Adi Meliyati Tameno (Yati) tidak pernah membayangkan rasa penasarannya berbuah pemecatan. Bu guru kelas 1 dan 2 SDN Oefafi, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT ini dipecat dan dilaporkan oleh kepala sekolah ke polisi setelah mengirim SMS kepada bendahara sekolahan. Dalam pesan itu, Yati hanya menanyakan kenapa gajinya sebagai guru honorer per bulan Rp 250 ribu tidak dibayar selama tiga tahun terakhir.
Yati sudah tujuh tahun mengabdi sebagai guru di sekolahan tersebut. Sebelumnya dia tidak ada masalah dengan gaji, dia selalu menerima rekab per tiga bulan. Namun sejak pergantian kepala sekolah dari yang menjabat sebelumnya kepada Daniel Oktovianus Sinlae, gajinya mulai seret cair.
“Setelah saya SMS menanyakan soal gaji saya ke bendahara sekolah, keesokan harinya kepala sekolah langsung datang dan marah-marah dan langsung memecat saya tanpa ada melalui rapat atau surat tertulis,” tutur Yati kepada wartawan, Sabtu (5/3).
Pemecatan yang dilakukan pun tanpa surat keputusan. Padahal sebelumnya Yati diangkat sebagai tenaga honorer komite sekolah dengan surat keputusan kontrak, yang diperbaharui setiap tahunnya oleh dinas terkait.
Mendapat perlakuan ini, wanita yang hanya tamatan sekolah menengah atas itu hanya pasrah dan menangis, mengingat anak-anak didiknya yang pasti terlantar dan tak terurus.
“Saya mengajar di sekolah itu dari tahun 2009. Ada teman guru yang datang ajak kembali sekolah karena kasihan anak-anak, tapi saya takut kepala sekolah. Niat saya untuk kembali mengajar besar sekali, karena kalau saya tidak ada begini, pasti anak-anak hanya bisa bermain,” kata Yati bercerita sambil mengusap air mata.Adi Meliyati Tameno (Yati) tidak pernah membayangkan rasa penasarannya berbuah pemecatan. Bu guru kelas 1 dan 2 SDN Oefafi, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT ini dipecat dan dilaporkan oleh kepala sekolah ke polisi setelah mengirim SMS kepada bendahara sekolahan. Dalam pesan itu, Yati hanya menanyakan kenapa gajinya sebagai guru honorer per bulan Rp 250 ribu tidak dibayar selama tiga tahun terakhir.
Yati sudah tujuh tahun mengabdi sebagai guru di sekolahan tersebut. Sebelumnya dia tidak ada masalah dengan gaji, dia selalu menerima rekab per tiga bulan. Namun sejak pergantian kepala sekolah dari yang menjabat sebelumnya kepada Daniel Oktovianus Sinlae, gajinya mulai seret cair.
“Setelah saya SMS menanyakan soal gaji saya ke bendahara sekolah, keesokan harinya kepala sekolah langsung datang dan marah-marah dan langsung memecat saya tanpa ada melalui rapat atau surat tertulis,” tutur Yati kepada wartawan, Sabtu (5/3).
Pemecatan yang dilakukan pun tanpa surat keputusan. Padahal sebelumnya Yati diangkat sebagai tenaga honorer komite sekolah dengan surat keputusan kontrak, yang diperbaharui setiap tahunnya oleh dinas terkait.
Mendapat perlakuan ini, wanita yang hanya tamatan sekolah menengah atas itu hanya pasrah dan menangis, mengingat anak-anak didiknya yang pasti terlantar dan tak terurus.
“Saya mengajar di sekolah itu dari tahun 2009. Ada teman guru yang datang ajak kembali sekolah karena kasihan anak-anak, tapi saya takut kepala sekolah. Niat saya untuk kembali mengajar besar sekali, karena kalau saya tidak ada begini, pasti anak-anak hanya bisa bermain,” kata Yati bercerita sambil mengusap air mata.
Selama tiga tahun tak dibayar, Yati bertahan hidup dengan mengeluarkan uang pribadinya. Bahkan dia rela merogoh kocek, membelikan anak-anak didiknya alat tulis seperti pensil, spidol serta papan tulis.
“Ada dana BOS tapi sekolah tidak pernah ada pensil, spidol atau kapur bahkan papan tulis, sehingga saya ambil uang sendiri untuk beli,” ungkapnya.
Tidak cuma dipecat, Yati juga dilaporkan kepala sekolah dan bendahara ke polisi atas dugaan pencemaran mereka dan sekolah.
Semenjak dipecat, Yati menyibukkan diri dengan mencangkul, membersihkan kebun jagung dan beternak. Sudah tiga bulan pekerjaan ini dia lakoni.
Meski menjadi korban, Yati bertekat untuk tetap akan berangkat mengajar dan meminta kepada kepala sekolah.
Kasus ini seolah menguap begitu saja. Bupati Kupang Ayub Titu Eki yang dikonfirmasi mengakui sudah menindaklanjuti pengaduan masyarakat ke kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat.Selama tiga tahun tak dibayar, Yati bertahan hidup dengan mengeluarkan uang pribadinya. Bahkan dia rela merogoh kocek, membelikan anak-anak didiknya alat tulis seperti pensil, spidol serta papan tulis.
“Ada dana BOS tapi sekolah tidak pernah ada pensil, spidol atau kapur bahkan papan tulis, sehingga saya ambil uang sendiri untuk beli,” ungkapnya.
Tidak cuma dipecat, Yati juga dilaporkan kepala sekolah dan bendahara ke polisi atas dugaan pencemaran mereka dan sekolah.
Semenjak dipecat, Yati menyibukkan diri dengan mencangkul, membersihkan kebun jagung dan beternak. Sudah tiga bulan pekerjaan ini dia lakoni.
Meski menjadi korban, Yati bertekat untuk tetap akan berangkat mengajar dan meminta kepada kepala sekolah.
Kasus ini seolah menguap begitu saja. Bupati Kupang Ayub Titu Eki yang dikonfirmasi mengakui sudah menindaklanjuti pengaduan masyarakat ke kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga setempat.
“Nah sejak saya dapatkan SMS dari masyarakat, hari itu pun saya langsung teruskan kepada kepala dinas PPO, dan dibalas siap dilaksanakan. Namun sampai hari ini masalahnya semakin mencuat. Masa hal seperti itu harus bupati turun tangan, kan ada dinas teknis. Ini laporan saya akan tindak tegas,” tegas Ayub.
Sikap kepala sekolah seperti ini diyakini akan membawa dampak buruk terhadap guru honorer yang dipecat dan para siswa. Karena hingga kini, seluruh rapor siswa kelas satu dan dua belum dilengkapi foto dan masih berada di tangan Yati.
“Pada intinya kita tanggapi serius akan hal ini, dan mencari tahu penyebab kenapa sehingga guru honorer itu dipecat hanya karena menanyakan gaji honornya yang belum dibayar,” tuturnya.
Hingga kini, Kepala Sekolah Daniel Oktovianus Sinlae belum memberikan klarifikasi.”Nah sejak saya dapatkan SMS dari masyarakat, hari itu pun saya langsung teruskan kepada kepala dinas PPO, dan dibalas siap dilaksanakan. Namun sampai hari ini masalahnya semakin mencuat. Masa hal seperti itu harus bupati turun tangan, kan ada dinas teknis. Ini laporan saya akan tindak tegas,” tegas Ayub.
Sikap kepala sekolah seperti ini diyakini akan membawa dampak buruk terhadap guru honorer yang dipecat dan para siswa. Karena hingga kini, seluruh rapor siswa kelas satu dan dua belum dilengkapi foto dan masih berada di tangan Yati.
“Pada intinya kita tanggapi serius akan hal ini, dan mencari tahu penyebab kenapa sehingga guru honorer itu dipecat hanya karena menanyakan gaji honornya yang belum dibayar,” tuturnya.
Hingga kini, Kepala Sekolah Daniel Oktovianus Sinlae belum memberikan klarifikasi.
SUMBER: MERDEKA.COM