Ebiet G. Ade adalah seorang penyanyi dan penulis lagu yang dikenal dengan lagu-lagu bertema alam dan duka derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-genre balada, pada awal kariernya, ia memotret suasana kehidupan Indonesia pada akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Sentuhan musiknya sempat mendorong pembaruan pada dunia musik pop Indonesia.
Semua lagu ia tulis sendiri, ia tidak pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Surat dari Desa yang ditulis oleh Oding Arnaldi dan Mengarungi Keberkahan Tuhan yang ditulis bersama dengan mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Kisah lengkap musisi ini terangkum di bawah ini.
Kisah di balik nama Ebiet G. Ade
Pria kelahiran 21 April 1954 di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah ini memiliki nama asli Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far. Ia adalah anak bungsu dari 6 bersaudara yang masuk PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara setelah lulus SD. Namun, ia tidak betah lalu pindah ke SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammaddiyah 1 Yogyakarta. Saat SMA inilah ia mendapat nama baru. Ia mengikuti kursus bahasa Inggris dengan orang asing sebagai gurunya. Orang asing ini biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena dalam bahasa Inggris huruf A dibaca E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaos merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-temannya. Nama ayahnya, Aboe Dja’far, digunakan sebagai nama belakang dengan disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade.
Ebiet berkawan dengan seniman Yogyakarta
Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan seniman muda Yogyakart pada tahun 1971. Lingkungan inilah yang kemudian membentuknya menjadi musisi. Motivasi terbesar yang membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis). Mereka sering berkumpul di Malioboro.
Empat sekawan ini kemudian berpisah selama lebih dari 30 tahun lantaran menjalani kehidupan masing-masing, Mereka baru dipertemukan kembali dalam sebuah acara Reuni 4E yang diselenggarakan oleh CressinDo Press di Taman Budaya Tegal pada 6 April 2013 lalu, bersamaan dengan peluncuran buku kumpulan cerpen karya Eko Tunas.
Ebiet lebih senang disebut penyair daripada penyanyi
Ebiet G. Ade lebih suka disebut penyair karena latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan. Ia pandai membuat puisi namun tidak mahir dalam mendeklamasikan puisi. Akhirnya ia mencari cara agar tetap bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Beberapa puisi Emha juga sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Hingga akhirnya ia berhasil masuk dapur rekaman.
Karir Ebiet di belantika musik Indonesia berawal dari hobi
Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu belajar gitar di Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta, dan juga di Jawa Tengah, memusikalisasikan puisi-puisi karya Emyli Dickinson ,Nobody, dan mendapat tanggapan positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih menganggap kegiataannya ini sebagai hobi belaka. Namun atas dorongan para sahabat dekatnya dari Persada Studi Klub yang didirikan oleh Umbu Landu Paranggi dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet bersedia juga maju ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak di berbagai perusahaan rekam, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 1979.
Rekaman lagu di Jakarta, Filipina, hingga Amerika
Ebiet yang semula enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton, berangkat ke Jakarta untuk memulai rekaman. Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang lebih baik, yakni album Camelia III. Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol Records, Amerika Serikat untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo Zakaria sebagai rekan yang membantu musiknya.
Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasanah musik pop Indonesia. Ebiet sempat merajai dunia musik pop Indonesia di kisaran tahun 1979-1983. Sekitar 7 tahun Ebiet mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, perusahaan rekam yang melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat mendirikan perusahaan rekam sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring Matahari, Sketsa Rembulan, dan Seraut Wajah.
Daftar Karya populer Ebiet G. Ade tahun 70-80an
Sebagian besar lagu Ebiet G. Ade didasarkan tentang bencana. Di bulan Juni 1978, ia menulis ” Berita Kepada Kawan ” setelah bencana gas beracun di Dataran Tinggi Dieng. Pada tahun 1981, ia menulis ” Sebuah Tragedi 1981 ” mengenai tenggelamnya KMP Tampomas II di Kepulauan Masalembu. Setelah letusan Gunung Galunggung pada 1982, ia menulis ” Untuk Kita Renungkan “. Lagu ” Masih Ada Waktu ” juga didasarkan saat kejadian kecelakaan kereta api Bintaro.
Ebiet dan Keluarga
4 Februari 1982, Ebiet menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih dikenal sebagai Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto)pada tanggal, ia dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan yaitu Abietyasakti Ksatria Kinasih (Abie), Aderaprabu Lantip Trengginas (Dera), Byatriasa Pakarti Linuwih (Yayas), dan Segara Banyu Bening (Dega).
Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Anak sulung Ebiet, Abie juga memiliki bakat musik, dan sering mewakili Ebiet dalam mengecek sound system menjelang ayahnya manggung. Anak keduanya pun sudah merambah ke dunia musik, dan dikenal dengan nama panggug Adera.
Daftar karya populer Ebiet G. Ade tahun 1995-2007
Pada tahun 1990, Ebiet yang “gelisah” dengan Indonesia, akhirnya memilih “bertapa” dari hingar bingar indutri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada tahun 1995 ia mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian Antono, Billy J. Budiardjo (alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan Cinta Sebening Embun (didukung oleh Adi Adrian dari KLa Project). Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang (didukung oleh Purwacaraka dan Embong Raharjo). Dua tahun berikutnya ia mengeluarkan album Gamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang dengan musik gamelan oleh Rizal Mantovani. Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan album Balada Sinetron Cinta dan tahun 2001 ia mengeluarkan album Bahasa Langit, yang didukung oleh Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati. Setelah album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan.
Ebiet adalah salah satu penyanyi yang mendukung album Kita Untuk Mereka, sebuah album yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004, bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang seorang penyanyi spesialis tragedi, terbukti lagu-lagunya sering menjadi tema bencana.
Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th Anniversary (didukung oleh Anto Hoed), setelah 5 tahun absen rekaman. Album itu sendiri adalah peringatan buat ulang tahun pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen lama.
Diskografi
Tidak seluruh album yang dikeluarkan Ebiet G. Ade berisi lagu baru. Pada tahun-tahun terakhir, ia sering mengeluarkan rilis ulang lagu-lagu lamanya, baik dengan aransemen asli maupun dengan aransemen ulang. Dan pada tahun-tahun terakhir Ebiet banyak memilih berkolaborasi dengan musisi-musisi berbakat.
Jumlah album kompilasinya yang dikeluarkan melebihi album studionya. Sejauh ini terdapat sedikitnya 25 album kompilasinya yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan rekam.
Album studio
- Camellia I (1979)
- Camellia II (1979)
- Camellia III (1980)
- Camellia 4 (1980)
- Langkah Berikutnya (1982)
- Tokoh-Tokoh (1982)
- 1984 (1984)
- Zaman (1985)
- Isyu!(1986)
- Menjaring Matahari (1987)
- Sketsa Rembulan Emas (1988)
- Seraut Wajah (1990)
- Kupu-Kupu Kertas (1995)
- Cinta Sebening Embun (1995)
- Aku Ingin Pulang (1996)
- Gamelan (1998)
- Balada Sinetron Cinta (2000)
- Bahasa Langit (2001)
- In Love: 25th Anniversary (2007)
- Masih Ada Waktu (2008)
- Tembang Country 2 (2009)
- Serenade (2013)
Kompilasi
- Lagu-Lagu Terbaik I Ebiet G. Ade (1987)
- Lagu-Lagu Terbaik II Ebiet G. Ade (1987)
- Lagu-Lagu Terbaik III Ebiet G. Ade (1987)
- Lagu-Lagu Terbaik IV Ebiet G. Ade (1987)
- 20 Lagu Terpopuler Ebiet G. Ade (1988)
- Perjalanan Vol. I (1988)
- Perjalanan Vol. II (1988)
- Seleksi Album Emas (1990)
- Seleksi Album Emas II (1994)
- 16 Lagu Puisi Cinta Ebiet G. Ade (1995)
- Kumpulan Lagu-Lagu Religius (1996)
- Hidupku MilikMu – Kumpulan Lagu-Lagu Religius Vol. II (1996)
- 21 Tembang Puisi Dan Kehidupan (1996)
- 20 Lagu Terpopuler (1997)
- Lagu-Lagu Terbaik (1997)
- Renungan Reformasi (1997)
- 16 Koleksi Terlengkap Ebiet G. Ade (1997)
- 12 Lagu Terbaik Ebiet G. Ade (1979-1986; 1997)
- 12 Lagu Terbaik Ebiet G. Ade Volume II (1979-1986; 1997)
- Ilham Seni (1998)
- Best of the Best (1999)
- Akustik (2001)
- Balada Country (2002)
- M. Nasir vs Ebiet G. Ade – Penyair Nusantara (2002)
- Nyanyian Cinta (2003)
- Tembang Renungan Hati (2003)
- Tembang Slow (2004)
- Kumpulan Lagu-Lagu Terbaik (2004)
- 22 Lagu Hits Sepanjang Masa (2005)
- Yogyakarta (2006)
- Tembang Cantik (2006)
Lagu dari Album lain
- Untuk Anakku Tercinta (1982) dalam album “ASEAN Pop Song Festival ke 2”.
- Surat Dari Desa (1987) dalam album “Lomba Cipta Lagu Pembangunan 1987” ditulis oleh Oding Arnaldi.
- Berita kepada Kawan (1995; versi duet dengan M.Nasir)
- Mengarungi Keberkahan Tuhan (2007; ditulis bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dalam album “Rinduku Padamu”.
Penghargaan yang pernah diterima Ebiet G. Ade
Ebiet G. Ade telah menerima sejumlah penghargaan, antara lain:
- 18 Golden dan Platinum Record dari Jackson Record dan label lainnya dari album Camellia I hingga Isyu!
- Biduan Pop Kesayangan PUSPEN ABRI (1979-1984)
- Pencipta Lagu Kesayangan Angket Musica Indonesia (1980-1985)
- Penghargaan Diskotek Indonesia (1981)
- 10 Lagu Terbaik ASIRI (1980-1981)
- Penghargaan Lomba Cipta Lagu Pembangunan (1987)
- Penyanyi kesayangan Siaran Radio ABRI (1989-1992)
- BASF Awards (1984-1988)
- Penyanyi solo dan balada terbaik Anugerah Musik Indonesia (1997)
- Lagu Terbaik AMI Sharp Award (2000)
- Planet Muzik Awards dari Singapura (2002)
- Penghargaan Lingkungan Hidup (2005)
- Duta Lingkungan Hidup (2006)
- Penghargaan Peduli Award Forum Indonesia Muda (2006)
- Sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga independen.