Chairil Anwar, Si Binatang Jalang yang Mati Muda

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu-sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Hampir semua rakyat Indonesia pernah mendengar nama Chairil Anwar. Setidaknya lewat puisi karyanya yang berjudul “Aku.” Puisi ini ada dalam kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia siswa SMP.

Siapakah sebenarnya Chairil Anwar? Berikut ini profil singkat dari Chairil Anwar.

Lahir dari Keluarga Berantakan

www.darahgaruda.com

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Juli 1922. Ia adalah anak tunggal dari pasangan Toeloes dan Saleha. Ayahnya merupakan mantan bupati Kabupaten Indragiri, Riau.

Ayah dan ibunya memutuskan untuk bercerai. Kemudian ayahnya menikah lagi. Selepas SMA, Chairil Anwar pindah ke Jakarta mengikuti ibunya.

Sebelumnya Chairil bersekolah di Holladsch Inlandsche School (HIS) sebagai sekolah dasar untuk orang-orang pribumi. Selanjutnya bersekolah di Meer Iitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau SMP Hindia Belanda.

Sayangnya Chairil tak sampai menamatkan sekolahnya di MULO. Meskipun tidak lulus, Chairil menguasai Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, dan Bahasa Jerman. Ia mengisi waktu luangnya untuk membaca karya-karya internasional.

Beberapa karya yang telah ia baca diantaranya Rainer M Rilke, W H Auden, Archibald Mac Leish, H Marsman, J Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Dari penyair-penyair inilah Chairil menuliskan puisi karyanya.

Gaya kepenulisan Chairil Anwar secara tidak langsung juga berpengaruh kepada puisi kasusasteraan Indonesia.

Chairil Kecil Tak Pernah Mau Dikalahkan

rulegrant.wordpress.com

Temannya bernama Sjamsul Ridwan pernah bercerita bahwa Chairil kecil sejak masa kanak-kanak memiliki sifat pantang dikalahkan baik dalam persaingan maupun mendapat keinginan hatinya.

Keinginan inilah yang membuat jiwa Chairil selalu meluap-luap dan tidak bisa diam. Rekannya Jasin juga pernah bercerita bahwa pada suatu hari mereka berdua pernah bermain bulu tangkis. Chairil harus merasakan kekalahan.

Ia tidak mengakui kekalahannya dan mengajak terus bertanding. Sampai akhirnya ia menang. Ia kukuh mendapatkan kemenangan karena sedang ada dihadapan para wanita.

Pernah Mengalami Penolakan

koleksitempodoeloe.blogspot.com

Chairil Anwar juga pernah mengalami penolakan. Namanya melambung setelah tulisannya dimuat di “Majalah Nisan” pada tahun 1942. Kala itu Chairil berusia 20 tahun. Banyak puisi Chairil yang bertema kematian.

Turut Berjuang Meraih Kemerdekaan

cabiklunik.blogspot.com

Berjuang tak selalu dengan pedang dan bambu runcing. Chairil disebut-sebut turut berjuang meraih kemerdekaan lewat syair-syair puisi yang ia ciptakan.

Beberapa puisi yang mampu membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia adalah “Krawang – Bekasi.” Puisi ini disadur dari sajak, “The Young Dead Soldiers” karya Archibald Mac Leish (1948).

Ada juga sajak “Persetujuan dengan Bung Karno” yang menunjukan dukungannya agar Bung Karno terus mempertahankan proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Puisi “Aku” turut diapresiasi sebagai puisi kemerdekaan. Kata binatang jalang diartikan sebagai dorongan hati bangsa Indonesia untuk merdeka menentukan nasibnya sendiri.

Mati Muda

www.lahiya.com

Chairil Anwar tercatat menjalin hubungan dengan beberapa wanita diantaranya Ida, Sri Ayati,

Gadis Rasyid, Mirat, dan Roesmini. Namun akhirnya ia melabuhkan hatinya pada Hapsah yang berasal dari Karawang.

Pernikahan ini ternyata hanya seumur jagung. Gaya hidup Chairil yang tidak berubah ditambah kesulitan ekonomi yang melanda keluarganya membuat Hapsah akhirnya meminta cerai.

Perceraian terjadi saat anaknya berusia 7 bulan. Tak lama kemudian pada tanggal 28 April 1949 Chairil menghembuskan nafas terakhir karena penyakit TBC.