Tragedi Berdarah Ambon
Tragedi berdarah yang terjadi di Ambon dan daerah sekitarnya bukan peristiwa yang kebetulan. Menurut MUI, sebelum terjadidnya peristiwa Idul Fitri berdarah pada tahun 1419 Hijria, ada beberapa peristiwa yang penting sebelum terjadi peristiwa itu.
Desas-desus teror beberapa bulan sebelumnya terjadi. Ada isu untuk mengusir orang-orang Makasar, Bugis, dan Buton isu itu telah tersebar luas ke masyarakat yang menjadikan gelisah banyak orang. Orang-orang yang beragama Islam dari suku selain Maluku juga diisukan akan diusir. Produksi pembuatan senjata tajam ketika itu permintaannya sangat tinggi. Ada sekelompok yang melakukan pemesanan itu.
Isu untuk mengusir orang selain suku Maluku memang sangat berbau SARA, utamanya yang menyangkut agama dan suku. Tidak tahu darimana tepatnya itu itu menyebar, yang pasti isu itu banyak disebarkan dari para Kristen yang kabarnya disuarakan dari Gereja.
Pada akhir November 1998, sekitar 200an orang preman Ambon yang ada di Jakarta, pulang kampung. Mereka inilah yang awal mulanya melakukan bentrokan dengan warga Ketapang Jakarta. Sebab umat Islam Ketapang marah, mereka pun dikepung. Beberapa orang tewas. Sedangkan sebagian besar darinya dievakuasi oleh aparat keamanan dan sebagiannya kurang lebih 200 orang pulang ke kampungnya di Ambon.
Serangan Massa Kristen ke Desa Wailete
Pada 13 Desember tahun 1998, Desa Wailete yang warganya beragama Islam asal Makasar, Bugis, dan Buton, mengalami penyerangan oleh warga Kristen Kampung Hative Besar. Ada ratusan orang Kristen menyerang dengan melempari batu serta membakar rumah di kampung Wailete. Serangan terjadi dua kali pada malam hari dimana pada serangan kedua mereka membakar habis rumah yang menyebabkan warga yang diserang hanya bisa menyelamatkan diri dan baju yang mereka pakai saja. Dilaporkan ada empat rumah yang dibakar dan sebuah kios yang dimiliki orang Bugis yang terbakar dan meledak. Para penduduk desa pun mengungsi.
Serangan Masa Kristen ke Desa Air Bak
Pada tanggal 27 Desember 1998, Desa Air Bak yang berpenduduk kurang lebih delapan keluarga yang beragama Islam, diserang oleh warga dari Desa Tawiri yang kebanyakan warganya beragama Kristen. Peristiwa penyerangan ini terjadi karena Babi peliharaan warga Tawiri masuk ke perkebunan warda Desa Bak Air, peristiwa ini sebenarnya biasa terjadi. Dengan melempar batu babi akan keluar dari kebun. Akan tetapi, kejadian ini digunakan sebagai masalah oleh warfa Kristen Tawiri. Warga Muslim dilempar dengan batu. Tidak ada penyelesaian pada kasus ini, malaha warga Muslim yang ditahan oleh polisi.
Tragedi Berdarah di Dobo, Maluku Utara
Terjadi kerusuhan di Dobo Kecamatan Pulau Aru, maluku Tenggara, pada tanggal 14 Januari 1999. Dalam kerusuhan itu korban tewas delapan orang. Penyerangan oleh sekelompok orang Kristen itu bukanlah yang pertama kalinya. Satu bulan sebelum kerusuhan itu terjadi kerusuhan kecil di tempat yang sama.
Ketika hari raya Idul Fitri 19 Januari 1999 terjadi kerusuhan lagi di Dobo, sesudah umat Islam melaksanakan ibadah sholat Ied. Ada sekitar 14 orang yang terbunuh. Diantaranya 10 orang kristen. Rumah sebanyak 55 orang terbakar.
Ketiga kejadian di atas merupakan peristiwa yang sudah direncanakan sebelumnya untuk mewujudkan tujuan utama yaitu mebantai seluruh umat Muslim di Ambon ketika hari raya Idul Fitri. Kerusuhan yang terjadi di Dobo merupakan kejadian awal yang memicu kerusuhan di Ambon. Banyak sekali anggota TNI yang dikirim ke daerah Doobo sampai-sampai kekuatan TNI yang berada di Ambon berkurang. Anggota sisa TNI tidak bisa berbuat apa-apa di Ambon pada saat 19 dan 20 Januari, sebelum adanya bantuan TNI dari daerah lain datang. Ditambah di Dobo ketika Idul Fitri terjadi kericuhan yang lumayan besar.