Jendral Soedirman adalah seorang pahlawan yang menginspirasi banyak generasi penerus Indonesia sampai detik ini. Semangatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tak perlu dipertanyakan lagi.
Hampir-hampir tak ada lagi yang bisa menghalanginya untuk turun tangan berjuang dari satu perang ke perang yang lainnya. Tak juga penyakit tuberculosis akut yang merenggut satu paru-parunya.
Tak ada apa-apanya dengan anak muda zaman sekarang yang menjadikan sakit kepala sebagai alasan untuk tidak ikut upacara pengibaran bendera pada hari ulang tahun bangsa Indonesia.
Berikut ini profil singkat kehidupan Jendral Soedirman yang akan membuatmu malu dan bertanya apa yang sudah kamu lakukan untuk bangsa Indonesia.
Dilahirkan dari Keluarga Terpandang
Jendral Soedirman dilahitkan di Purbalingga pada 24 Januari 1916 tepatnya di Dukuh Rembang. Beliau memiliki ayah bernama Karsid Kartowirodji dan ibu bernama Siyem.
Karsid Kartowirodji adalah pekerja di Pabrik Gula Kalibogor, Banyumas. Sedangkan ibunya merupakan keturunan Wedana Rembang.
Namun Soedirman dirawat oleh pamannya bernama Raden Tjokrosoenarjo dan istrinya Toeridowati.
Besar pada Lingkungan yang Islami
Soedirman pernah merasakan didikan dari Taman Siswa. Kemudian melanjutkan pendidikan keguruan yang bernama HIK.
Namun hanya berlangsung selama satu tahun. Soedirman pernah menjadi guru HIS Muhammadyah di Cilacap dan aktif pada kepanduan Hizbul Wathan.
Kiprah Perjuangan Sebelum Merdeka
Pada masa pendudukan Jepang, Soedirman mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Setelah tamat, Soedirman menjadi komandan Batalyon di Kroya.
Pernah suatu ketika Soedirman memprotes perlakuan tentara Jepang yang bersikap terlalu keras terhadap anak buahnya. Sikap tegas ini membuatnya hampir di bunuh oleh tentara Jepang.
Kiprah Soedirman Setelah Kemerdekaan
Pada suatu pertempuran melawan tentara Jepang, Soedirman dan pasukannya berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Inilah jasa pertama Soedirman setelah kemerdekaan.
Kemudian terbentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Soedirman diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel.
Melalui konferensi TKR pada tanggal 2 Nopember 1945, Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
Pada 18 Desember 1945 beliau mendapatkan pangkat Jenderal melalui pelantikan presiden. Soedirman mendapatkan gelar jenderal bukan melalui jalur pendidikan Akademi Militer, namun karena prestasi dan kiprahnya mempertahankan keamanan Indonesia.
Tentara sekutu kembali datang ke Indonesia untuk melucuti senjata tentara Jepang. Namun lagi-lagi Tentara Belanda memanfaatkan kondisi ini. Desember 1945 Soedirman kembali memimpin pertempuran melawan Inggris di Ambarawa.
Pada 12 Desember 1945 dilakukan serangan serentak terhadap semua pasukan Inggris. Pertempuran sengit selama 5 hari ini berhasil memukul mundur pasukan Inggris sampai ke Semarang.
Pada saat Agresi Militer II Belanda dilancarkan, Soedirman dalam keadaan lemah harus ditandu untuk memimpin perang. Beliau harus hidup hanya dengan satu paru-parunya yang berfungsi.
Kondisi Agresi Militer II cukup genting. Yogyakarta sebagai ibu kota Indonesia telah dikuasai oleh Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta juga ditawan oleh Belanda.
Soedirman ditandu oleh anak buahnya untuk memimpin perang gerilya. Beliau terus-terusan mengobarkan semangat anak buahnya untuk berjuang melawan bangsa penjajah demi kemerdekaan Indonesia.
Pada 29 Januari 1950 panglima besar bangsa ini wafat dalam usia relatif muda yaitu 34 tahun. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Soedirman adalah panglima sekaligus jendral pertama dan termuda di Republik Indonesia. Soedirman memiliki keprbadian yang teguh pada prinsip dan keyakinan yang ia junjung tinggi.
Beliau selalu mengutamakan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan pribadinya.