Pendidikan anak adalah prioritas setiap orang tua. Jika ditanya motivasi orang tua bekerja, hampir pasti jawaban untuk pendidikan anak terlintas. Itulah sebabnya banyak orang tua yang mau menginvestasikan jutaan rupiah untuk pendidikan anaknya, bahkan tidak jarang ada keluarga yang mengalokasikan sebagian besar penghasilan untuk pendidikan.
Namun, apakah usaha dan pengorbanan itu sudah tepat sasaran. Pernahkah kita menanyakan hal ini: “Pendidikan seperti apa yang benar-benar membuat kita berkembang?” “Apakah memang pendidikan yang kita berikan pada anak itu memang sesuai dengan kebutuhan anak?”
Untuk menjawab pertanyaan itu, ada cerita menarik dari Salman Khan, pendiri khanacademy.com. Dalam wawancara HBR, Khan bertutur.
“Mulai dari kelas 2 SD, guru-guru membawa saya ke ruangan berisi anak-anak dari berbagai usia selama 1 jam…. saya menghampiri guru saya, lalu dia bertanya, ‘Apa yang ingin kamu lakukan?’ Reaksiku waktu itu, saya kan baru 7 tahun, bukankah seharusnya Ibu yang memberitahu apa yang seharusnya saya lakukan? Namun saya menjawab, ‘Saya suka menggambar, saya suka puzzle.’ Guruku menjawab, ‘Baik, kamu pernah pakai cat minyak? Kamu pernah selesaikan Mind Benders?’
“Setelah itu saya jauh lebih menunggu-nunggu pelajaran 1 jam itu daripada bermalam di rumah teman. Saya belajar jauh lebih banyak yang bisa saya terapkan saat ini daripada 5 jam pelajaran sisanya.”
Bagi Salman Khan, pendidikan yang benar-benar membuatnya belajar adalah memilih apa yang benar-benar ingin ia lakukan.
Salah satu keluarga yang berhasil mendidik anak adalah keluarga Ibu Septi Peni Wulandani dan Bapak Dodik Mariyanto. Hal utama yang mereka lakukan dalam mendidik adalah memfasilitasi anak untuk memilih. Sejak dini, anak diperlukan pilihan apa yang ingin mereka lakukan, apa yang ingin mereka pelajari.
Seperti dalam sekolahnya Salman Khan, anak ditanya apa yang ingin mereka pelajari, jalur apa yang ingin anaknya tempuh. Setelah itu Ibu Septi dan Pak Dodik menyiapkan fasilitas yang anak perlukan untuk mencapai jalurnya.
Sejak usia berapakah anak bisa menentukan pilihan belajar seperti ini? Menanggapi pertanyaan ini Pak Dodik menjawab sedini mungkin. Anak bisa diajak berdiskusi sejak masih bayi. Mungkin ada yang beranggapan kalau anak masih belum bisa berpikir dengan baik sehingga orang tua yang perlu memilihkan. Justru proses memilih ini dikerjakan untuk melatih kemampuan berpikir anak, untuk membentuk struktur anak dalam berpikir.
SPONSORED: Alat Peraga Pendidikan
Tidak heran kalau anak-anak keluarga Pak Dodik dan Bu Septi dewasa lebih cepat daripada anak-anak sekolah formal. Dalam sekolah formal, anak dikekang untuk mengikuti “kurikulum,” dengan minim kesempatan untuk meraba-raba minat dan bakat mereka.
Apalagi jika bakat anak tidak sesuai dengan pelajaran dan metode yang diberikan, minat anak untuk belajar akan terkikis. Sekolah formal terlalu kaku untuk menyesuaikan diri dengan gaya belajar anak. Sekolah formal sebagai alternatif pendidikan yang sudah berlangsung selama 300 tahun ini bisa jadi sudah tidak relevan lagi. Bukan anak yang menyesuaikan diri dengan sekolah, tapi sekolah yang menyesuaikan diri dengan anak.
Dalam Who Owns the Ice House? Clifton Taulbert mengutarakan kemampuan terbesar yang dimiliki manusia adalah kemampuan untuk memilih. Memilih untuk mengimajinasikan ulang dunia kita dan juga untuk mengeksplor serta menemukan kembali jati diri kita. Hal yang diperlukan untuk membentuk kehidupan yang kita inginkan, atau frase yang lebih populer sekarang, hidup sesuai passion. Hal ini bisa kita ajarkan kepada anak-anak dengan 1 kalimat sederhana, seperti yang ditanyakan oleh guru Salman Khan, “Apa yang ingin kamu lakukan?”