Siang itu cukup panas, sebuah mobil keluarga melaju di jalan raya. Kaca mobil penumpangnya perlahan turun. Sesosok tangan yang memegang sampah plastik, menjulur keluar. Tangan itu melepas sampah sembari mobilnya terus melaju. “Nanti juga ada yang membereskan sampahnya,” mungkin begitu yang terlintas dalam pikiran orang dalam mobil itu.
Pemandangan seperti itu sering kita temukan. Penduduk kota besar yang berpendidikan atau penumpang didalam mobil mewah pun tidak menjadi jaminan bahwa ia akan peduli terhadap kebersihan fasilitas umum. “Kebersihan kota itu masalah orang lain, masalah petugas kebersihan, masalah pemerintah, atau masalah siapa pun, yang pasti bukan masalah saya,” ini imej yang tertangkap dari perilaku membuang sampah sembarangan.
“Ini masalah mereka, bukan masalah saya.” Kurangnya rasa kepemilikan terhadap lingkungan sekitar membuat orang merasa nyaman-nyaman saja ketika mengotorinya. Melihat banyaknya orang yang membuang sampah sembarangan, kadang terasa sulit bagi negeri ini untuk bisa punya kota yang bersih.
Namun jika kita melihat sejarah, ada daerah-daerah yang penduduknya dulu kurang punya kesadaran akan kebersihan kota. Usaha keras dari masyarakat di daerah tersebut bisa mengubah perilaku seluruh penduduk setempat. Salah satunya adalah Texas. Ada hal yang bisa kita pelajari darinya tentang disiplin kebersihan kota.
Hingga awal tahun 80-an, jalanan Texas terlihat kotor. Banyak sampah berserakan di pinggiran jalan. Pelakunya: pengendara mobil yang melempar sampah ke jalanan. Akibat perilaku seperti ini, pemerintah negara bagian Texas perlu mengeluarkan 25 juta dolar per tahunnya sebagai biaya tambahan kebersihan lingkungan. Biaya tambahan ini meningkat 15% setiap tahunnya. Belum lagi masalah imej Texas yang menjadi buruk karena lingkungannya menjadi kotor. Jelas, masalah ini tak bisa didiamkan begitu saja.
Pemerintah Texas meminta Dan Syrek, peneliti yang mengkhususkan dalam kebiasaan membuang sampah, untuk mengatasi masalah ini. Syrek mengamati adanya tanda “Buanglah Sampah pada Tempatnya” tidak ada gunanya. Usaha pemerintah yang memberi tanda “Buang sampah di sini” pada setiap tempat sampah juga tidak berhasil.
Tanda pengingat buang pada tempat sampah yang biasa digunakan hanya berpengaruh pada masyarakat yang sudah sadar pentingnya kebersihan kota. Orang-orang ini sudah tidak perlu lagi diingatkan, secara otomatis mereka akan buang sampah pada tempatnya. Syrek butuh strategi baru untuk melawan kebiasaan buruk membuang sampah. Strategi untuk memerangi orang-orang yang selama ini terlalu bebal tak mau mengubah kebiasaan buruknya.
Syrek mengumpulkan data pembuang sampah mayoritas di Texas. Hasilnya: sebagian besar adalah pria pengendara mobil berusia 18-35 tahun, sangat suka berolahraga, dan sering mendengarkan musik bergenre country. Para pembuang sampah ini tak suka dikekang dengan aturan. Berkata ‘please jangan buang sampah sembarangan’ tak akan digubris oleh orang-orang ini.
Syrek mengilustrasikan para pembuang sampah ini dengan gambar: pria macho dengan truk pickup. “Inilah targetnya, kita akan beri mereka julukan Bubba. Orang-orang ini adalah tipikal orang yang sangat malas,” kata Syrek,”Kita harus menjelaskan di depan batang hidung mereka bahwa yang mereka lakukan itu merusak kota.”
Strategi terbaik yang Syrek usulkan pada pemerintah Texas adalah meyakinkan para Bubba bahwa orang-orang seperti mereka sudah seharusnya membuang sampah pada tempatnya. Texas meluncurkan perang melawan Bubba. Texas gaungkan jargon “Don’t Mess with Texas”—jangan rusak Texas, jangan buat Texas jadi berantakan.
Kampanye “Don’t Mess with Texas” ini didukung oleh tokoh-tokoh yang dikagumi para Bubba. Dalam salah satu iklan kampanye ini, dua atlet rugby terkenal di Texas, tampak sedang memungut sampah di jalanan sambil menyumpahi orang-orang yang membuang sampah sembarangan (Video bisa dilihat di bawah ini). Dalam iklan yang lain, tampak Willie Nelson berkata, “Mamas, tell all your babies, ‘Don’t mess with Texas.’” [youtube https://www.youtube.com/watch?v=hYp1gc5joQg]
Orang-orang dalam kampanye ini belum tentu dikenal di luar Texas. Tapi orang-orang Texas menganggap mereka sangat Texas. “Urang Texas Asli” kalau kata orang Sunda. Hal ini memberi pesan pada para Bubba bahwa, orang Texas asli buang sampah pada tempatnya, tidak sembarangan.
Kampanye “Don’t mess with Texas” ini berhasil. Dalam satu tahun, sampah yang berserakan berkurang hingga 29 persen. Setelah 5 tahun, sampah di jalanan berkurang 72% dan jumlah kaleng yang berserakan turun hingga 81%. Don’t Mess with Texas menjadi kampanye yang paling sukses di Amerika Serikat. Texas telah menunjukkan bahwa kita bisa menang dalam “perang” melawan orang-orang yang membuang sampah sembarangan.
Perang yang sama harus dilakukan juga di Indonesia agar bangsa ini menjadi semakin beradab. Beberapa kota tampak sudah melakukannya. Contohnya saja Bandung. Walikota Bandung, Ridwan Kamil, mengomandoi Gerakan Pungut Sampah.
Masyarakat dari berbagai kalangan bergerak memungut sampah yang dibuang dengan sembarangan oleh tetangganya sendiri. Masyarakat ini ingin menunjukkan bahwa Urang Bandung Asli menjaga kotanya dari sampah—setidaknya dengan membuang sampah pada tempatnya. Gerakan ini disebarkan lewat berbagai media. Semakin banyak yang berpartisipasi, mendesak orang-orang untuk ikut menjaga kebersihan kota.
Sebuah aksi anti buang sampah sembarangan yang terbilang ‘sangat ekstrem’ juga pernah terekam oleh media di Jakarta beberapa waktu lalu. Ini dilakukan warga Tanjung Duren di Jakarta Barat yang merasa sangat kesal karena banyaknya orang buang sampah sembarangan diwilayah mereka.
http://www.youtube.com/watch?v=grWRZTSTLeA
Meskipun terdengar ekstrem, di balik itu semua rasanya menjadi sebuah hal yang sangat manusiawi jika kita menginginkan lingkungan rumah tinggal, kota, hingga bangsanya dalam keadaan bersih. Memang kamu rela, kalau ada orang buang sampah sembarangan di halaman rumah kamu atau didalam mobil kamu ?
Don’t Mess with Texas butuh waktu hampir 10 tahun hingga akhirnya berhasil membersihkan jalanan kota dari sampah. Begitu juga di Indonesia, pasti akan memakan waktu. Yang perlu kita pastikan adalah sebuah kesadaran bersama agar setiap hari semakin banyak orang yang sadar harus menjaga kebersihan kota dan sekitarnya. Bukan hanya tanggung jawab petugas kebersihan, namun tangung jawab semua orang.