Bagi setiap anak perempuan, ayahnya adalah cinta pertamanya. Perlakuan ayah ke anak perempuannya akan menentukan lelaki macam apa yang akan ia terima saat dewasa nanti.
Ayah perlu memahami kalau anak perempuan mudah merasa tidak aman akan penampilannya. “Aku terlalu gemuk!” “Aku terlalu kurus!” “Hidungku jelek!” Tiap anak perempuan sensitif dengan penampilannya. Apa penyebabnya? Adalah wajar jika perempuan merasa tidak yakin apakah orang lain menerimanya apa adanya, apakah teman-temannya akan tetap menyukainya, apakah ada yang mau dengannya.
Jika ia tidak merasa dicintai oleh ayahnya, kelak anak perempuan ini akan mudah termakan rayuan gombal sembarang pria. Ayah perlu sampaikan tiap hari, “Hai putriku cantik, ayah sayang kamu” sambil menciumnya. Karena anak perempuan butuh ayah yang menerimanya apa adanya dan mengungkapkan perasaan tersebut. Sesering mungkin.
Untuk lebih memahami perasaan tidak aman itu, berikut ini terjemahan bebas dari artikel berjudul When My Daughter Asks If She Looks Fat karya seorang ibu bernama Amanda Ann Klein.
Ketika Anak Gadisku Bertanya, “Aku Gemuk Ya?”
Semalam, anak perempuanku bertanya padaku, “Bunda, kalau aku bertanya, akankah Bunda menjawab dengan jujur?” Lalu ia menurunkan pandangannya, menatap perutnya, dan bertanya dengan suara yang agak gugup, “Aku gendut ya?”
Anakku yang sudah berusia 9 tahun itu mulai terganggu dengan penampilannya. Yang sebenarnya karena tulangnya memang besar.
Namun saya bertanya-tanya akankah anak gadisku ini menghabiskan hidupnya mengkhawatirkan badannya, berharap perutnya jadi rata. Padahal semua perempuan di keluargaku menggemuk saat mulai berumur.
Saya bertanya-tanya, akankah ia jadi seperti saya? Tidak pernah merasa puas dengan penampilan? Akankah ia juga menghindar saat teman-temannya mencoba memfotonya?
Saya bertanya-tanya apakah ia juga melihatku tidak puas dengan penampilan perutku.
Perasaan Insecure Ibu yang Baru Melahirkan
Aku jadi teringat saat baru melahirkan adik laki-lakinya. Waktu itu anak gadisku ini baru berusia 3 tahun. Ia memperhatikan bagaimana aku merasa insecure dengan bentuk tubuhku setelah 2 kali melahirkan.
Saya mencoba untuk tidak meringis ketika anakku ini mencubit gelambir perutku (yang memang wajar ada setelah melahirkan), sambil berteriak, “Mama sekarang gendut!” Matanya tersenyum nakal. Ia penasaran bagaimana aku bereaksi terhadap ejekan gendut yang baru ia ucapkan.
Ingin rasanya aku berteriak, “Jangan sentuh! Tolong anggap lemak itu tak ada!” Tapi mata mungilnya terus menatapku. “Mama sekarang punya bayi,” kataku, “seperti inilah perut setiap wanita setelah melahirkan.”
Jawaban ini cukup terdengar positif, pikirku. Namun pada saat yang bersamaan, saya merasa harus tambah lagi porsi ngegym.
Kebimbangan meyakinkan anak perempuan kalau ia sudah cantik
Jawaban apa yang akan kau berikan kalau anak perempuanmu bertanya, “Apakah aku gendut?” Menjawab “Tidak!” tidak akan menyelesaikan masalahnya karena itu berarti mengakui kalau kekhawatirannya ini memang valid.
Anak perempuanku ini sebenarnya tahu kalau dia tidak gemuk. Aku tahu kalau apa yang ia harapkan padaku sebenarnya adalah ada orang yang meyakinkan kalau dia itu sebenarnya kurus.
Kupikir ia ingin aku mengatakan padanya kalau tubuhnya ini memenuhi proporsi tubuh wanita yang ideal sesuai anggapan masyarakat. Ia ingin supaya aku memberitahunya kalau tubuhnya itu cukup ideal. Ia ingin ibunya ini mengatakan kalau dirinya layak dicintai walau perutnya, seperti yang ia katakan semalam, “terlalu besar.”
Aku ingin memberitahunya kalau ia layak dicintai, tak peduli bentuk dan ukuran tubuhnya seperti apa. Aku juga ingin menambahkan walau ia akan terus layak dicintai, dunia akan membisikkan kebalikannya.
Setiap gambar wanita yang ia lihat—di televisi, di majalah, mainan barbie-nya, dan juga di buku-buku cerita—akan memaksa nuraninya untuk mengatakan, “Harus kurus! Lebih kurus lagi! Lebih kurus lagi!”
Ingin rasanya kuungkapkan kalau pertarungannya baru dimulai. Kalau ia akan terus merasa insecure. Tekanan itu akan muncul dari berbagai penjuru dan tak akan ada akhirnya. Tapi tak tega aku mengatakannya. Aku tidak yakin kalau ia sudah siap menghadapinya.
Akhirnya, aku putuskan untuk memandang perutnya dan mengatakan satu-satunya kalimat yang bisa ia pahami. Ini sudah Minggu malam, masih ada banyak cucian, dan aku sudah lelah.
Sambil menghela nafas kubilang padanya, “Tidak sayangku, kamu ngga gemuk.” Dan dia pun tersenyum.
Setiap anak membutuhkan ayah untuk hadir dalam hidupnya, apalagi anak perempuan. Inilah salah satu tugas ayah sebagai kepala keluarga.
Ngomong-ngomong, bukan hanya anak perempuan Ayah saja lho yang merasa seperti ini. Istri Ayah juga bertanya-tanya, “Apakah suami saya masih mencintai saya? Masihkah saya terlihat cantik… baginya?”
Jadi, sudahkah Ayah mencium anak dan istri sambil mengatakan, “Hai Cantik, aku sayang kamu” hari ini?