Altruisme: Tindakan Membantu Orang Lain Tanpa Mengharapkan Balasan

Altruisme adalah kualitas yang dimiliki oleh orang yang fokusnya ada pada selain dirinya. Altruisme berasal dari kata Perancis, autrui, yang berarti “orang lain.”

Altruisme terjadi saat kita bertindak untuk membantu kesejahteraan orang lain, walau berisiko atau mengorbankan diri kita sendiri. Dalam artikel ini, kita akan membahas manfaat dari altruisme dan cara memupuk sifat ini. Selain itu, altruisme juga memiliki dampak negatif jika dilakukan secara tidak tepat, yang akan dibahas di bagian akhir artikel ini.

Banyak orang yang percaya kalau manusia itu self centered, lebih tertarik pada dirinya sendiri., namun beberapa penelitian menunjukkan sebaliknya.

Ada penelitian yang menunjukkan bahwa reaksi pertama orang-orang adalah bekerja sama bukannya berkompetisi. Ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa balita secara spontan membantu orang yang membutuhkan murni karena peduli atas masalah orang lain. Bahkan simpanse juga menunjukkan altruisme.

Darwin berpendapat bahwa altruisme, yang dia sebut “simpati,” adalah “bagian yang esensial dari insting sosial.”

Pendapat Darwin ini didukung oleh penelitian neurosains baru-baru ini. saat seseorang bertindak altruistis, otaknya mengaktifkan bagian yang menandakan kepuasan dan penghargaan. Mirip dengan saat dia makan cokelat (atau melakukan hubungan seks).

Namun, ini bukan berarti manusia itu lebih altruistis daripada egois. Kita punya kecenderungan kuat untuk bertindak ke kedua sisi tersebut.

Mengapa Melakukan Altruisme?

Orang baik biasanya kalah? Ternyata tidak.

Semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa mempraktikkan altruisme bisa membuat seseorang maju, baik secara emosional, fisik, finansial, bahkan sampai percintaan. Altruisme jug apenting untuk membuat masyarakat yang sehat dan aman, selain tentunya baik untuk peradaban secara keseluruhan.

Berikut ini beberapa manfaat dari tindakan altruisme:

  • Altruisme membuat kita bahagia: peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang-orang medapatkan kenaikan tingkat kebahagiaan setelah melakukan kebaikan untuk orang lain. Altruisme berupa memberi pada orang lain membuat kita lebih bahagia daripada menghabiskan uang untuk diri kita sendiri. Perasaan bahagia yang muncul ini tampak di otak kita: bersedekah mengaktifkan bagian otak yang berhubungan dengan kepuasan, hubungan sosial, dan kepercayaan. Altruisme juga bisa memicu pelepasan endorpin di otak, membuat kita “sakau menolong.”
  • Altruisme membuatmu lebih kaya secara finansial: penelitian menunjukkan altruisme menghasilkan manfaat finansial yang tak terduga karena orang lain akan terdorong untuk membalas kebaikan. Penelitian lain menunjukkan bahwa mendonasikan uang membuat perusahaan lebih maju.
  • Altruisme bagus untuk kesehatanmu: orang yang menjadi relawan mengalami lebih sedikit sakit dan nyeri, tubuhnya lebih sehat, dan mengalami lebih sedikit depresi. Orang tua yang menjadi relawan atau membantu temannya secara rutin lebih sehat menjalani kesehariannya. Peneliti Stephen Post melaporkan bahwa altruisme meningkatkan kesehatan orang-orang yang menderita penyakit kronis seperti HIV.
  • Altruisme membantumu untuk mendapatkan pujaan hatimu: peneliti David Buss mensurvei lebih dari 10 ribu orang dari berbagai negara, ia menemukan bahwa kebaikan adalah kriteria terpenting yang harus ada pada pasangan. Ia juga menemukan bahwa kebaikan adalah satu-satunya syarat universal untuk menjadi pasangan di budaya mana pun.
  • Altruisme melawan adiksi: orang kecanduan yang membantu orang lain, walau sekecil apa pun, bisa meningkatkan kesempatan untuk tetap sadar dan tidak sakau. Ini terjadi baik pada orang dewasa maupun remaja.
  • Altruisme menghubungkan silaturahim: saat kita memberi kepada orang lain, mereka merasa lebih dekat dengan kita, kita pun merasa lebih dekat dengan mereka. Dalam buku The How of Happiness, Sonja Lyubomirski menuliskan bahwa, “Menjadi baik dan dermawan membuatmu menganggap orang lain secara lebih positif dan lebih dermawan.” Psikolog positif ini juga menuliskan bahwa hal ini “meningkatkan perasaan saling bergantung dan kerja sama di masyarakat.”
  • Altruisme baik untuk pendidikan: program belajar lewat melayani meningkatkan prestasi akademis dan membuat siswa lebih nyaman berada di sekolah. Dalam program ini, siswa melengkapi pembelajaran di kelas dengan pengabdian masyarakat di lapangan. Saat siswa terlibat dalam “pembelajaran kooperatif,” yakni pembelajaran yang membuat siswa harus bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan proyek, siswa menjadi memiliki hubungan yang lebih positif, kesehatan psikologis yang lebih baik, dan lebih jarang melakukan bullying.
  • Altruisme itu menular: saat kita memberi, kita tidak hanya menolong orang yang kita beri. Saat kita memberi, ada efek sedekah berantai yang muncul di masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh James Fowler dan Nicholas Christakis menunjukkan bahwa altruisme bisa menyebar sampai tiga tingkat, dari satu orang ke orang lain ke orang lain ke orang lain. “Sebagai hasilnya,” tulis meeka, “tiap orang dalam jaringan bisa memengaruhi puluhan bahkan sampai ratusan orang, sebagiannya belum dia kenal dan belum pernah dia temui.

Bagaimana Cara Melatih Altruisme?

Anak-anak berperilaku altruistis bahkan sebelum bisa berbicara. Namun seringkali, kita tidak melatih diri kita untuk memberi kepada orang lain.

Berikut ini beberapa cara untuk  melatih insting altruisme dalam diri kita. Cara-cara ini juga dapat kita terapkan untuk memotivasi altruisme dalam diri orang lain.

  • Terhubung: merasa terhubung dengan orang lain membuat kita lebih altruistis. Bahkan hanya dengan membaca kata-kata seperti “masyarakat” dan “hubungan” membuat kita lebih altruistis. Ada penelitian yang bereksperimen memperlihatkan foto berlatar belakang boneka yang saling berhadapan pada balita. Hasilnya, balita-balita ini tiga kali lebih cenderung membantu orang lain daripada saat dua boneka tersebut saling memunggungi.
  • Sentuh orang lain secara personal: kita menjadi lebih altruistis saat kita melihat orang lain sebagai individu, bukan sekadar statistik. Kalau kamu ingin mendorong orang lain untuk membantu orang yang membutuhkan, ceritakan detail satu orang saja yang memiliki masalah. Orang-orang menjadi lebih altruistis saat secara personal merasa bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Orang di pinggir jalan akan langsung membantu kalau disebut, “Hei kamu, yang berbaju merah, bisakah kamu menolongku?” daripada saat hanya mendengar orang teriak minta tolong.
  • Cari kesamaan dengan orang lain: kesamaan dengan orang lain bisa memotivasi orang lain untuk berbuat baik, bahkan hanya dengan sesederhana menyukai olah raga yang sama atau menjadi fans dari klub yang sama.
  • Berterima kasih: saat seorang pelayan restoran menuliskan “terima kasih” di tagihan yang ia berikan, tip yang ia dapatkan dari pelanggan naik sampai 11%.
  • Memimpin dengan contoh: orang yang konsisten menunjukkan altruisme membuat orang lain mau mengikutinya. Bahkan sekadar membaca kisah kebaikan seseorang membuat kita lebih dermawan. Anak-anak yang altruistis memiliki orang tua yang mencontohkan perilaku senang menolong dan menekankan nilai-nilai altruistis.
  • Perbaiki suasana hati orang lain: merasa bahagia membuat seseorang lebih dermawan. Terlebih lagi menjadi dermawan membuat orang lebih bahagia. Ada lingkaran positif di sini, kedermawanan menciptakan kebahagiaan, lalu kebahagiaan itu menciptakan kedermawanan yang lebih besar lagi, dan seterusnya. Peneliti Lara Aknin menyebutkan altruisme ini bisa membantu organisasi sosial, “Mengingatkan donatur tentang donasinya yang lalu bisa membuatnya bahagia. Merasakan kebahagiaan ini bisa membuat donatur bersedekah lebih besar lagi.”
  • Dorong kolaborasi dan tekankan tujuan bersama: saat anak-anak harus mengerjakan tugas bersama-sama, mereka akan lebih terdorong untuk membagi hasilnya secara adil. Saat siswa ikut serta dalam “pembelajaran kooperatif,” mereka menunjukkan lebih banyak kebaikan kepada teman-teman sekelasnya.
  • Hargai perbuatan baik, namun bukan dengan hadiah: seseorang akan menjadi lebih altruistis saat orang lain tahu akan perbuatan baiknya. Mungkin karena kita mengasumsikan kebaikan kita akan terbalaskan kelak. Namun menunjukkan terlalu banyak penghargaan bisa berdampak buruk. Anak kecil yang mendapat imbalan materi untuk kebaikannya justru semakin enggan menolong nantinya.
  • Jangan terlalu sibuk: dalam penelitian yang dilakukan oleh Daniel Batson dan John Darley, saat orang-orang melihat yang kesusahan di pinggir jalan, keputusan untuk membantu hanya tergantung oleh satu faktor saja: apakah mereka sedang terlambat atau tidak. Orang-orang menjadi altruistis hanya saat mereka punya cukup waktu. Oleh karena itulah, jangan sok sibuk dan hidup lebih perlahan.
  • Bangun masyarakat yang saling mendukung: masyarakat yang lebih mendukung anak-anak, seperti memberikan aktivitas di luar sekolah dan kegiatan keagamaan, membuat anak-anaknya tumbuh menjadi remaja yang lebih altruistis. Sejahtera tidaknya masyarakat tersebut tidak berpengaruh sama sekali.
  • Lawan ketidakadilan: saat seseorang merasa statusnya direndahkan, kedermawanannya berkurang. Mungkin itu yang menyebabkan sebagian orang kaya justru malah lebih pelit jika berada di lingkungan yang penduduknya lebih kaya dari mereka. Namun saat orang kaya merasa statusnya diakui, dia akan menjadi lebih dermawan.

Efek Negatif dari Altruisme: Altruisme Patologis

Umumnya, peduli pada orang lain itu berdampak positif. Namun, ada beberapa situasi yang membuat altruisme menjadi negatif.

Salah satunya adalah altruisme patologis, yakni kondisi yang membuat perhatian kepada orang lain justru merugikan orang lain atau diri sendiri.

Sebagai masyarakat, kita memberikan penghargaan khusus bagi orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk orang lain. Namun, terlalu banyak mengorbankan diri sendiri bisa membuat kita sulit untuk membantu orang yang benar-benar membutuhkan.

Bayangkan perawat yang bekerja 18 jam sehari karena peduli pada pasiennya. Kalau ada kondisi darurat, bisa jadi perawat ini tidak bisa bekerja optimal karena kurang tidur.

Perawat ini tentu berdedikasi dalam bekerja. Namun kepedulian pada salah satu pasien bisa membahayakan pasien lainnya.

Salah satu aspek negatif dari altruisme adalah sindrom burnout. Sindrom ini terjadi saat membantu orang yang sakit menjadi seperti tak ada habisnya dan berantakan. Sindrom burnout membuat banyak perawat berhenti bekerja.

Altruisme  adalah tindakan yang harus dipupuk, baik pada diri sendiri maupun di masyarakat. Dengan saling berbagi dalam berbuat kebaikan, sikap altruisme ini akan terjaga.