Kumpulan Cerita Motivasi Penggugah Semangat Diri

Cerita Motivasi – Tidak selamanya kita dapat menjalani hidup dengan penuh semangat. Terkadang ada saja situasi dan kondisi tertentu yang membuat semangat dalam diri kita tersebut tiba-tiba menguap. Di saat-saat seperti itulah biasanya kita perlu men-charge ulang diri kita, mengisi kembali tangki-tangki motivasi yang tadinya hampir kosong dengan sedikit energi untuk kembali beraksi.

Salah satu cara mengisi tangki motivasi di dalam diri kita tersebut ialah dengan membaca cerita motivasi yang berisi kisah-kisah inspiratif. Ada banyak kisah inspiratif yang bisa kita baca dari yang berdasarkan kisah nyata seseorang, kisah fiktif, ataupun kisah fabel dengan hewan sebagai tokohnya. Berikut beberapa cerita motivasi yang bisa kita jadikan bahan inspirasi untuk menjalani hari-hari.

Kisah Nelayan Ikan Asal Jepang

cerita motivasi
pixabay.com

Ada sebuah cerita motivasi menarik yang datang dari seorang nelayan di negara Jepang yang ingin tangkapan ikannya dapat terjual masih dalam kondisi segar. Sebagaimana kita tahu, seorang nelayan akan pergi berlayar untuk menangkap ikan ke lautan lepas selama beberapa hari kemudian baru kembali ke darat untuk menjual hasil tangkapannya.

Suatu ketika, seperti biasa para nelayan yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya oleh warga sekitar yang ingin membeli ikan darinya kembali ke darat. Warga yang tidak sabar lalu menyerbu para nelayan tersebut, namun sangat disayangkan hasil tangkapan ikan hari itu kondisinya sudah mati sedangkan warga ingin membeli ikan dalam kondisi segar.

Alhasil penjualan ikan di hari itu tidak laku dan para nelayan berpikir keras bagaimana caranya agar ikan hasil tangkapannya bisa diterima oleh warga. Kemudian mereka mendapat ide yaitu dengan memasukkan ikan-ikan mati tersebut ke dalam freezer. Dengan penuh harapan, para nelayan kembali ke darat dan menawarkan ikan yang di dalam freezer tersebut, tapi warga kembali enggan membeli ikan tersebut dengan alasan ikan sudah mati meskipun sudah dimasukkan ke dalam freezer kondisinya tidak sesegar ketika masih hidup.

Kemudian para nelayan pun mencari cara kembali agar warga mau membeli ikan hasil tangkapan mereka dalam kondisi masih hidup. Didapatkanlah sebuah ide yaitu memasukkan ikan-ikan ke dalam sebuah tong kecil yang diisi air, dengan harapan ikan-ikan akan tetap hidup setelah kembalinya ke darat.

cerita motivasi

Kembali dengan rasa semangat para nelayan berteriak lantang kepada warga, “Hai warga, kali ini aku telah berhasil membawa ikan dalam kondisi masih hidup, apa kalian masih tidak ingin membelinya”. Tapi apa yang terjadi, warga kembali menolak ikan yang masih hidup tersebut dengan alasan “Mana mungkin aku percaya bahwa ikan ini masih segar sedangkan kondisi ikan sudah lemas dan tak bergerak lincah”.

Akhirnya dengan penuh kekecewaan para nelayan kembali melaut sambil terus memikirkan strategi bagaimana cara ikan bisa hidup tapi masih dalam kondisi segar. Lalu seorang nelayan mempunyai gagasan dengan cara memasukkan ikan hiu kecil ke dalam tong yang berisi ikan-ikan hasil tangkapan tersebut.

Apa yang terjadi kali ini ? Warga kemudian menyukai ikan-ikan tersebut karena mereka bergerak lincah kesana-kemari saling berkejar-kejaran dengan anak hiu yang telah dimasukkan agar tidak dimangsa dan dapat mempertahankan hidup.

Kesimpulan

Terkadang dalam kehidupan pun kita memerlukan “ikan hiu kecil” untuk membuat kita terus bergerak karena diam adalah mati. Apa yang membuat kita diam? Ketika kita tidak mempunyai masalah dan berada pada “zona nyaman” yang membuat diri kita terlena dengan segala kenyamanan.

Bukan berarti kita harus mencari masalah dalam hidup, namun kita menjadi cenderung lebih lengah dalam situasi nyaman tersebut, saking nyamannya, sampai-sampai kita seolah seperti “mati” secara perlahan. Lalu apa yang membuat kita hidup terus bergerak dan berkembang seperti layaknya ikan dalam kisah tadi? Jawabannya adalah “masalah”.

Ya, dengan masalah ditambah tekanan dalam hidup yang diberikan oleh Allah swt, ketika itu juga naluri kita bergerak secara otomatis untuk mencari solusi dari masalah itu. Disaat terburuk seperti itu, kita akan mempunyai banyak waktu dan pikiran untuk mengingat Allah dan berdoa kepada-Nya.

Oleh karena itu, kita harus mensyukuri “hiu-hiu kecil” yang hadir dalam hidup kita. Jangan pernah mengeluh karena suatu saat hiu kecil ini akan membawa kita menuju kebahagiaan yang kekal.

Tangis Untuk Adikku

cerita motivasi
scoopwhoop.com

Ini adalah kisahku. Aku dilahirkan di sebuah desa pegunungan yang sangat terpencil. Setiap hari orang tuaku membajak tanah kering kuning dengan punggungmereka menghadap ke langit. Aku mempunya seorang adik, dia tiga tahun lebih muda daripada aku. Dia sangat mencintaiku lebih daripada aku mencintainya.

Suatu ketika aku mengambil uang dari laci ayahku. Aku menggunakannya untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis disekitarku membawanya. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

“Siapa yang mencuri uang itu?” tanya ayah. Aku hanya terpaku ketakutan. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku, dia melanjutkan perkataannya “Baiklah, kalau begitu kalian berdua layak dipukul!”

Tiba tiba adikku mencengkeram tangannya dan berkata “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang ayah menghatam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah sangat marah, terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan kecapekan. “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang. Hal apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu tidak tahu malu!”.

Malamnya aku dan ibu tidur memeluk adikku. Tubuhnya penuh luka, tapi dia tidak menitikkan air mata sama sekali. Dipertengahan malam aku mulai menangis meraung raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata “Kak, jangan menangis lagi. Sekarang semuanya sudah terjadi.”

Ketika adikku kelas 3 SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kota. Pada hari yang sama aku diterima di universitas provinsi. Malam itu, ayah berjongkok dihalaman, menghisap rokok, batang demi batang. “Kedua anak kita memberikan hasil yang bagus, hasil yang memuaskan” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan berkata, “Apa gunanya?  Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Tanpa disangka, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah aku tidak mau melanjutkan sekolah lagi, aku telah cukup membaca buku.”

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku di wajahnya. “Mengapa kamu mempunyai semangat yang lemah? Bahkan jika bapakmu ini harus mengemis dijalanan saya akan menyekolahkan kalian berdua sampai selesai!!”

Kemudian dia mengetuk setiap rumah di desa untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, “Seorang anak laki laki harus meneruskan sekolahnya, kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini,” Aku telah memutuskan untuk tidak meneruskan ke Universitas.

Siapa sangka esoknya, sebelum subuh adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit roti yang sudah mengering. Dia meninggalkan secarik kertas diranjang bertuliskan “Kak, masuk ke universitas tidak mudah, saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang”. Aku menggengam erat kertas itu dan menangis denagan air mata bercucuran hingga suaraku hilang. Ketika itu adikku berumur 17, aku 20 tahun.

Dari uang pinjaman ayah dan yang adikku hasilkan dari mengangkut semen aku akhirnya sampai tahun ketiga. Suatu hari aku sedang belajar di kamarku, tiba tiba temanku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang anak dusun menunggumu diluar sana!”.

Aku berjalan keluar dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku bertanya, “Mengapa kamu tidak bilang kalau kamu adalah adikku?” sambil menahan air mata. Dia tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku, mereka akan menertawakanmu jika tahu aku adikmu.”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dibadan adikku semuanya, tersekat-sekat berkata, “Aku tidak peduli omongan siapapun! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu.”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu, ia memakaikannya kepadaku, dan menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya, jadi saya pikir kamu harus mempunyai satu.”

Aku tidak dapat menahan lebh lama lagi, aku menarik adikku kedalam pelukanku dan menangis, terus menangis. Tahun itu ia berusia 20 tahun, aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti. Rumah kelihatan bersih tidak seperti sebelumnya. Setelah pacarku pulang, aku menari di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adikmu, yang pulang awal, membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu lihat luka ditangannya? Itu terluka karena memasang kaca jendela baru itu.”

Aku masuk ke dalam kamar adikku. Melihat muka adikku yang kurus, ribuan jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan antiseptik ke lukanya dan membalutnya. “Apakah itu sakit?” tanyaku. Dia menggelengkan kepala.

“Tidak. Tidak sakit. Ini karena… Kamu tahu, ketika aku bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan di kakiku. Itu tidak menghentikanku bekerja, dan..” Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata deras mengalir ke wajahku. Saat itu dia 23. Aku 26.

Setelah menikah, aku tinggal di kota. Berulang kali suamiku dan aku meminta orangtuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak mau. Mereka bilang, sekali meninggalkan desa, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku juga tidak setuju, “Kak, jagalah mertuamu saja. Aku akan menjaga ayah dan ibu disini.”

Suamiku menjadi direktur di pabriknya. Kami menginginkan adikku menjadi manajer departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia berkeras memulai pekerjaan sebagai tukang reparasi.

Suatu hari, adikku berada di atas tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, dia terkena kejutan listrik dan harus masuk rumah sakit. Aku dan suamiku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, aku menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak harus melakukan hal berbahaya yang berakibat seperti ini. Lihat kamu sekarang. Lukamu serius. Kenapa kamu tidak mau mendengarku sebelumnya?”

Dengan tampang serius, dia membela keputusannya, “Pikirkan kakak ipar. Dia baru saja menjadi direktur. Dan aku ini tidak berpendidikan. Jika aku menjadi manajer, gosip macam apa yang bakal tersebar?”

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan keluar kata-kataku terpatah-patah, “Tapi kamu kurang pendidikan karena aku.”

“Mengapa membicarakan masa lalu?” kata adikku sembari menggenggam tanganku. Tahun itu, dia berusia 26. Aku 29.

Adikku berusia 30 tahun ketika itu dia menikah dengan seorang gadis petani dari desa. Di acara pernikahannya, pembawa acara bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan cintai?” Bahkan tanpa berpikir dia menjawab, “Kakakku!”

Dia melanjutkan dengan sebuah cerita yang bahkan tak kuingat. “Ketika saya pergi sekolah saat SD yang berlokasi di desa lain, saya dan kakak harus berjalan 2 jam untuk pergi ke sekolah. Suatu hari saya kehilangan satu sarung tangan. Kakak saya memberikan satu kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan selama 2 jam itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya gemetar kencang karena cuaca yang begitu dinginnya, sampai-sampai dia tidak bisa memegang sumpit. Sejak hari itu saya bersumpah, selama saya masih hidup saya akan menjaga kakak dan akan selalu baik padanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu dan semua orang memalingkan perhatian padaku.

Bibirku terasa kelu. Kata-kata begitu susah kuucapkan, “Dalam hidupku, orang yang paling dalam atas terima kasihku adalah adikku.”

Dan dalam kesempatan berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti aliran sungai.

5 Pintu Menuju Keindahan dan Kebahagiaan

cerita motivasi
pixabay.com

Kisah ini bercerita tentang seorang tokoh yang berasal dari Timur Tengah, yakni Nasrudin. Suatu waktu, tokoh tersebut sedang mencari suatu barang di halaman rumahnya yang berpasir.

Barang yang dicari oleh Nasrudin ternyata adalah sebuah jarum. Tetangganya yang melihat Nasrudin lantas ikut membantu mencari jarum tersebut. Akan tetapi, setelah satu jam lamanya jarum itu tetap tak ditemukan.

Tetangganya lalu bertanya, “Dimana jarum itu terjatuh?”

“Jarumnya jatuh di dalam,” jawab Nasrudin.

“Lho, kalau jarumnya jatuh di dalam, lantas kenapa kita mencarinya di luar?”, balas tetangganya.

Lalu, dengan ekspresi wajah tanpa dosa, Nasrudin seketika membalas, “Karena di dalam terlalu gelap, di luar terang.

Demikian kisah inspiratif singkat yang menggambarkan pencarian kita akan kebahagiaan dan keindahan. Terkadang setelah susah payah mencari di luar, kita malah tak mendapat apa-apa.

Sedangkan daerah gelap yang jarang kita cari kebahagiaan dan keindahan di dalamnya adalah daerah di dalam diri kita sendiri. Ia adalah sumur yang tidak akan pernah kering, penuh dengan keindahan dan kebahagiaan. Juga tak perlu mencarinya terlalu jauh karena sumur tersebut berada di dalam diri kita, dalam diri semua orang.

Namun, akibat dari peradaban, keserakahan, serta faktor luar lainnya membuat kebanyakan orang mencari sumur itu di luar dirinya sendiri. Ada yang mencari bentuk kebahagiaan dari tingginya jabatan, pakaian yang mewah dan mahal, mobil terbaru, kecantikan wajah serta rumah yang indah.

Faktanya, tiap pencarian di daerah luar tersebut tidak akan pernah menghasilkan apa-apa selain kehampaan. Semuanya takkan berlangsung lama. Kecantikan, misalnya, akan keriput seiring bertambahnya usia. Mobil mewah akan rengsek atau digantikan dengan mobil keluaran terbaru, jabatan tinggi pun akan dicabut karena pensiun.

Renungkanlah kalimat berikut:

“Setiap perjalanan mencari kebahagiaan dan keindahan di luar dirimu sendiri, pasti akan berujung pada kehampaan hati. Leads you nowhere. Dan, setiap kekecewaan yang dialami dalam hidup selalu diawali dari langkah pencarian di luar.”

Untuk menggapai suatu tingkatan kehidupan yang dipenuhi dengan kebahagiaan dan keindahan, seseorang paling tidak harus melewati 5 pintu menuju tempat tersebut.

Pintu pertama ialah stop comparing, start flowing. Berhentilah membandingkan diri dengan orang lain. Mulailah mengalir. Orang tua sudah selayaknya untuk tidak pernah membandingkan anaknya dengan yang lain. Sebab, setiap perbandingan pasti akan membuat sang anak untuk mencari kebahagiaan di luar diri mereka.

Penderitaan hidup yang dialami manusia, ketidakindahan, kesengsaraan, selalu dimulai dari membandingkan. Sebagai contoh, Sang Raja Pop, yang konon hidupnya sering membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain di sekitarnya.

Karena ketenarannya dan uangnya yang berlimpah, ia mampu membiayai ‘hobi’-nya untuk melakukan operasi plastik pada wajahnya berkali-kali. Mereka yang hidup dari satu perbandingan ke perbandingan lain, tidak akan pernah puas akan nikmat yang telah diberikan padanya. Persis seperti hidup Sang Raja Pop. So, leads you nowhere.

Oleh sebab itu, mari kita menuju ke sebuah titik, yakni mengalir (flowing). Kita mengalir menuju kehidupan penuh dengan keindahan dan kebahagiaan yang ada di dalam diri sendiri. Sungguh sangat sederhana apa yang kita sebut dengan ‘mengalir’ tersebut.

Sederhana. Di saat kita mulai belajar untuk menerima diri sendiri, maka saat itulah kita akan menemukan versi terbaik dari diri kita. Setelah itu, kepercayaan diri kita juga akan muncul dengan sendirinya. Kepercayaan pada diri sendiri sangat berhubungan dengan keyakinan-keyakinan yang kita tanam di dalam diri.

“Tidak ada kehidupan yang paling indah kecuali dengan menjadi diri sendiri. Itulah bentuk keindahan yang sesungguhnya!”

Pintu kedua untuk menuju hidup yang penuh dengan keindahan dan kebahagiaan adalah memberi.

Gede Prama mengatakan bahwa sebab utama kita berada di atas bumi adalah untuk memberi. Ia juga berkata bahwa jika kita masih ragu untuk memberi, maka yang harus kita lakukan adalah terus memberi lebih banyak.

Ia mencoba menerangkan bahwa hiudp ini terdiri dari tiga tangga emas kehidupan, yakni: I intend good, I do good, and I am good. Saya berniat baik, saya melakukan yang baik, dan saya menjadi orang baik. Kita bisa melakukan hal-hal baik tersebut, apabila kita berkonsentrasi pada hal memberi.

Memberi tidak harus selalu dalam hal materi. Pemberian berbentuk lain seperti pelukan hangat, perhatian, atau senyuman manis. Mereka yang sering dan rajin memberi, suatu ketika akan memasuki daerah yang penuh dengan keindahan dan kebahagiaan cepat atau lambat.

Kita tentu sering bertemu dengan orang-orang kaya. Sebagian dari mereka ada yang sangat suka memberi, sebagian yang lain sangat pelit. Jika kita jeli, mereka yang pelit seringkali mukanya terlihat kering.

Suatu ketika, orang kaya pelit tersebut bertanya kepada orang kaya yang dermawan tentang apa rahasia hidupnya yang paling penting. Orang kaya dermawan lalu menjawab, sleep well, eat well.

Artinya, biaya untuk menjadi bahagia tidak pernah mahal dan rumit, justru sangat murah dan sederhana. Sebagian orang kadang malah memperumit hal yang mulanya sederhana.

Jika kita mampu mengambil pelajaran dari jawaban orang kaya dermawan tersebut, maka dapat dipetik intisari bahwa jangan terlalu berlebihan kepada diri sendiri, tidur secukupnya dan makan secukupnya. Berilah kelebihan yang ada pada diri kita kepada orang lain.

Jangan pernah ada kekhawatiran bahwa setiap pemberian tidak ada yang mencatat. Hiduplah seperti petani, mereka menanam apa yang dikemudian hari akan mereka berikan kepada orang-orang lain yang membutuhkan.

Pintu ketiga ialah cahaya yang sinarnya berawal dari gelapnya hidup kita. Semakin gelap hidup kita, maka semakin terang cahaya kita di dalam.

Cobalah perhatikan, cahaya bintang di malam yang sangat tampak cahayanya jika langitnya gelap. Begitupun lilin di dalam ruangan, cahayanya akan terang jikalau ruangan tersebut gelap gulita.

Artinya, semakin kita dihadapkan dengan berbagai macam masalah atau cobaan hidup, maka akan semakin bercahaya kita di dalam. Jika suatu ketika kita mempunyau atasan yang diktator, belajarlah dari hal itu. Ia sengaja dikirim untuk kita agar kita mengenal tentang arti kebijaksanaan.

Mereka yang lulus dari universitas kesulitan pada akhirnya pasti menemukan arti keindahan dan kebahagiaan dalam hidup. Semakin banyak rintangan dalam hidup yang kita lalui, makan akan semakin bercahaya hidup kita dari dalam.

Mengutip perkataan dari sufi terkenal, Jalaluddin Rumi, semuanya sudah dikirim sebagai pembibing kehidupan dari sebuah tempat yang tak pernah terbayangkan. Tak hanyan orang kaya saja yang berguna, orang miskin pun berguna. Gunanya ialah tanpa orang miskin, maka orang kaya tak pernah terlihat kaya.

Selanjutnya, pintu keempat ialah surga namun bukan sebuah tempat. Surga tersebut berupa rangkaian sikap. Jika kita melihat hidup hanya dipenuhi dengan godaan dan berbagai kesulitan, maka kita tak akan bertemu neraka setelah mati, tapi kita sudah di neraka saat itu. Sedangkan kita akan bertemu surga, jika rangkaian-rangkaian sikap kita benar.

Rangkaian sikap tersebut diawali dari berhenti khawatir terhadap segala hal dan yakinkan diri sendiri bahwa everything will be allright. Yakinlah pada setiap doa yang kita panjatkan pada-Nya selalu dikabulkan dengan cara-Nya yang terbaik.

Terakhir, pintu kelima yakni tahu tentang diri kita dan kita tahu tentang kehidupan.

Ada sebuah cerita tentang kumpulan hewan yang ingin membuat sekolah karena tidak mau kalah dengan manusia. Semua hewan tersebut kemudian ikut kursus dan diajari bagaimana cara berenang, berlari, dan terbang. Namun apa yang terjadi? Setelah 11 tahun berjalan, hewan-hewan tersebut akhirnya merasa lelah.

Serigala tetap hanya bisa berlari-lari, ikan tetap hanya bisa berenang, dan burung hanya bisa terbang. Tak satupun dari mereka mampu mempelajari keahlian-keahlian yang lain. Dari pengalaman itu, akhirnya semua hewan mengambil sebuah kesimpulan.

Kesimpulan bahwa mereka harus tahu diri. Ikan mesti tahu diri kalau mereka hanya bisa berenang, burung harus tahu diri hanya bisa terbang, dan serigala tahu diri hanya bisa berlari saja. Layaknya hewan-hewan tersebut, manusia-manusia yang tak tahu diri merupakan manusia yang tak akan pernah menemukan keindahan dan kebahagiaan dalam hidupnya.

Mari kita renungkan sama-sama kalimat bijak berikut ini:

“Sumur kehidupan yang tak akan pernah kering berasal dari dalam diri. Sumur tersebut hanya dapat ditemukan dan dapat kita timba air di dalamnya jika kita telah mengetahui dan paham akan diri kita sendiri. Jika kita telah menemukan diri kita, maka itu artinya kita telah mengetahui arti dari kehidupan.”

Kisah Pemuda Jujur yang Pemberani dan Sebutir Biji

cerita motivasi
pixabay.com

Pada suatu hari di suatu kerajaan tinggallah raja yang sudah tidak muda dan perkasa lagi, sebelum meninggal ia ingin menentukan siapa yang akan menggantikan posisinya sebagai seorang raja. Meskipun ia mempunyai anak laki-laki dan para mentri tapi raja ini memiliki sifat dan kebiasaan yang berbeda untuk tidak mengangkat anak atau para mentrinya menjadi penggantinya.

Sang raja mengumpulkan semua pemuda yang akan menggantikannya, akhirnya sang raja meminta untuk dikumpullkan para pemuda yang terdapat di negri tersebut dan memberikan pidato tentang penerusnya.

Raja berkata kepada para pemuda “Aku akan pensiun karena usiaku yang sudah tidak muda lagi, jadi aku mengadakan sayembara untuk kalian para pemuda yang nantinya akan menggantikan posisiku sebagai seorang raja, aku akan memberikan kalian satu persatu biji.

Lalu tanamlah biji tersebut dan rawatlah dengan sebaik-baiknya, aku akan tunggu satu tahun lagi dan kalian semua pemuda harus membawa biji itu ke hadapanku, barang siapa yang memiliki tanaman terbaik ia yang akan menggantikan posisiku!”

Ada Seorang pemuda yang sangat berantusias dengan sayembara yang diadakan oleh raja, pemuda ini bernama Badu. Ia menanam biji itu, menyiramnya setiap hari dan dirawatnya dengan sebaik-baik perawatan tumbuhan.

Sebulan telah berlalu namun biji yang ditaman Badu masih belum menampakan dahan dan daunnya, setelah enam bulan berlalu, para pemuda yang mengikuti sayembara sudah mulai membicarakan biji yang mereka tanam yang kebanyakan dari mereka sudah tumbuh tinggi dan subur, tapi berbeda dengan si Badu yang masih belum muncul dahan dan daunnya.

Hingga satu tahun tepat, tiba waktunya pengumpulan dan penyeleksian tanaman terbaik yang diberikan raja satu tahun lalu, semua pemuda membawa tanamannya dengan tumbuh subur yang tadinya hanya sebuah biji yang kecil kini berubah menjadi tanaman yang indah di pandang.

Badu pun enggan untuk menemui raja karena biji yang diberikan raja masih menjadi biji keci yang tak berkembang, tapi ibunya menyuruhnya pergi menemui raja dan menyampaikan apa yang terjadi secara jujur dan apa adanya.

Saat semua sudah berkumpul raja mulai berbicara dengan para pemuda yang sudah hadir dengan membawa tanaman yang tumbuh subur. “Kalian memang luar biasa, Semua tanaman yang kalian bawa yang semula hanya biji sekarang tumbuh menjadi tanaman yang indah dipandang, untuk itu aku akan memilih diantara kalian untuk menggantikan posisiku”.

Tangan raja menunjuk kepada Badu dan memanggilnya untuk naik ke singgasaanya, banyak yang menghina dan mengejek tanaman Badu yang masih berbentuk biji yang tidak tumbuh dahan dan daun sebatang pun.

Raja berkata dan berteriak dengan sekencang-kencangnya “Saksikanlah wahai para pemuda, inilah raja baru kalian” para pemuda pun terkejut dan bertanya kepada raja, “Wahai raja kami, kenapa Badu yang akan menggantikan posisimu, padahal kami memiliki tanaman yang bagus dan subur, sedangkan Badu hanya membawa pot yang berisikan satu butir biji”.

Raja mengatakan, “Kalian sema telah berbohong kepada ku, perlu kalian ketahui wahai para pemuda! Biji yang kemarin aku kasih dan bagikan kepada kalian adalah biji yang sudah aku masak sebelumnya sehingga sebaik apapun kalian merawatnya biji itu tidak akan pernah tumbuh! Dan kalian semua telah mengganti biji yang aku berikan dengan biji yang lain sehingga bisa tumbuh subur dan indah dipandang”.

“Sedangkan si pemuda ini yang bernama Badu, adalah pemuda yang JUJUR dan BERANI karena ia tidak mengganti biji yang aku berikan kepadanya dan berani datang menemuiku saat yang lainnya membawa tanaman yang subur dan indah dipandang, oleh karena itu ia akan menggantikan posisi ku sebagai seorang raja!”.