Air mata Ani membasahi pipi, dia tak menyangka Budi memutuskan hubungan mereka hanya karena masalah sepele; Ani tidak mengklik ikon love (like) di Instagram dan Facebook Budi. Si Cowok merasa Ani tidak cinta lagi padanya, Ani dianggap telah lalai, tidak perhatian, mengabaikan, dan menelantarkan cinta mereka berdua. Sudah 10 hari Ani tidak ngelove status Budi, kesabaran Budi pun habis. Budi memutuskan hubungan mereka lewat SMS.
“WTH”, Ani bingung dan tak habis pikir kenapa Budi tega meninggalkannya hanya karena ikon love? Ani tidak bisa menjelaskan kepada Budi karena dia telah 10 hari di luar daerah. Sudah 10 hari pula kartu teleponnya dalam masa tenggang dan belum sempat beli pulsa, tidak menemukan tempat wifi gratis, teman-temannya sama bokeknya dengan dia, malang sekali nasib Ani.
Di era internet, media sosial dianggap menunjukkan kepribadian seseorang. Budi menganggap “love” di media sosial sangat penting untuk mengangkat harga dirinya (baca: klout). Semakin banyak “love” yang didapatkan, semakin terkenal dirinya. Apalagi jika yang nge-love adalah sang pujaan hati, hati Budi terasa berbunga-bunga, lebih bersemangat membuat “status” agar dihormati warga sekitar. Tapi ketika pujaan hati tidak nge-love lagi, Budi kecewa, merasa kecil, dan tidak diperhatikan lagi.
Ada yang salah dalam diri Budi ketika mengartikan “love”. Love di media sosial hanyalah sekedar tanda “suka” dan “favorit”, bukan arti harfiah cinta sesungguhnya. “Love” juga bisa didapatkan dari akun yang dikendalikan oleh perangkat lunak tertentu, naif bila mengatakan Ani sudah tak cinta lagi gara-gara tidak nge-love.
Sebuah hubungan tidak bisa ditakar dari seringnya nge-love pasangan di media sosial. Akses media sosial dilakukan melalui jaringan internet (beberapa diantaranya bisa lewat SMS). Kita tidak bisa selalu terhubung dengan internet karena beberapa kendala. Dan yang penting selalu percaya dengan pasangan, lebih baik kehilangan satu “love” di media sosial daripada kehilangan dirinya untuk selama-lamanya.