Seputar Niat
Seluruh ulama sepakat bahwa mengeraskan bacaan niat tidaklah wajib dan tidak pula sunnah. Bahkan jika hal ini dilakukan hingga mengganggu orang lain dapat dihukumi haram. Al Qodhi Abu Ar Rabi Sulaiman Ibnu As Syafi’i, ia berkata:
“Mengeraskan bacaan niat atau mengeraskan bacaan Qur’an di belakang imam, bukan termasuk sunnah. Bahkan makruh hukumnya. Jika membuat berisik jama’ah yang lain, maka haram. Yang berpendapat bahwa mengeraskan niat itu hukumnya sunnah, itu salah. Tidak halal baginya atau bagi yang lain berbicara tentang agama Allah Ta’ala tanpa ilmu (dalil).”
Demikian halnya dengan melafalkan niat secara sirr (samar) juga tidak wajib menurut para imam madzhab yang empat juga para imam yang lain. Tidak ada seorang pun yang berpendapat hal itu wajib. Baik dalam shalat, thaharah maupun puasa. Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad:
[arabtext]بقول المصلّي قبل التكبير شيئاً؟ قال: لا[/arabtext]
“Apakah orang yang shalat mengucapkan sesuatu sebelum takbir? Imam Ahmad menjawab: tidak ada.” (Masa-il Al Imam Ahmad, 31)
Imam Ibnu Abil Izz Al Hanafi berkata:
“Tidak ada seorang imam pun, baik itu Asy Syafi’i atau selain beliau, yang mensyaratkan pelafalan niat. Niat itu tempatnya di hati berdasarkan kesepakatan mereka (para imam). Hanya segelintir orang-orang belakangan saja yang mewajibkan pelafalan niat dan berdalih dengan salah satu pendapat dari madzhab Syafi’i. Imam An Nawawi rahimahullah berkata itu sebuah kesalahan. Selain itu, sudah ada ijma dalam masalah ini.” (Al Ittiba’, 62)
Ibnul Qayyim berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika memulai shalat beliau mengucapkan الله أكبر dan tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya. Beliau juga tidak pernah sama sekali melafalkan niat. Beliau tidak pernah mengucapkan ushallli lillah shalata kadza mustaqbilal qiblah arba’a raka’atin imaaman atau ma’muuman (saya meniatkan shalat ini untuk Allah, menghadap qiblat, empat raka’at, sebagai imam atau sebagai makmum). Beliau juga tidak pernah mengucapkan ada-an atau qadha-an juga tidak mengucapkan fardhal waqti.
Maka, cukuplah kita berniat dalam hati mengerjakan shalat apapun karena Allah SWT.
Tata Cara Shalat
Tata cara shalat meliputi rukun-rukun shalat. Rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat tidak sah dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.
Meninggalkan rukun shalat ada dua macam.
- Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulam.
- Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Ada tiga rincian, yaitu:
- Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.
- Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.
- Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya harus diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.
Rukun Ke-1: Berdiri Bagi yang Mampu
Nabi SAW bersabda,
[arabtext]صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ[/arabtext]
“Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.” (HR. Bukhari)
Rukun Ke-2: Takbiratul Ihram
Nabi SAW bersabda,
[arabtext]مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ[/arabtext]
“Pembuka shalat adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Rukun shalat ucapan takbir yaitu “Allahu Akbar”. Ucapan takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapan selainnya walaupun semakna.
Rukun Ke-3: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi SAW bersabda,
[arabtext]لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ[/arabtext]
“Tidak ada shalat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.” (HR. Bukhari, Muslim)
Rukun Ke-4 dan Ke-5: Ruku’ dan Thuma’ninah
Nabi SAW pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya (sampai ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali karena tidak memenuhi rukun),
[arabtext]ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا[/arabtext]
“Kemudian ruku’lah dan thuma’ninahlah ketika ruku’.” (HR. Bukhari, Muslim)
Keadaan minimal dalam ruku’ adalah membungkukkan badan dan tangan berada di lutut. Adapun yang dimaksudkan thuma’ninah adalah keadaan tenang di mana setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi SAW pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk mengulangi shalatnya, beliau bersabda,
[arabtext]لاَ تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ … ثُمَّ يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِىَ[/arabtext]
“Shalat tidaklah sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.” (HR. Ad-Darimi)
Ada pula ulama yang mengatakan bahwa thuma’ninah adalah sekadar membaca dzikir yang wajib dalam ruku’.
Rukun Ke-6 dan Ke-7: I’tidal Setelah Ruku’ dan Thuma’ninah
Nabi SAW mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
[arabtext]ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا[/arabtext]
“Kemudian tegakkanlah badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”
Rukun Ke-8 dan Ke-9: Sujud dan Thuma’ninah
Nabi SAW mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
[arabtext]ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا[/arabtext]
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud.”
Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: Telapak tangan kanan dan kiri, Lutut kanan dan kiri, Ujung kaki kanan dan kiri, dan dahi sekaligus dengan hidung.
Rasulullah SAW bersabda,
[arabtext]أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ[/arabtext]
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), telapak tangan kanan dan kiri, lutut kanan dan kiri, dan ujung kaki kanan dan kiri. ”
Rukun Ke-10 dan Ke-11: Duduk di Antara Dua Sujud dan Thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
[arabtext]ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا[/arabtext]
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika sujud.”
Rukun Ke-12 dan Ke-13: Tasyahud Akhir dan Duduk Tasyahud
Nabi SAW bersabda,
[arabtext]فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ [/arabtext]…
“Jika salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”.” (HR. Bukhai, Muslim)
Bacaan tasyahud:
[arabtext]التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ[/arabtext]
Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya). (HR. Bukhari, Muslim)
Rukun Ke-14: Shalawat Kepada Nabi Setelah Mengucapkan Tasyahud Akhir
Dalilnya adalah hadits Fudholah bin ‘Ubaid Al Anshoriy. Rasulullah SAW pernah mendengar seseorang yang berdo’a dalam shalatnya tanpa menyanjung Allah dan bershalawat kepada Nabi SAW, lalu beliau mengatakan, “Begitu cepatnya ini.” Kemudian Nabi SAW mendo’akan orang tadi, lalu berkata padanya dan lainnya,
[arabtext]إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء[/arabtext]
“Jika salah seorang di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berdo’a setelah itu semau kalian.”
Bacaan shalawat yang paling bagus adalah sebagai berikut.
[arabtext]اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ[/arabtext]
“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa ‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun majiid.” (HR. Bukhari, Muslim)
Rukun Ke-15 : Salam
Dalilnya hadits yang telah disebutkan di muka,
[arabtext]مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ[/arabtext]
“Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam. ” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Yang termasuk dalam rukun di sini adalah salam yang pertama. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan mayoritas ‘ulama.
Model salam ada empat:
- Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
- Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
- Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum”.
- Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.
Rukun Ke-16: Tertib
Maksud dari tertib yaitu urut dalam pelaksanaan rukun-rukun yang ada. Alasannya karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan kata “tsumma“ ( ثُمَّ ) dalam setiap rukun. Kata “tsumma” bermakna urutan.
Semoga Allah SWT menunjukkan jalan kebenaran kepada kita dengan karunia, keutamaan, dan kemulian-Nya.
*disarikan dari berbagai sumber