PAHLAWAN NASIONAL – Indonesia dapat merayakan kemerdekaan berkat jasa para pahlawan. Para pendahulu berjuang keras mengusir penjajah dari tanah air tercinta. Mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk kemerdekaan Indonesia. Sekarang rakyat Indonesia yang harus menjaga kmerdekaan ini dengan seluruh apa yang dipunya.
Ada banyak pahlawan yang telah gugur demi kemerdekaan bangsa ini. Nah, dari sekian banyak pahlawan, ada yang disebut sebagai pahlawan nasional. Berikut ini ada enam nama pahlawan nasional yang sudah berjasa untuk Indonesia.
Ir. Soekarno
Ir. Soekarno atau yang biasa dipanggil dengan sapaan Bung Karno, adalah seorang pahlawan nasional yang lahir di Blitar pada tanggal 6 Juni 1901, di Jawa Timur. Beliau meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta.
Ayah kandung dari Ir. Soekarno adalah Raden Soekemi Sosrodihardjo, dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai.
Sepanjang hidupnya, Ir. Soekarno memiliki 3 orang istri (walaupun sebenarnya jumlah istrinya lebih dari itu) dan dikaruniai dengan delapan orang anak.
Dari istri Ibu Fatmawati, beliau mendapatkan 5 orang anak dengan nama Guntur, Guruh, Rachmawati, Sukmawati, dan Megawati.
Dari istrinya yang bernama Hartini, beliau dikaruniai 2 orang anak bernama Taufan dan Bayu.
Sedangkan dari istrinya yang lain bernama Ratna Sari Dewi yang merupakan wanita turunan Jepang (nama aslinya adalah Naoko Nemoto) beliau mendapatkan seorang anak bernama Kartika.
Di masa kecilnya, Soekarno hidup di Blitar bersama dengan kedua orang tuanya.
Ketika SD sampai beliau tamat, beliau tinggal di Surabaya, dan ngekos di rumah seorang pendiri Syarikat Islam, yaitu Oemar Said Tokroaminoto.
Setelah tamat, beliau melanjutkan sekolahnya di Hoogere Burger School (HBS). Ketika belajar di HBS, beliau sudah menggembleng jiwa nasionalismenya. Setelah pada tahun 1920 Ir. Soekarno lulus dari sekolahnya tersebut, beliau pun pindah ke Bandung.
Di Bandung beliau melanjutkan pendidikannya di THS (Technische Hoogeschool) yaitu sekolah teknik tinggi yang sekarang sudah menjadi ITB. Di sana, beliau berhasil mendapatkan gelar Insinyur (Ir.), tepatnya pada tanggal 25 Mei 1926.
Kemudian, pada tanggal 4 Juli 1927 beliau mendirikan sebuah ajaran yang bernama Marhaenisme dan sebuah partai bernama PNI (Partai Nasional lndonesia) dengan tujuan agar Indonesia bisa merdeka.
Akibat dari hal tersebut, pada tanggal 29 Desember 1929, Belanda memasukkan Ir. Soekarno ke penjara Sukamiskin di Bandung.
Dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Menggugat, Ir. Soekarno menunjukkan kemurtadan bangsa Belanda yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaan itu akhirnya membuat Belanda semakin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI dibubarkan oleh Belanda.
Setelah pada tahun 1931 Soekarno bebas dari penjara, beliau bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpin partai tersebut.
Alhasil, pada tahun 1933 Belanda kembali menangkapnya dan beliau dibuang ke Ende, Flores. Empat tahun kemudian beliau dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melewati perjuangan yang bisa dibilang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya dapat mewakili rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam sidang BPUPKI yang diselenggarakan pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan gagasannya tentang dasar negara yang beliau sebut dengan nama Pancasila.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Dalam sidang PPKI yang diadakan pada tanggal 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno dipilih secara aklamasi menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga telah berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar atau ideologi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ir. Soekarno berupaya untuk mempersatukan nusantara. Bahkan, beliau juga berusaha untuk menghimpun bangsa-bangsa yang ada di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika yang diselenggarakan di Bandung pada 1955 yang kemudian akhirnya berkembang menjadi Gerakan Non Blok.
Di masa kepemimpinannya, terjadi pemberontakan G-30-S/PKI yang melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya.
Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.
Karena semakin tua, kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk, hingga pada hari Minggu, tanggal 21 Juni 1970 beliau meninggal dunia di RSPAD.
Beliau disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.
Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
Sutomo
Sutomo lahir di Surabaya pada tanggal 3 Oktober 1920. Pahlawan nasional ini meninggal ketika berada di Padang Arafah, Arab Saudi pada tanggal 7 Oktober 1981, yang saat itu berumur 61 tahun. Sutomo lebih dikenal dengan panggilan Bung Tomo, seorang pahlawan yang terkenal karena berhasil membangkitkan semangat rakyat untuk melawan penjajah.
Saat itu, Bung Tomo dan masyarakat menghadapi sebuah pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Akhirnya peristiwa tersebut sekarang dikenal sebagai Hari Pahlawan.
sutomo atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bung tomo. Bung tomo dibesarkan dalam kelas keluarga menengah, dan keluarga yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi nilai pendidikan.
Ayahnya bernama Tjiptowidjojo yaitu seorang kepala keluarga masyarakat dari kelas menengah. Bung tomo pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, sebagai staf pribadi dalam sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten dalam kantor pajak pemerintah dan pegawai kecil dalam perusahaan ekspor-impor Belanda.
Bung tomo mengaku memiliki pertanian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro. Ibunya berdarah campuran Sunda, Jawa Tengah, dan Madura.
Bung tomo adalah tipe orang yang suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan supaya menjadi lebih baik. Pada waktu usianya 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggal kan pendidikan nya di MULO, Bung tomo melakukan usaha berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia pada masa itu.
Belakangan Bung tomo menyelesaikan pendidikan HBS-ya melalui korespondensi, akan tetapi tidak pernah lulus. Pada usia muda bung tomo sangat aktif dalam organisasi kepanduan tau KBI. Bung tomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia).
Bung tomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang didapatnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, yang merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada umur 17 tahun, ia menjadi seorang yang terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.
Sutomo mempunyai minat pada dunia penulisan lebih tepatnya jurnalisme. ia pernah bekerja sebagai wartawan lepas pada Haruan Soera Oemoem di Surabaya pada tahun 1937. Setahun selanjutnya, ia menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian dalam bahasa Jawa, ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.
Dalam masa pendudukan pasukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan jepang, Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh provinsi Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1942-1945. Pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, beliau memberitakannya ke dalam bahasa jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk menghindari sensor Jepang. Selanjutnya, beliau menjadi seorang Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.
Perjuangan pertempuran surabaya 10 november 1945
Pada tahun 1944, Bung tomo menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang diseponsori oleh Jepang, hampir tidak seorang pun yang mengenal dia, namun semua inilah yang mempersiapkan Bung tomo untuk menjalankan peranannya yang sangat penting bagi negara Indonesia.
Pada tanggal 19 september 1945 sebuah insiden terjadi tepatnya di Hotel Yamato, Surabaya. Sekelompok orang dari Belanda memasang bendera mereka. Rakyat sangat marah. Seorang dari pihak belanda tewas dan bendera berwarna merah-putih-biru diturunkan. Bagian biru dirobek, menyisakan warna merah dan putih yang langsung dikibarkan.
Di jakarta, tentara sekutu datang pada tanggal 30 september 1945. Para serdadu Belanda ikut rombongan. Bendera Belanda dikibarkan di mana-mana. Saat itu, Bung tomo masih berstatus sebagai wartawan kantor berita ANTARA. ia juga bagian dari penerangan Pemuda Republik Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan terbesar di Surabaya pada masa itu.
Di jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tak memulai konflik bersenjata. Bung tomo kembali ke Surabaya. “kita (di Surbaya) sudah memperoleh kemerdekaan, sementara di ibukota rakyat indonesia terpaksa harus bertahan hidup dalam ketakutan. “katanya seperti di catat sejarawan William H. Frederick dari Universitas Ohio, AS.
Pada bulan Oktober dan November1945, Bung Tomo menjadi salah satu pemimpin yang sangat penting bagi kemerdekaan Indonesia, karena ia berhasil, menggerakkan dan membangkit kan semangat arek-arek Surabaya, yang pada saat itu Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan inggris yang mendarat untuk melucut kan senjata tentara pendudukan Jepang dan juga bermaksud membebaskan tawanan Eropa.
Pada tanggal 9 November dikeluarkan nya ultimatum yang ditunjukkan pada para staf Gubernur Soerjo yang berbunyi:
pertama, seluruh pemimpin rakyat surabaya diharuskan menyerahkan diri paling lambat pukul 18.00 pada hari itu dengan tangan di atas kepala.
kedua, seluruh senjata harus diserahkan. Lalu, pembunuh Mallaby menyerahkan diri. jika kedua hal tersebut tidak di tanggapi, sekutu akan mulai menyerang pada pukul 06.00 keesokan harinya. Seperti ultimatum terdahulu, pamflet berisi ultimatum disebar melalui jalur udara. Jika tidak dipatuhi, pada 10 November mulai pukul 06.00, Inggris akan mulai menyerang.
Pertempuran yang berlangsung di surabaya, 10 November 1945, Bung tomo tampil sebagai orator ulung di depan corong radio, ialah yang membakar semangat juang arek-arek surabaya melawan tentara Inggris dan NICA-Belanda.
Hadji Oemar Said Tjokroaminoto
Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau lebih dikenal dengan sebutan H.O.S Tjokroaminoto lahir di Ponorogo pada tanggal 16 Agustus 1882.
Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara, ayahnya bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya bernama R.M. Adipati Tjokronegoro yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo.
Tjokroaminoto kecil dikenal sebagai anak yang bandel dan suka berkelahi. Ia menamatkan pendidikannya di OSVIA (sekolah pamong praja atau calon pegawai pemerintah) di Magelang pada tahun 1902.
Setelah tamat, Tjokroaminoto mulai bekerja sebagai juru tulis di Ngawi, Jawa Timur. Berselang tiga tahun, ia pindah bekerja di perusahaan dagang Surabaya.
Kiprahnya berawal dari kota pahlawan ini. Ia mulai terjun di dunia politik dengan bergabung ke dalam Sarekat Dagang Islam (SDI). Mungkin jiwa kepemimpinan kakeknya mengalir kepadanya, pengaruh Tjokroaminoto berhasil mengubah SDI yang tadinya hanya organisasi masyarakat menjadi sebuah partai politik. Kemudian nama SDI sendiri resmi diubah menjadi Sarekat Islam (SI) pada 10 September 1912.
Kelihaian bakat memimpinnya yang begitu kentara, membuat Tjokroaminoto yang semula menjabat komisaris diberi amanah untuk memangku jabatan sebagai ketua Sarekat Islam. Di bawah tangan dinginnya, Sarekat Islam mengalami pertumbuhan yang pesat dan menjadi partai besar.
Karena sepak terjang dan pengaruhnya yang begitu luas terhadap masyarakat, pemerintahan Belanda memberi ia julukan “de Ongekroonde Koning van Java” atau Raja Jawa yang tak bermahkota.
Selain menjadi pelopor pergerakan, Tjokroaminoto juga dikenal sebagai guru dari para pemimpin besar Indonesia. Berangkat dari rumahnya yang dijadikan indekos serta pemikiran yang disalurkan kepada para pemuda yang menimba ilmu kepadanya, lahirlah berbagai macam ideologi yang kelak menjadi perubahan besar-besaran pada bangsa ini.
Sebut saja seperti Semaoen, Alimin dan Muso yang berideologi Sosialis Komunis. Kartosuwiryo yang berpaham Agamis dan Soekarno dengan Nasionalisme nya, semuanya itu ada berawal dari cetakan nalar yang disampaikan oleh Tjokroaminoto.
Salah satu konsep pemikirannya yang tersohor adalah Trilogi Tjokroaminoto yang bunyinya sebagai berikut : Setinggi-tinggi ilmu, Semurni-murni tauhid dan Sepintar-pintar siasat.
Trilogi tersebut menggambarkan keadaan Indonesia waktu itu yang membutuhkan tiga bekal kemampuan untuk menjadi pejuang kemerdekaan.
Tjokroaminoto juga berpesan kepada para muridnya, “Jika kalian menjadi Pemimpin Besar, Menulislah layaknya wartawan dan berbicaralah seperti halnya orator”.
Pesan inilah yang akhirnya membangun cara pandang murid-muridnya dalam memimpin. Dengan pesan ini pula, menjadikan Soekarno muda berteriak-teriak setiap malam untuk belajar pidato hingga membuat kawannya terbangun dan tertawa melihat tingkah lucu Soekarno.
Selain menjadi politikus, Tjokroaminoto juga aktif menulis di berbagai majalah dan surat kabar. Diantara karya tulisannya adalah Buku yang berjudul Islam dan Nasionalisme.
Tjokroaminoto menghembuskan napas terakhir pada tanggal 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun dan dikebumikan di TMP Pekuncen, Yogyakarta.
Atas jasa yang telah telah ia sumbangkan kepada Bangsa dan Negara, Haji Oemar Said Cokroaminoto di anugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Replublik Indonesia No. 590 Tahun 1961, tanggal 9 November 1961.
Pangeran Antasari
Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar pada tahun 1797 atau 1809. Ia meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda tanggal 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun.
Pangeran Antasari adalah Sultan Banjar, pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar. Pangeran Antasari menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien atau dalam ejaan lama ditulisTjoet Nja’ Dhien, seorang pahlawan wanita yang berasal dari Lampadang, Kerajaan Aceh. Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 diSumedang, Jawa Barat dan meninggal pada tanggal 6 November 1908, dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Cut Nyak Dhien adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh, berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Pada saat terjadi perang, suaminya yang bernama Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda dan akhirnya gugur di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878.Hal tersebut menyebabkan Cut Nyak Dhien marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.
Jenderal Soedirman
Jenderal Soedirman lahir pada tanggal 24 Januari 1916 dan meninggal pada tanggal 29 Januari 1950 saat berumur 34 tahun. Soedirman merupakan seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Jenderal Soedirman terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, kemudian Soedirman diadopsi oleh pamannya yang merupakan seorang priyayi.
Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin, ia sangat aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Salah satu ekstrakurikuler yang diikutinya adalah program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah.
Saat masih di sekolah menengah, Soedirman menunjukkan kemampuan dalam memimpin dan berorganisasi. Bukan hanya itu saja, bahkan Soedirman muda juga dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam.
Shodancho Soeprijadi
Supriyadi atau yang lebih dikenal dengan nama Shodancho Soeprijadi adalah seorang pahlawan nasional yang lahir pada tanggal 13 april 1923 di Jawa Timur. Saat dirinya lahir Jawa Timur masih diduduki oleh hindia belanda.
Ayah dari Supriyadi adalah seorang bupati blitar saat masa kemerdekaan Indonesia yang bernama Raden Darmadi. Dan ibunya bernama Raden Roro Rahayu yang merupakan salah satu keturunan bangsawan, dan ibunya wafat saat supriyadi masih kecil sehingga supriyadi harus diasuh oleh ibu tiri nya yang bernama Susilih.
Pemberontakan PETA Blitar
Pada tahun 1943 PETA (Pembela Tanah Air) dibentuk oleh Jepang, kemudian Supriyadi ikut masuk ke dalam PETA. Setelah mengikuti latihan militer yang keras akhirnya Supriyadi mendapatkan pangkat sebagai komandan peleton atau shodancho yang membuat Supriyadi dikenal sebagai Shodancho Supriyadi.
Setelah Itu Supriyadi ditugaskan di blitar, jawa timur. Ia menjadi atasan dari pasukan peleton I dan kompi III yang bertugas untuk memberi bantuan senjata berat. Ia juga harus menjaga para pekerja paksa atau Romusha. Karena melihat penderitaan para rakyat indonesia akhirnya Supriyadi nekad untuk mengadakan pemberontaan yang sekarang dikenal sebagai pemberontakan PETA blitar.
Perencanaan Pemberontakan
Hal yang pertama dilakukan oleh supriyadi adalah menghubungi teman-temannya sesama tentara PETA untuk mengadakan pertemuan rahasia untuk merencanakan pemberontakan PETA Blitar. Teman-teman Supriyadi yang ikut adalah Halir Mangkudijaya, Muradi, dan Sumanto. Dalam pertemuan tersebut Supriyadi berkata:
“Kita sebagai bangsa yang ingin merdeka tidak dapat membiarkan tentara Jepang terus menerus bertindak sewenang-wenang menindas dan memeras rakyat indonesia. Tentara Jepang yang makin merajalela itu harus dilawan dengan kekerasan. Apa pun dan bagaimana pun pengorbanan yang diminta untuk mencapai kemerdekaan Indonesia kita harus rela memberikan nya.”
“Akibat dan resiko dari perjuangan kita sudah pasti. Paling ringan dihukum penjara dan paling berat dihukum mati. Kita yang berjuang jangan sekali-sekali mengharapkan pangkat, kedudukan ataupun gaji yang tinggi. Bagaimana kalau kita mengadakan pemberontakan melawan Jepang?”
Supriyadi pun sempat berunding dengan Ir. Soekarno, namun Soekarno menyuruh Supriyadi untuk mempertimbangkan resiko dari pemberontakan tersebut. Tetapi Supriyadi sangat percaya bahwa rencananya akan berhasil.
Kegagalan Pemberontakan Blitar
Pada awal tahun 1945, Jepang mencurigai Supriyadi dan para tentaranya akan melakukan pemberontakan dengan tentara PETA. Akhirnya jepang memperketat peraturan dan mengawasi Supriyadi dan bawahannya.
Setelah Supriyadi mengetahui hal tersebut, pada pertemuan terakhir pemberontakan supriyadi mengatakan:
“Lebih baik mati terhormat melawan tentara Jepang yang sudah jelas bertindak sewenang-wenang terhadap bangsa Indonesia. Lebih baik kita melakukan pemberontakan melawan Jepang sekarang juga. Dengan terjadinya pemberontakan ini besar kemungkinan kemerdekaan Indonesia akan lebih cepat datangnya.”
Karena semua yang hadir menyetujui perkataan Supriyadi, akhirnya pemberontakan dilakukan pada tanggal 14 Februari pada pukul 03:00 dengan tembakan mortir pertama ke arah hotel Sakura di mana tempat para perwira Jepang tinggal.
Pasukan PETA juga memutuskan jaringan telepon dan menembaki semua tentara jepang yang ditemui di jalan. Tetapi, karena Jepang sudah mengetahui tentang pemberontakan tersebut jadi Jepang sudah menyiapkan rencana untuk melawan Supriyadi.
Jepang menggunakan para pemimpin tentara PETA yang tidak ikut pemberontakan untuk membujuk Supriyadi untuk menyerah. Akhirnya Seorang pemimpin dari Jepang bernama Katagiri mendatangi pimpinan pemberontak yaitu Muridi karena Supriyadi tidak ada di sana. Lalu mengadakan perjanjian agar para Pemberontak tidak lagi menyerang.
Tetapi Jepang tidak menepati janjinya dan para pemberontak ditangkap oleh Jepang. Muradi, Sumanto, Sudarmo, Suparyono dan Halir dihukum mati oleh Jepang dan sisa tentara PETA di penjara. Tetapu Supriyadi tidak dihukum mati karena Supriyadi tidak menyerahkan diri setelah pemberontakan.
Keadaan Supriyadi
Setelah pemberontakan Supriyadi menghilang bagai ditelan bumi. Beberapa orang mengaku sebagai Supriyadi tetapi tidak ada yang percaya karena ceritanya berbeda dari sejarah yang ada.
Dan ada beberapa orang yang mengaku pernah bertemu dengan Supriyadi dan bahkan merawatnya. Salah satunya adalah guru PETA supriyadi yang bernama Nakajima, dia mengaku pernah bertemu dengan supriyadi dan menolong Supriyadi agar tidak ketahuan oleh tentara Jepang.
Kemudian seseorang bernama H. Mukandar di Bayah, Banten Selatan juga mengaku pernah bertemu dengan Supriyadi dan merawatnya karena saat itu Supriyadi sedang sakit Disentri. Setelah itu Supriyadi meninggal dan dimakamkan di Bahya, Banten Selatan.
Tetapi, sampai sekarang jasad dari Supriyadi belum ditemukan dan makamnya pun belum jelas benar atau tidaknya. Ada isu yang mengatakan bahwa Supriyadi dibunuh oleh tentara Jepang saat mengumpat di hutan.