Orang jepang kalau bertemu dengan siapa pun, pasti akan membungkukkan badannya. Kenapa? “Membungkuk adalah sikap mengalah untuk menang, seperti pohon ilalang. Membungkuk bukan karena lemah atau mau diinjak-injak seperti lantai tanah”, begitu kira-kira jawaban mereka.
Orang yang bijak bagaikan air, ia tidak membentur batu besar tetapi mendatanginya dari berbagai macam arah. Air tidak menghantam halangan didepannya, melainkan perlahan meresap sampai dinding itu rapuh dan ambrol.
Belajarlah dari air bukan dari batu. Dua buah batu bila digabungkan dengan dua batu yang lain, hasilnya adalah empat batu yang terpisah. Bila dalam berteman kita menggunakan logika batu, yang kita hasilkan adalah persaingan, pertengkaran, bukannya kesepakatan dan persatuan. Kumpul-kumpul bisa saja setiap hari, namun saling terpisah dan dibungkus kepentingan egois masing-masing. Bahkan setiap saat bisa menghasilkan konflik yang menimbulkan percikan api.
Pilihlah logika air, Ciri pertama adalah “mengalir dengan penuh kelenturan”. Kelenturan bukanlah kelemahan, kelenturan justru sumber kekuatan. Air yang mengalir di sungai dalam keadaan normal tidak memaksa penghalang seperti batu atau batang pohon. Air tetap saja melewatinya tanpa memaksa. Ini berarti justru dengan kelenturan, air bisa melewati tantangan di hadapannya, kelenturan air tidak mengelak, tidak mengalahkan orang lain namun sampai ke tujuan.
Sifat kedua dari air adalah “sifat air laut dan air sungai”. Seperti kita ketahui air laut lebih banyak dari pada air sungai, karena posisi laut memang di bawah. Di sini menariknya, yang memiliki lebih banyak berada di bawah, ia harus bersikap rendah hati dan melayani bukannya sombong dan tinggi hati.
Sifat air yang ketiga adalah “air kolam tenang yang menjadi cermin”. Kita hendaknya bisa bercermin terhadap diri sendiri juga pada teman kita. Air danau yang tenang juga mengajari kita untuk berada dalam ketenangan ketika menghadapi persoalan.
Sifat air yang keempat, “Mengalir menuju tempat yang paling dasar”, artinya tindakan maupun cara berpikir seseorang hendaknya kembali ke tujuan dasar yaitu peduli kepada sesama manusia dan kemanusiaan.
Sifat air yang terakhir adalah “bergerak naik secara merata”, karena jika air dituangkan ke tempat apa pun naiknya akan bersamaan.
Memaafkan adalah salah satu buah dari logika air. Bahkan lebih dari itu kita harus berbuat baik pada mereka yang berbuat tidak baik kepada kita. William Shakespeare menyatakan “ jangan sering menyalakan api kebencian terhadap musuhmu karena nanti akan membakar dirimu sendiri”. Sementara konfusius mengajarkan, “ sesungguhnya orang yang pemarah sama halnya dengan memenuhi dirinya dengan racun”
Terhadap sahabat, tidak ada istilah membalas kemarahan dengan kemarahan. Seorang sahabat adalah seorang saudara kembar yang lahir dari rahim bunda yang lain, maka kemarahan yang diberikan akan dibalas dengan keramahan.