GUNUNG KEMUKUS – Gunung Kemukus terkenal sebagai salah satu wisata ziarah dengan ritual aneh dan menyimpang. Gunung ini berada di Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Sragen Jawa Tengah. Lokasinya wisata ziarah ini dikelilingi oleh aliran air Kedung Ombo. Banyak orang yang datang ke tempat ini untuk sekedar berziarah tapi ada juga yang melakukan kesyirikan yang dilarang oleh agama.
Awal mula tempat ini dijadikan sebagai tempat ritual aneh dilatarbelakangi oleh cerita tentang Pangeran Samudro. Menurut cerita yang beredar di masyarakat dahulu Pangeran Samudro melakukan perbuatan terlarang yakni menyukai ibu tirinya, Dewi Ontrowulan.
Karena hal inilah mereka berdua kemudian diasingkan di Gunung Kemukus. Berikut adalah beberapa fakta tentang Gunung Kemuskus yang dijadikan sebagai salah satu tempat pesugihan.
Nilai Ekonomi Membuat Aparat Kepolisian Bungkam
Gunung Kemukus saat ini sedang menjadi sorotan. Tempat ini dijadikan sebagai tempat ritual seks yang dilakukan oleh para peziarah sehingga merusak nama Gunung Kemukus yang dikenal sebagai tempat wisata religi. Berita tentang ritual seks di Gunung Kemukus sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bagi warga sekitar.
Pemerintah serta aparat penegak hukum sebenarnya juga sudah lama tahu tentang praktek seks bebas yang dilakukan di tempat ini. Tetapi kedua instansi resmi tersebut mendiamkannya lantaran menurut mereka ritual seks di Gunung Kemukus memiliki dampak besar pada ekonomi masyarakat setempat.
Area Pemakaman Dijadikan Sebagai Tempat Menjajakan Diri
Kurangnya informasi yang didapat oleh para peziarah menyebabkan banyak kekeliruan dalam melakukan ziarah di makam ini. Bila ada peziarah yang bertanya kepada para pemiliki warung di sekitar makam, pasti dijawan prosesi ritual yang harus dilakukan adalah berhubungan intim dengan yang bukan pasangannya. Kemudian memberika sesaji dan diakhiri berdoa di makam.
Hal itulah yang membuat banyak wanita susial yang menjajakan diri di sekitar makam. Fenomena ini sungguh sangat miris padahal menurut juru kunci makam tersebut tidak ada tuntutkan untuk melakukan hal tersebut. Peziarah cukup datang lansung ke makam dan melakukan ziarah ke kuburan Pangeran Samudro dan ibu tirinya, Ontrowulan. Selain hal itu tidak ada ritual lainnya.
Tidak Ada Protes dari Masyarakat
Kemaksiatan yang terjadi di area pemakaman Pangeran Samudro tampaknya sengaja dibiarkan oleh masyarakat sekitar. Seperti yang telah diketahui bahwa masayarakat sekitar makam diuntungkan secara ekonomi dari praktek prostitusi di Gunung Kemukus. Lebih mirisnya lagi masyarakat sekitar ada yang menyediakan kamar untuk para peziarah.
Kamar-kamar itulah yang sering digunakan oleh para peziarah untuk melakukan hal-hal negatif. Selain itu masyarakat juga membuka warung-warung makan di sekitar tempat ziarah. Hal itulah mungkin yang melatarbelakangi tidak adanya protes dari masyarakat tentang adanya prostitusi di Gunung Kemukus.
Peziarah Harus Menaiki 175 Anak Tangga
Gunung Kemukus sebenarnya sangat menantang untuk ditaklukan oleh para traveller yang suka mendaki gunung. Ada sekitar 175 anak tangga yang harus dilewati bila ingin sampai di lokasi ziarah. Jadi bila ingin berziarah ke tempat ini sebaiknya dalam kondisi fisik yang prima agar kuat mendaki anak tangga.
Gunung Kemukus Dipenuhi Peziarah Saat Malam Jumat Pon
Ada waktu-waktu tertentu yang diyakini oleh warga sekitar sebagai hari yang baik untuk ziarah. Jumat Pon merupakan hari meninggalnya Pangeran Samudro—putra Sultan Trenggono yang dimakamkan di Gunung Kemukus. Sedang Jumat Kliwon merupakan peringatan 7 hari meninggalnya Pangeran Samudro.
Pada kedua momen itu, sedikitnya 5.000 orang peziarah mengunjungi Gunung Kemukus untuk ritual ‘ngalap berkah’ alias mencari berkah peruntungan.
Pemkab Sragen tertibkan Gunung Kemukus
Setelah berita tentang gunung kemukus ini beredar luas di masyarakat barulah pemkab Sragen mulai menertibkan ritual sesat yang ada di Gunung Kemukus. Penertiban yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja, Kepolisian Sektor Sumberlawang, serta Komando Rayon Militer Sumberlawan itu dilakukan terhadap para pemilik hiburan karaoke dan rumah penginapan di sekitar lokasi ziarah.
Dengan dilakukan penertiban ini pemkab Sragen berharap agar tempat ziarah di Gunung Kemukus bisa kembali seperti semula yakni sebagai salah satu wisata ziarah sejarah di Gunung Kemukus.
Sejarah Asal-usul Nama Gunung Kemukus
Cerita ini berasal dari cerita sejarah Pangeran Samudro, yaitu putra dari salah seorang raja dari Kerajaan Majapahit dari ibu selir yang bernama Raden Ayu Ontrowulan. Di mana pada saat perjalanan kembalinya Sang Pangeran dari berguru untuk mendalami ajaran agama Islam dari Kyai Ageng Gugur yang berasal dari Desa Pandan Gugur yang merupakan kakaknya sendiri (Cerita tentang Pangeran Samudro ada di bawah)
Singkat cerita, pada saat perjalanan kembali pulang menuju Demak bersama kedua abdinya, Pangeran Samudro jatuh sakit panas dan meninggal dunia, lalu dikebumikan di daerah “Dukuh Samudro” atau sekarang dikenal dengan nama “Dukuh Mudro.”
Pada awalnya, keadaan di lokasi Makam Pangeran Samudro terlihat sepi dan jarang dijamah ataupun dikunjungi orang. Hal ini disebabkan karena lokasi makamnya yang terletak di tengah hutan belantara yang lebat, serta banyak dihuni oleh binatang buas. Namun, sedikit-demi sedikit, keadaan berubah setelah daerah tersebut dihuni oleh para penduduk yang pindah dan menetap di sana.
Dari keterangan beberapa penduduk dan tokoh masyarakat setempat, konon, zaman dulu, di atas bukit tempat Pangeran Samudro dimakamkan, apabila menjelang musim hujan atau pun menjelang musim kemarau, tampak kabut-kabut hitam seperti asap, yang dalam bahasa Jawa disebut ‘Kukus’.
Nah, karena hal inilah penduduk setempat menyebut bukit tersebut dengan sebutan ‘Gunung Kemukus’.
Namun sayangnya, obyek wisata ini belakangan ini terkenal sebagai obyek wisata seks, yang mana hal ini adalah sebuah kekeliruan yang berasal dari ulah para oknum yang menyalahartikan sebuah pesan amanat dan menjadi kesalahan yang diperbuat selama bertahun-tahun dan turun-temurun hingga sekarang.
Ada baiknya, Anda mencari kebenaran dari cerita tersebut dengan membaca tulisan di internet tentang obyek wisata Gunung Kemukus untuk ritual kekayaan (pesugihan). Hal tersebut merupakan tindakan yang tidak benar dan terlalu melenceng dari kisah yang sebenarnya tentang Sejarah Pangeran Samudro dan cerita sejarah dari Sendang Ontrowulan yang terdapat di lokasi Gunung Kemukus. (baca di bawah)
Semoga informasi mengenai asal-mula nama Gunung Kemukus ini dapat memberikan informasi sekaligus meluruskan kekeliruan yang telah mendarah daging di wilayah Gunung Kemukus di daerah Desa Pendem, kecamatan Sumber Lawan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Cerita sejarah Pangeran Samudro
Nah, cerita yang ini adalah cerita sejarah Pangeran Samudro yang dimakamkan di Gunung Kemukus. Cerita yang berkembang di kawasan Gunung Kemukus Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, memiliki beberapa versi cerita. Seperti hal nya kisah cerita ini yang didapatkan di lokasi dari berbagai sumber literatur catatan sejarah tentang cerita tokoh yang satu ini.
Dari beberapa sumber cerita yang didapatkan langsung dari lokasi yang disempurnakan dengan beberapa catatan literatur sejarah, Pangeran Samudro yang merupakan putra dari seorang Raja Majapahit terakhir itu lahir dari ibu selir yang bernama Raden Ayu Ontrowulan.
Ketika Kerajaan Majapahit runtuh, Pangeran Samudro yang kala itu telah berusia 18 tahun tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya yang lain. Bahkan, beliau bersama-sama dengan ibunya ikut diboyong ke daerah Demak Bintoro oleh Sultan Demak.
Selama berada di Demak, Pangeran Samudro mendapat bimbingan ilmu agama dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Ketika dirasa cukup ilmu dan usianya beranjak dewasa, maka atas perintah dari Sultan Demak melalui kanjeng Sunan Kalijaga, Pangeran Samudro diperintahkan untuk berguru tentang agama Islam kepada Kyai Ageng Gugur dari Desa Pandan Gugur, yang letaknya di daerah lereng Gunung Lawu.
Perintah yang ditugaskan kepada Pangeran Samudro ini sekaligus mengemban misi suci untuk menyatukan saudara-saudaranya yang telah terpisah lama.
Setelah Sang Pangeran mendapatkan petunjuk perintah dan nasehat dari Sultan Demak, maka Pangeran Samudro pun mentaati nasehat tersebut dan pergi berguru kepada Kyai Ageng Gugur dengan didampingi dua orang abdinya yang setia.
Hari demi hari, Pangeran Samudro melalui proses belajar dengan gurunya yang bernama Kyai Ageng Gugur di lereng Gunung Lawu, dan Sang Pengeran pun diberi ilmu tentang intisari ajaran Islam secara mendalam.
Selama itulah Pangeran tidak mengetahui bahwa Kyai Ageng Gugur sebenarnya adalah kakak kandungnya sendiri. Setelah Pangeran Samudro mengusai ilmu yang dijarkan oleh Kyai Ageng Gugur, barulah sang guru menceritakan siapa sebenarnya dirinya.
Mendengar keterangan dari gurunya Sang Pangeran terlihat terkujut dan bahagia. Beliau teringat akan amanat Sultan Demak untuk menyatukan saudaranya. Dan pada akhirnya setelah amanat dari Sultan dibicarakan kepada kakanya, maka Kyai Ageng Gugur bisa menerima dan bersedia dipersatukan kembali dan ikut membangun bersama Kerajaan Demak.
Setelah selesai berguru dan tercapai maksud tujuannya, pangeran Samudro bersama abdinya kembali ke Demak. Mereka berjalan ke arah barat dan sampailah di Desa Gondang Jenalas (sekarang adalah wilayah Gemolong), kemudian mereka beristirahat untuk sekadar melepas lelah.
Di dukuh tersebut, mereka bertemu dengan orang yang berasal dari Demak (Wulucumbu Demak) yang bernama Kyai Kamaliman. Di dukuh ini, Pangeran Samudro berniat bermukim sementara untuk menyebarkan agama Islam.
Setelah dirasa cukup, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat dan sampai di suatu tempat di padang “oro-oro”, Kabar. Sampai sekarang, tempat tersebut dikenal dengan nama Dusun Kabar, Desa Bogorame (Gemolong).
Di tempat inilah pangeran Samudro terserang penyakit panas. Meski demikian, perjalanan tetap dilanjutkan sampai ke Dukuh Doyong (wilayah Kecamatan Miri). Karena sakit yang Pangeran derita semakin parah, Pangeran memutuskan untuk beristirahat di dukuh tersebut.
Ketika sakitnya semakin parah dan ia merasa tidak sanggup melanjutkan perjalanannya lagi, Pangeran Samudro memerintahkan salah seorang abdinya untuk mengabarkan kondisinya kepada Sultan di Demak.
Singkat cerita, pada saat abdi Pangeran Samudro menghadap Sultan Demak, maka Sultan pun mangatakan, “Menurut hematku, bahwa sakitnya Si Samudro itu sudah tidak bisa diharapkan untuk membaik dan jauh dari kemungkinan untuk sampai ke Demak,” kata Sang Sultan.
Kemudian Sultan menambahkan, “Jika memang sudah menjadi suratan Yang Maha Kuasa bahwasanya sampai di situ saja riwayatnya atau menemui ajalnya, maka kebumikanlah jasadnya pada suatu tempat di bukit arah barat laut dari tempat Pangeran Samudro meninggal. Boleh jadi, kelak di sekitar tempat itu akan menjadi ramai sehingga dijadikan tauladan orang-orang yang berada di sekitar sana.”
Seusai mendengarkan amanat Sultan, abdi tersebut diperintahkan untuk segera kembali.
Ketika Abdi tersebut kembali ke tempat di mana Pangeran beristirahat, Pangeran Samudro telah meninggal. Namun sebelum Pangeran Samudro meninggal beliau sempat memberikan sebuah wejangan, “Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sleweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang penggonane dhemenane“. (Sumber: Kadjawen, Yogyakarta: Oktober 1934).
Dari keterangan beberapa sumber, wejangan terakhir dari Pangeran Samudro sebelum beliau meninggal dan dialihkan menjadi bahasa Indonesia oleh para ahli bahasa, pesan nasehat tersebut berbunyi,
“Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikendaki, maka untuk mencapai tujuan harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan/kiri, harus konsentrasi pada yang dikehendaki atau yang diinginkan, dekatkan keinginan, seakan-akan seperti menuju ke tempat kesayangannya atau kesenangannya”.
Dan selanjutnya, sesuai dengan petunjuk Sultan, jasad pangeran Samudro dimakamkan di perbukitan di sebelah barat dukuh tersebut. Sebelum pemakaman, diadakan musyawarah di antara orang-orang yang memilki lahan di sekitar wilayah tersebut. Mereka bersepakat bahwa lokasi bekas perawatan atau peristirahatan Pangeran Samudro akan didirikan desa baru, dan desa tersebut diberi nama desa “Dukuh Samudro” yang sampai saat ini dikenal dengan nama “Dukuh Mudro”
Itulah sekelumit cerita sejarah kehidupan Pangeran Samudro.
Bila kita melihat cerita sejarah, pesan terakhir yang disampaikan Pangerah Samudro di atas yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber literatur dan keterangan tokoh-tokoh masyarakat Gunung Kemukus, wejangan tersebut disalahartikan oleh sebagian orang atau oknum yang berziarah atau berkunjung ke Makam Pangeran Samudro.
Mereka berpikir bahwa untuk berziarah ke makam Pangeran Samudro, mereka harus seperti berkunjung ke tempat kekasih (dalam bahasa Jawa: dhemenan) dalam pengertian bahwa para peziarah yang datang ke tempat tersebut harus membawa isteri simpanan atau teman kumpul kebonya, dan kemudian melakukan hubungan suami istri dengan yang bukan istri atau suaminya yang sah. Inilah yang menyebabkan kawasan ini dikenal orang sebagai obyek wisata Gunung Kemukus untuk ritual kekayaan.
Keterangan dari salah seorang tokoh masyarakat yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, bahwa pandangan atau penilaian orang yang menjadikan tempat ini sebagai obyek wisata seks dalam melakoni ritual kekayaan adalah tidak benar.
Dan muculnya pembenaran dari tindakan ini berawal dari penafsiran orang yang salah akan pengertian bahasa dalam kata ‘dhemenan’, di mana dalam bahasa Jawa kata ‘dhemenan’ diartikan kekasih lain yang bukan isteri atau suami yang sah (pasangan kumpul kebo), kekasih gelap, isteri gelap atau simpanan (pria atau wanita idaman lain).
Lanjut keterangan dari salah seorang tokoh masyarakat Gunung Kemukus, arti sesungguhnya dari kata ‘dhemenan’ dalam konteks naskah dalam bahasa Jawa tersebut adalah keinginan yang diidam-idamkan, cita-cita yang akan segera terwujud atau tercapai seperti kita akan menemui kekasih pujaan hati.
Dapat disimpulkan bahwa inti dari ziarah ke Makam pangeran Samudro di gunung Kemukus adalah apabila kita memiliki kemauan, cita-cita yang akan dicapai, kita harus mampu menghadapi segala rintangan yang menghalangi untuk mencapai tujuan cita-cita kita yang diharapkan.
Dan tujuan tersebut harus dilakukan dengan cara bersungguh-sungguh dengan hati yang bersih suci dan konsentrasi pada cita-cita dan tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut dengan mudah.
Itulah cerita dan kesimpulan dari hasil pembicaraan dengan beberapa tokoh masyarakat di daerah Gunung Kemukus di daerah Sragen. Memang tidak mudah untuk mengetahui setiap makna yang tersirat dari sebuah kisah cerita sejarah Pangeran Samudro ini.
Kita pun harus mendapatkan informasi yang benar dari maksud tujuan sebenarnya dari cerita sejarah yang benar. Agar apa yang menjadi pesan dari cerita sejarah tersebut dapat tersampaikan dengan baik dan tidak dengan sengaja disalahartikan.
Tentunya dengan tetap menjadikan daerah Gunung Kemukus tetap menjadi destinasi tujuan wisata yang dapat dinikmati keindahan alamnya, dengan mengenang sejarah perjuangan Pangeran Samudro yang menjadi tokoh penyebar agama Islam di daerah Gunung Kemukus.