewantara merupakan keturunan dari Maulana Ishaq. Mungkin banyak sekali dari kalian yang tidak tahu bahwa jika kita telusuri garis keturunan Maulana Ishaq maka akan kita temukan bahwa beliau merupakan keturunan Nabi Muhammad.
Dengan kata lain Ki Hajar Dewantara juga memiliki garis keturunan tersebut. Tidak sampai disitu saja, Maulana Ishaq juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan para Wali Songo. Diatas sudah saya sebutkan bahwa Maulana Ishaq merupakan adik kandung dari Maulana Malik Ibrahim Asmaraqandi, dan beliau adalah orang yeng lebih akrab kita sebut dengan Sunan Gresik.
Maulana Ishaq juga merupakan paman dari Sunan Ampel, dan Maulana Ishaq juga merupakan ayah kandung dari Sunan Gresik. Dan beliau juga merupakan kakek paman dari sunan bonang dan juga berbagai macam kekerabatan yang lainnya.
Maulana Ishaq Berdakwah ke Banyuwangi.
Pada abad ke 14 masehi, kerajaan belambang di perintah olah salah satu keturunan Prabu Hayam wuruk dari kerjaan Majapahit yang bernama Prabu Menak Sembuyu. Kebanyak disana baik itu rakyat atau rajanya memeluk agama Hindu namun ada juga beberapa orang yang memelik agama Budha.
Pada suatu hari putri Prabu Menak Sembuyu jatuh sakit selama berbulan-bulan dan tidak kunjung sembuh walaupun sudah didatangkan tabib dari berbagai macam daerah untuk mengobatinya tetapi hasilnya masih saja nihil.
Karena memang pada waktu itu kerajaan sedang dilanda wabah penyakit, jika dilihat dari gambaran babad Tanah Jawa, esok sakit sorenya mati. Pada saat itu hampir seluruh kegiatan harian macet total karena disebabkan wabah tersebut.
Lalu diadakanlah sebuah sayembara bahwa siapa saja yang bisa menyembuhkan putrinya akan diambil sebagai menantu dan juga siapa saja yang bisa mengusir wabah tersebut maka akan diangkat sebagai raja muda.
Walaupun sudah disebar keseluruh pelosok negri, namun selama berbulan bulan tidak ada ada yang sanggup memenuhi panggilan sayembara tersebut.
Akhirnya Sang Prabu ingin mencari orang sakti dan pergi kelereng gunung atau puncak gunung. Dan akhirnya bertemu dengan Raja Kandaya, beliau mengabarkan bahwa ada tokoh sakti dari negri sebrang.
Lalu ditemuliah tokoh sakti tersebut yang ternyata adalah Syekh Maulana Ishak, lalu Maulana Ishaq pun menawarkan raja dan para rakyatnya untuk memeluk islam. Kemudian Maulana Ishak yang memang ahli dalam kedokteran pun menyembuhkan putri Prabu, dan menghilangkan wabah dari daerah tersebut.
Begitulah sedikit kisah tentang Syekh Maulana Ishaq, saya harap kalian semua sudah sedikit mengenal beliau sekarang. Dan juga yang menemukan bahwa Ki Hajar Dewantara memiliki nasab hingga Syekh Maulana Ishaq adalah Ki Nanang Dewantara yang merupakan pendiri Al-Khidmah
Kisah Hidup Ki Hajar Dewantara yang Gigih Memperjuangkan Hak Pendidikan
Ki Hajar Dewantara pertama kali mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar untuk anak-anak dari Eropa dan Belanda serta untuk para bangsawan. Nama sekolah dasar tersebut adalah ELS.
Setelah lulus dari ELS beliau lalu melanjutkan tingkat pendidikannya di STOVIA. STOVIA adalah sebuah sekolah yang dibangun untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia (Jakarta) ketika jaman Hindia Belanda dulu.
Sekarang, STOVIA bertransformasi menjadi FK UI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Walaupun mengenyam pendidikan di STOVIA, beliau tidak sampai selesai dikarenakan terkena penyakit.
Ki Hajar Dewantara lebih cenderung terhadap dunia jurnalistik dan dunia kepenulisan, hal tersebut dibuktikan dengan bekerja menjadi wartawan pada beberapa surat kabar pada saat itu. Seperti De Expres, Oetoesan Hindia, Sediotomo, Midden Java, Poesaran, Kaoem Moeda, dan Tjahaja Timoer.
Gaya-gaya penulisan Ki Hajar Dewantara juga cenderung lebih tajam mencerminkan semangat anti kolonial dan anti penjajahan. Seperti yang beliau tulis pada koran De Expres berikut ini:
“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.
Tulisan tersebut lalu membuat marah pemerintahan Kolonial Hindia Belanda sehingga mengakibatkan beliau kemudian ditangkap dan diasingkan di pulau Bangka.
Pengasingan tersebut membuat beberaka temannya protes, beberapa diantaranya adalah Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang sampai saat ini tiga orang tersebut dikenal dengan sebutan ‘Tiga Serangkai’.
Ki Hajar Dewantara yang Gigih Memperjuangkan Hak
Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut.
Ki Hajar Dewantara Menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang Pertama
Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.
Kembali Ke Indonesia dan Mendirikan Taman Siswa
Pada tahun 1919, Ki Hajar Dewantara kembali pulang ke Indonesia dan langsung tergabung sebagai salah satu guru di sekolah yang didirikan oleh saudaranya.
Pengalaman mengajar yang ia terima di sekolah tersebut lalu beliau gunakanuntuk membuat sebuah konsep baru mengenai metode pengajaran pada sekolah yang nantinya ia dirikan sendiri pada tanggal 3 Juli 1922.
Sekolah tersebut bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa yang kemudian dikenal sebagai sekolah Taman Siswa.
Di usianya yang menginjak umur 40 tahun, tokoh yang dikenal dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat resmi mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara, hal ini beliau lakukan agar bisa dekat dengan rakyat pribumi saat itu.
Semboyan Ki Hadjar Dewantara
Beliau juga membuat tiga semboyan yang terkenal hingga kini serta dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia, tiga semboyan tersebut adalah:
- Ing ngarso sung tulodo (Di depan memberikan contoh).
- Ing madyo mangun karso (Di tengah memberikan semangat).
- Tut Wuri Handayani (Dari belakang memberikan dorongan).
Penghargaan Pemerintah Kepada Ki Hadjar Dewantara
Setelah masa kemerdekaan di tahun 1945, Ki Hajar Dewantara lalu diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Menteri Pengajaran Indonesia yang kini dikenal dengan nama Menteri Pendidikan.
Berkat jasa-jasa beliau, Ki Hajar Dewantara juga dianugerahi sebagai Doktor Kehormatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.