Kamu mungkin masih ingat bagaimana peran dari Dewi Sartika saat belajar di bangku sekolah dulu. Hayo ingat nggak? Hihi… kalaupun ngerasa lupa nggak masalah kok. Karena buktinya sekarang kamu sampai di halaman ini, ya buat mengetahui kembali sejarah dan biografi dari Dewi Sartika.
Ia memang pahlawan perempuan yang sering diceritakan di buku-buku sejarah. Tapi manfaat perjuangannya dalam memperjuangkan kaum perempuan terasa sampai sekarang. Yuk simak kisah hidup dari Dewi Sartika berikut.
Dewi Sartika itu Seorang Raden
Nama lengkapnya adalah Raden Dewi Sartika. Sebab memang ia lahir dari keturunan ningrat. Bapaknya bernama Raden Somanagara yang pernah menjadi patih di Bandung. Sedang ibunya bernama Raden Ayu Rajapermas, putri dari seorang Bupati Bandung bernama Raden Adipati Wiranatakusumah IV yang hidup di tahun 1846 sampai 1876.
Meski termasuk ningrat, tapi perempuan kelahiran Bandung, 4 Desember 1884 ini tidak lantas bersikap borjuis. Sebaliknya ia banyak memikirkan kondisi masyarat sekitar. Khususnya, ia ingin mengangkat kaum perempuan melalui bidang pendidikan.
Suka Membaca dan Belajar Banyak Hal
Dewi Sartika tumbuh sebagai anak yang suka membaca. Ia besar dalam aneka macam pendidikan, dari budaya Sunda sampai pendidikan Barat. Saat kecil, Dewi sempat disekolahkan di sekolah Belanda. Sedang untuk budaya Sunda, ia banyak belajar dari pamannya.
Hidup di Cicalengka
Ayahnya pernah menentang Belanda. Akibatnya, ibunya pun dibuang ke Ternate. Kemudian ayahnya meninggal. Dewi pun lalu diasuh oleh pamannya, Patih Arya Cicalengka. Sejak itu ia hidup di Cicalengka, sebuah daerah di Kabupaten Bandung.
Suka Mengajar dan Berlagak sebagai Pengajar
Kecerdasan dan kepeduliannya sudah terlihat saat masih bocah. Dewi kecil suka berlagak sebagai pengajar. Anak-anak pembantu seusianya diajarnya untuk belajar membaca dan menulis, sambil bermain tentu. Dengan menggunakan arang dan pecahan genting, dipakainya benda itu untuk mengajari mereka baca-tulis.
Ternyata pengajaran yang dilakukan Dewi Sartika berhasil. Anak-anak yang diajarnya itu banyak yang bisa baca-tulis dan bahkan tahu beberapa kata dalam bahasa Belanda. Hal itu pun membuat masyarakat setempat heboh.
Merintis Sekolah di Tahun 1902
Niat tulus Dewi Sartika untuk memajukan kaum perempuan kian terlihat saat usianya bertambah dewasa. Ia merintis sebuah sekolah di tahun 1902. Lokasinya di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung.
Saat itu pelajarannya banyak diisi keterampilan seperti merenda, menjahit, memasak dan juga tentu membaca serta menulis. Pendirian sekolah ini juga berkat bantuan pamannya, Bupati R.A.A Martanagara.
Hebat ya pemikirannya? Bayangin aja di tahun 1902 ia sudah punya mimpi semulia itu.
Membuka Sekolah Perempuan Pertama se-Hindia Belanda
Nah kemudian idenya berkembang. Lalu pada 16 Januari 1904 dibukalah sekolah perempuan pertama se-Hindia-Belanda. Namanya Sakola Istri yang ditempatkan di sebuah ruangan di pendopo Kabupaten Bandung. Tujuannya supaya perempuan bisa mengangkat harkat dan martabat perempuan.
Ketika itu Dewi Sartika mengajar dengan dibantu dua saudara misannya yaitu Ny Oewid dan Ny Poerwa. Pada angkatan pertama sekolahnya ini, muridnya sebanyak 20 orang.
Tambah Kelas dan Pindah Lokasi
Di tahun 1905, sekolah yang didirikannya butuh tambahan kelas. Ia pun memindahkan sekolahnya ke Jalan Ciguriang di Kebun Cau. Lokasi itu dibelinya dengan menggunakan uang tabungan pribadinya serta mendapat bantuan dari Bupati Bandung.
Dewi Sartika Menikah
Di tahun 1906, Dewi Sartika dipersunting oleh Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Beruntung suaminya juga mendukung penuh niat dan perjuangannya untuk memajukan pendidikan.
Dari pernikahannya itu, mereka dikarunia putra bernama Raden Atot. Di kemudian hari Raden Atot ini menjadi Ketua Umum BIVB, sebuah klub sepakbola yang menjadi embrio dari klub Persib Bandung yang dikenal sekarang.
Makin Berkembang dan Menyebar
Di tahun 1912, Sakola Istri sudah menyebar ke beberapa daerah. Tercatat ada sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten sekitarnya.
Ganti Nama Sekolah Keutamaan Perempuan di Tahun 1914
Sekolah yang didirikanya ini makin berkembang. Memasuki tahun ke-10, sekolah perempuan itu berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Perempuan.
Sekolahnya ini juga menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk ikut membuat sekolah serupa di daerahnya. Seperti Sakola Kautamaan Istri di Bukit Tinggi yang didirikan Encik Rama Saleh.
Ganti Nama Sakola Raden Dewi
Sekolah perempuan yang dibuatnya itu tambah maju. Sampai pada bulan September 1929 kemudian diadakan acara untuk memperingati hari pendirian sekolah ini yang ke-25. Saat itu, sekolah tersebut kembali ganti nama. Namanya kemudian menjadi Sakola Raden Dewi.
Meninggal Setelah Indonesia Merdeka
Dewi hanya sebentar saja merasakan nikmatnya kemerdekaan Indonesia. Sebab pada 11 September 1947, ia harus menghembuskan nafas terakhirnya di Tasikmalaya. Ia kemudian dikebumikan di pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu Kecamatan Cineam, Tasikmalaya. Kemudian, tiga tahun berselang, makamnya dipindah ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Kabupaten Bandung.
Berkat jasanya yang besar ini, Dewi Sartika kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Ketetapan itu berdasar SK Presiden RI No 152/1966.
Itulah sekelumit sejarah perjuangan Dewi Sartika, tokoh perempuan yang ingin mengangkat harkat dan derajat kaumnya melalui pendidikan.