Saat Isa as diutus, beberapa pengikutnya menyebar ke berbagai daerah. Agama Nasrani mulai terbagi-bagi menjadi beberapa sekte bahkan di awal-mulanya. Bahkan banyak yang akhirnya menjadi kafir. Namun ada sedikit yang tetap beriman. Merekalah yang mempertahankan kepercayaan Nasrani. Pesan sebenarnya dari Isa as adalah monoteisme murni.
Salah satu penganut Nasrani pergi ke Yaman dan mulai berdakwah di daerah Nadran. Agama ini menyebar secara rahasia dengan perlahan-lahan. Saat Kabban Akkad sudah wafat, raja Yaman digantikan anaknya, Dhu Nawaas. Berita agama baru ini sampai ke telinga raja. Ia melarang adanya Nasrani di Yaman dan menyiksa penganutnya.
Dalam hadits Sahih Muslim, ada kisah seorang raja dan pemuda. Banyak ulama mengaitkan cerita ini dengan kisah Dhu Nawas dan pemeluk Nasrani di Yaman. Sang raja sangat percaya pada sihir dan mengangkat seorang penyihir sebagai penasihatnya. Saat usia penyihir ini semakin lanjut, ia memberi tahu sang raja, “Saya bisa saja meninggal sewaktu-waktu, saya perlu melatih seseorang untuk menggantikan saya.”
Mereka mencari pemuda yang paling cerdas untuk menjadi murid penyihir. Didapatlah seorang pemuda. Ia harus pergi menemui penyihir pagi-paginya untuk belajar dan pulang ke rumah pada malam harinya.
Suatu hari, di tengah perjalanan menuju tempat penyihir, pemuda ini melihat tempat ibadah. Dari dalamnya ia menguping doa-doa yang tak lazim ia dengar. Ia putuskan untuk mengunjungi tempat itu.
Ternyata tempat ibadah itu adalah gereja yang mengajarkan tauhid, mendakwahkan agama Isa as yang sebenarnya. Pemuda ini terkesan dengan ajarannya namun dia harus belajar dengan penyihir, ia bertanya pada pendeta apa yang seharusnya ia lakukan.
Pendeta memintanya datang menemuinya setiap pagi baru setelah selesai pergi ke penyihir. Jika penyihir bertanya mengapa ia terlambat, pendeta menyarankan sang pemuda untuk mengatakan ada pekerjaan dari orang tuanya. Penyihir juga memintanya untuk datang ke gereja saat pulang dari penyihir. “Kalau orang tuamu bertanya mengapa terlambat, beri tahu kalau ada tugas tambahan dari penyihir,” pinta pendeta.
Sang pemuda menjalani hari-hari seperti ini. Hingga suatu hari ada keributan di pasar. Binatang buas mengacau di pasar dan tak ada yang bisa menghentikannya. Pemuda ini berkata, “Ya Allah, hari ini aku ingin tahu jalan manakah yang benar. Apakah jalan pendeta atau jalan penyihir? Ya Allah tunjukkan padaku kebenaran.”
Ujian bagi orang yang beriman
Pemuda ini mengambil batu dan berkata, “Ya Allah, jika jalan pendeta yang benar, bunuhlah binatang ini.” Sebelumnya tak ada seorang pun yang bisa membunuh binatang ini. Namun hanya dengan melempar batu, pemuda ini dapat membunuhnya. Ia pun pergi ke gereja dan melaporkannya pada pendeta. “Anakku, hari ini kamu telah diberi kedudukan yang sangat tinggi. Karena itulah kamu akan diuji,” kata pendeta ini.
Tak ada seorang pun yang mendapat kedudukan tinggi tanpa diuji oleh Allah. Sang Rabb menurunkan kita ke Bumi ini untuk diuji. Setiap orang akan diuji berdasarkan tingkat kedudukannya. Rasulullah saw bersabda, “Orang yang melalui ujian yang paling sulit adalah para nabi dan tingkat kesulitan itu terus turun sesuai derajat kedudukan (di mata Allah).”
Setelah memberi tahu kalau pemuda ini akan diuji, pendeta mengatakan, “Ketika kamu diuji, jangan beri tahu siapa pun tentang namaku.” Dakwah sang pendeta saat itu masihlah dirahasiakan. Ia tidak mau khalayak tahu tentang dirinya. Ini bukan karena ketakutan, namun untuk menjaga keberlangsungan dakwah.
Salah seorang kerabat raja buta dan meminta pemuda ini untuk menyembuhkannya. Ini menunjukkan sang pemuda sudah menjadi ahli dan orang-orang mendatanginya untuk meminta pertolongan. Pemuda ini berkata pada kerabat raja, “Saya tidak bisa menyembuhkanmu, tapi Allah bisa.” Lalu kebutaan kerabat raja pun sembuh.
Setelah itu kerabat raja pergi menemui raja. Sang raja bertanya, “Siapa yang menyembuhkanmu?” “Allah,” jawabnya. “Apakah kamu punya tuhan lain selain aku?” “Ya, Tuhanku adalah Allah dan Dia juga Tuhanmu.”
Sang raja menyiksa temannya dan memaksanya untuk memberi tahu orang yang mengajarinya hal ini. Setelah lama disiksa, temannya memberi tahu raja kalau dari sang pemuda ia belajar tauhid.
Pasukan kerajaan pun membawa paksa sang pemuda dan mulai menyiksanya. Tak tahan disiksa, pemuda membuka rahasia nama pendeta yang mengajarkannya keesaan Allah.
Sang pendeta pun ditangkap dan dipaksa untuk keluar dari agamanya. Namun ia menolak. Lalu raja memerintahkan algojo untuk mengakhiri hidup pendeta. Sebuah gergaji diletakkan di atas kepala pendeta lalu badannya dipotong jadi dua. Sampai akhir hayatnya, sang pendeta tidak murtad. Inilah keberanian yang pendeta miliki.
Setelah pendeta, sang raja berusaha membunuh pemuda. Raja memerintahkan prajuritnya untuk menjatuhkan pemuda dari atas bukit. Pemuda ini berdoa, “Ya Allah, perlakukanlah mereka sekehendakmu.” Ia menyerahkan segalanya pada Allah. Mereka membawa pemuda ini dan saat mencapai puncak bukit, tiba-tiba terjadi gempa. Semua prajurit terjatuh. Hanya pemuda ini yang selamat.
Pemuda ini kembali ke istana dan menemui raja Dhu Nawas. Raja memerintahkan pasukan lainnya untuk membawanya ke perahu dan menenggelamkan pemuda ini di laut. Saat mereka berada di laut pemuda mengucapkan doa yang sama, “Ya Allah, perlakukanlah mereka sekehendakkmu.” Perahu berbalik dan semuanya tenggelam kecuali sang pemuda. Lalu ia kembali lagi menemui Dhu Nawas.
Raja Dhu Nawas sudah bersiap-siap memerintahkan pasukan lain untuk membunuhnya. Namun pemuda ini memberi tahu Dhu Nawas, “Tunggu, Anda tak akan bisa membunuhku, kecuali Anda melakukan sesuai instruksi saya.”
“Apakah itu?” tanya Dhu Nawas. “Ikatlah aku di pohon, kumpulkan semua orang, dan ucapkan, ‘Bismillah, demi Tuhan sang pemuda.’ Barulah Anda bisa membunuhku.”
Pemuda ini memberi tahu cara membunuhnya. Ini menjadi salah satu penguat dibolehkannya bom bunuh diri. Tentu saja melakukan bom bunuh diri ini ada batasan-batasan yang sangat ketat tentang dimana dan kapan boleh dilakukan (lebih lengkapnya dapat dibaca di Fiqh Jihad karya Yusuf Qardhawi).
Raja mengikuti instruksi pemuda. Seluruh penduduk negeri dikumpulkan. Raja memanah pemuda ini sambil mengatakan, “Bismillah, demi Tuhan sang pemuda.” Panahnya tepat mengenai kepala pemuda. Hasilnya, semua orang yang hadir melihat eksekusi kematian ini menjadi muslim.Pemuda melakukan hal ini demi dakwah. Ia menyerahkan nyawanya agar semua orang bisa hidup. Semua orang itu mati tanpa Islam.
Penasihat raja memberi tahunya, “Apa yang Anda takutkan kini terjadi.” Tujuan raja membunuh pemuda adalah menghapus agamanya. Namun kini semua penduduk negeri raja Dhu Nawas menjadi muslim.
Dhu Nawas memerintahkan prajuritnya untuk menggali parit. Setelah penggalian parit selesai, mereka akan mengisinya dengan kayu dan membakarnya. Siapa pun yang menolak keluar dari Islam, akan dijatuhkan ke dalam api. Orang-orang mulai dibariskan dan dijatuhkan ke lautan api hidup-hidup. Orang-orang ini adalah yang memegang teguh keislamannya.
Rasulullah saw bersabda, “Ada seorang wanita dengan bayi di pangkuannya. Saat berjalan menuju api, ia sedikit ragu. Lalu bayinya berkata, ‘Oh Bunda, bersabarlah karena Engkau mengikuti jalan yang benar.’ Wanita ini pun loncat ke dalam api.” Rasulullah saw bersabda, “Ada 3 orang yang mampu berbicara di usia muda.” Bayi ini adalah salah satunya.
Arti kemenangan versi Allah dalam Quran Surah Al Buruj
Kisah ini diceritakan dalam Surah Al Buruj. Saat itu tampaknya raja Dhu Nawas telah menang saat orang-orang ini dibakar hidup-hidup. Saat itu tampaknya agama Islam telah musnah. Namun Allah berkata pada orang-orang yang beriman dalam Surat Al Buruj (85:11), “… Itulah kemenangan yang besar.”
Ini menarik. Bagaimana bisa Allah menyebut kemenangan padahal orang-orang ini dibakar hidup-hidup? Kemenangan ini dicapai karena mereka memegang teguh iman sampai akhir hayat. Memasuki surga adalah kemenangan. Semua yang mati syahid, walau mungkin mereka dibunuh dengan brutalnya (seperti Hamzah ra yang dirobek perutnya dan dimakan hatinya) telah menang.
Inilah kemenangan versi Allah. Semoga kita bisa memiliki akhir yang Allah sebut kemenangan yang besar.