Gerakan emansipasi dan kesetaraan gender semakin menggeliat belakangan ini. Mereka awalnya membawa isu wanita yang banyak dikekang di dalam rumah untuk sekedar menjadi ibu rumah tangga. Sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rumah, aktivis menginginkan mereka memperoleh hak seperti laki-laki yang bebas beraktivitas di luar rumah.
Supir bus sekarang tak hanya didominasi laki-laki, tukang batu perempuan juga ada, tukang tambal ban, tukang becak, ojek, sampai kepala pemerintahan juga ada yang perempuan. Setelah semua sektor sudah dimasuki perempuan, aktivis juga menginginkan kesetaraan hak dalam warisan. Mereka ingin mendapatkan bagian yang sama dengan laki-laki, tidak hanya separuh.
Sebenarnya di dalam Islam sudah mengatur hak-hak tersebut, sesuai dengan kodrat masing-masing gender. Tentang warisan ini sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 4, tapi banyak yang belum paham kenapa laki-laki mendapat jatah dua kali lipat dari perempuan. Ketidak pahaman ini karena tidak mau membaca, belajar, dan mempelajari Al-Qur’an. Atau orang yang sudah dinaungi hawa nafsu dengan kata pamungkas “pokoknya”.
Alasan laki-laki mendapat jatah bagian dua kali dari perempuan sebenarnya sederhana. Andaikan seorang laki-laki mendapat warisan 100 juta, saudara perempuannya akan mendapat 50 juta. Tapi jumlah 100 juta itu tidak untuk dirinya sendiri karena keluarganya juga berhak kecipratan. Istri dan anak berhak mendapat warisan 100 juta itu. Berbeda dengan saudara perempuan yang mendapat 50 juta. Warisan itu hanya untuk perempuan itu saja, suami dan anak tidak berhak kecipratan.
Sudah untuk dirinya sendiri tapi masih menuntut lebih, itu namanya keblabasan, kemaruk bin serakah. Hukum yang Allah tetapkan sudah adil untuk kemaslahatan manusia, tidak perlu diungkit dan diubah, yang membuat hukum yang sudah adil menjadi tidak adil.