Inilah Bahaya Minum Antibiotik Tanpa Resep Dokter

Inilah Bahaya Minum Terlalu Banyak Antiobiotik

Tom berusia 70 tahun saat dia terkena infeksi ginjal terakhirnya, dia dibawa ke rumah sakit terdekat. Bertahun-tahun perang melawan sakit ginjal telah melemahkan sistem imunnya. Infeksi ginjal ini tumbuh sangat cepat.

Tak ada yang tahu kalau kumpulan bakteri staph sudah menyerang sampai Tom dilarikan ke ICU. Dokter di rumah sakit sudah melarang penggunaan antibiotik terkuatnya dan mengisolasi pasien terparah. Personil kesehatan sudah diinstruksikan berulang kali untuk bekerja sehigienis mungkin.

Namun bakteri staph (Staphylococcus aureus) yang menyerang Tom bukanlah mikroba yang biasa. Bakteri ini sudah resisten terhadap obat, bahkan sampai mampu bertahan melawan vancomcyn, antibiotik paling kuat.

Tanpa perlindungan dari obat, sistem imunnya kewalahan melawan bakteri. Akhirnya Tom meninggal.

Kasus Tom di atas adalah kisah nyata di Amerika Serikat. Diberitakan oleh majalah medis Health Scout News pada 11 Oktober 2002. Kisah Tom tersebut merupakan satu kasus yang mencerminkan kondisi saat ini: terlalu  banyak mengonsumsi antibiotik justru berbahaya bagi kesehatan kita.

Bahaya overkonsumsi antibiotik ada di mana-mana

fakta antibiotikPada tahun 2001, infeksi yang terjadi di rumah sakit menjadi penyebab kematian nomor 4 di Amerika Serikat. Infeksi ini termasuk disebabkan oleh staph yang resisten terhadap antibiotik.

Infeksi lainnya disebabkan oleh strep, termasuk strep mutan yang bisa menjadi bakteri pemakan daging.

Masalah ini ada di berbagai belahan dunia lainnya dan terus meningkat.

  • Di Thailand, Campylobacter (yang menyebabkan gejala gastrointestinal akut) sudah teruji klinis mampu diatasi dengan antibiotik ciproflaxin pada tahun 1991. Hanya 4 tahun kemudian, 84% sampel bakteri ini sudah kebal terhadap obat.
  • Di Islandia, strep yang resisten terhadap penisilin (bakteri yang bisa menyebabkan pneumonia dan meningitis) meningkat sebesar 8 kali hanya dalam 3 tahun. Pada tahun 1989, hanya 2% sampel yang resisten. Pada tahun 1992, sudah 17% sampel yang resisten terhadap antibiotik.
  • Di Belanda, H. Pylory yang resisten terhadap obat (bakteri yang bisa menyebabkan maag dan kanker perut) meningkat 4 kali dari hanya 7% pada 1993 menjadi 32% pada 1996.
  • Di Amerika Serikat, pada tahun 1987, CDC (pusat penelitian penyakit) tidak menemukan sama sekali bakteri yang resisten terhadap obat dari 6700 sampel lab. Pada tahun 1992, ada 1% sampel yang resisten terhadap obat. Pada tahun 1994, sudah ada 3% bakteri yang benar-benar resisten terhadap obat. Sekarang sudah dilaporkan ada ada hampir 300 ribu kasus infeksi yang resisten terhadap obat setiap tahunnya, dari sekitar 2 juta infeksi di rumah sakit.

Apakah kita memang terlalu banyak menggunakan antibiotik?

antibiotik 2Jumlah antibiotik yang kita gunakan itu ternyata mencengangkan

  • Lebih dari 17 juta ton penisilin diproduksi dan dikonsumsi di seluruh dunia setiap tahunnya. Itu baru antibiotik jenis penisilin
  • Lebih dari 40 juta pon obat antibakteri diproduksi di Amerika Serikat pada tahun 1994. 40% obat itu digunakan untuk industri ternak.

Semua obat itu dibuat untuk digunakan. Pada tahun 1996, dokter di Amerika menuliskan 133 juta resep obat antibiotik. Dari jumlah tersebut, 12 juta diresepkan untuk infeksi pernapasan. Sementara itu, sebagian besar infeksi itu sebenarnya disebabkan oleh virus (penyakit demam, flu, dan bronkhitis).

Antibiotik tak berpengaruh terhadap virus dan hnaya digunakan untuk mencegah infeksi sampingan dari bakteri. Sekarang lembaga Centers for Disease Control mengembangkan panduan baru dalam penggunaan antibiotik. Penelitian-penelitian menyarankan resep antibiotik sebaiknya dikurangi oleh dokter.

Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Saya sendiri belum punya datanya. Namun masalah penggunaan antibiotik secara berlebihan ini bukan hanya ada pada dokter, pasien juga mengambil peran.

Pasien-pasien terkadang menekan dokternya untuk meresepkan antibiotik agar bisa cepat kembali bekerja. Pasien merasa perlu solusi instan. Tiap orang punya peran tersendiri yang menyebabkan ancaman infeksi yang resisten terhadap antibiotik ini semakin tinggi. Cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah mencegahnya seperti yang dituliskan dalam artikel berikut ini.