Ilmuwan Ini Menyebarkan Hoax “Vaksin Menyebabkan Autisme,” Menyebabkan Ratusan Ribu Bayi Sakit Parah. Ini Cara Dunia Kedokteran Melawannya…

Delapan belas tahun lalu, Dr. Andrew Wakefield bersama 12 rekannya mempublikasikan jurnal medis di The Lancet. Ia menulis dalam jurnal tersebut bahwa vaksin bisa jadi menyebabkan autisme.

Temuannya ini menghebohkan masyarakat, bahkan sampai ke Indonesia ini. Jutaan orang tua menjadi tidak mempercayai vaksin. Dia juga mendapat $674.000 dari para pengacara yang mendapat keuntungan dari menuntut  produsen vaksin.

Namun dunia medis tidak tinggal diam. Mereka mempertanyakan isi jurnal penelitian tersebut. Ternyata ditemukan bahwa Wakefield mengarang isi jurnal tersebut. The Lancet akhirnya meminta maaf secara publik.

Bagaimanakah proses dunia medis membantah korelasi antara autisme dan vaksin? Ini lengkapnya.

Jurnal Buatan Wakefield yang Bermasalah

cnn.com
cnn.com

Pada tahun 1998, Dr. Andrew Wakefield menerbitkan jurnal RETRACTED: Ileal-lymphoid-nodular hyperplasia, non-specific colitis, and pervasive developmental disorder in children di penerbit ilmiah The Lancet.

Isinya menggemparkan dunia medis, bahkan sampai ke masyarakat awam. Ia mengklaim bahwa ada hubungan antara autisme dan vaksin.

Karena klaimnya ini bisa memengaruhi orang banyak, para peneliti lainnya mulai menyelami isi jurnal tersebut. Ternyata jurnal Wakefield punya 4 masalah:

  1. Tidak berdasarkan statistik, yang wajib dilakukan untuk memastikan temuannya valid.
  2. Tidak ada control group alias perbandingan, yang wajib dilakukan kalau meneliti sesuatu.
  3. Hanya berdasarkan ingatan partisipan penelitiannya.
  4. Kesimpulannya samar-samar, tidak valid secara statistik.

Dari sana, tidak ada hubungan antara vaksin dan autisme. Namun bukan berarti klaim Wakefield terbukti salah. Banyak peneliti yang melakukan studi lanjutan untuk benar-benar memahami fenomena ini.

Penelitian-Penelitian Lanjutan tentang Hubungan Vaksin dan Autisme

Pada tahun 1999, dilakukan studi terhadap 500 anak, tidak ditemukan hubungan sama sekali.

Pada tahun 2001, dilakukan penelitian terhadap 10 ribu anak, masih tidak ditemukan hubungan.

Tahun 2002, studi dari Denmark yang meneliti 537.000 anak-anak, masih juga tidak ditemukan hubungan. Pada tahun itu juga ada studi dari Finlandia terhadap 535.000 anak, tidak ada hubungan juga antara vaksin dan autisme.

Pada tahun 2004, The Lancet mengeluarkan pernyataan yang menyanggah klaim Wakefield. Isinya, “Mereka (Wakefield dkk) telah melakukan investigasi invasif terhadap anak-anak tanpa memperoleh izin etis yang diperlukan…. mengambil dan memilih data yang cocok dengan kasusnya: Mereka memalsukan fakta.”

Pada tahun 2005, sebuah review terhadap 31 jurnal yang melingkupi lebih dari 10 juta anak juga tidak menemukan hubungan antara vaksin dan autisme.

Pada tahun 2012, sebuah review terhadap 27 studi kohort, 23 studi kasus kontrol, 2 studi ekologis, dan beberapa penelitian lainnya yang melingkupi 14.700.00 anak-anak menemukan tidak ada hubungan antara vaksin dengan autisme dalam tiap kasusnya.

Akibat Fitnah terhadap Vaksin

vaccartoonDari penelitian-penelitian tersebut, terbukti bahwa tidak ada hubungan sama sekali vaksin dengan autisme. Jumlah anak yang menjadi autis setelah divaksin adalah 0, alias tidak ada sama sekali.

Vaksin sebenarnya sudah terbukti menghilangkan wabah penyakit. Pada tahun 1980, sebelum vaksin campak untuk bayi ditemukan, 2,6 juta bayi meninggal karenanya.

Pada tahun 2000, ada 72% bayi yang divaksin campak, alhasil kematian turun menjadi 562.400. Pada tahun 2012, sudah 84% bayi divaksin, angka kematian turun menjadi 122.000.

Namun, fitnah yang dikeluarkan oleh Wakefield terlanjur menyebar. Saat ini, setiap 1 dari 4 orang tua di Amerika Serikat percaya bahwa ada beberapa vaksin yang menyebabkan autisme pada anak yang sehat.

Di Amerika Serikat, setiap 2 dari 100 orang tua tidak mau anaknya divaksin karena alasan religius atau filosofis. Di Indonesia, entah berapa banyak orang tua yang menolak vaksin dengan alasan agama. Namun dampaknya bisa parah. Berikut ini beberapa kasus dampak penolakan terhadap vaksin.

  1. Pada tahun 2000, campak sudah dinyatakan hilang dari daratan Eropa. Namun penolakan terhadap vaksin menyebabkan terjadi wabah campak sampai 15.000 kasus pada tahun 2011.
  2. Begitu pula di Inggris, terjadi wabah campak yang melanda 2.000 bayi pada tahun 2012.
  3. Di Amerika Serikat, hoax vaksin menyebabkan terjadi wabah batuk rejan.

Pada tahun 1960-an, terjadi 150.000 kasus batuk rejan. Lalu vaksin pun diperkenalkan, angka kasus batuk rejan turun menjadi 5.000 pada dekade 1970-an. Pada dekade 1980-an turun lagi menjadi 2.900 saja.

Setelah Wakefield meluncurkan jurnalnya pada tahun 1998, masyarakat AS menolak vaksin batuk rejan. Pada tahun 2004, angka kasus batuk rejan di AS naik menjadi 26.000. Angka ini naik lagi menjadi 50.000 pada tahun 2012, 20 di antaranya meninggal dunia.

Sebuah studi menyimpulkan bahwa penolakan terhadap vaksin adalah faktor terbesar penyebab wabah batuk rejan di California di tahun 2010.

Itu di Amerika Serikat. Di negeri ini, entah berapa bayi dan anak-anak yang harus menderita penyakit parah, bahkan meninggal, karena orang tuanya tidak mau memvaksin anaknya.

Mitos Vaksin yang Paling Sering Digaung-gaungkan

vaccine-truth-vs-mythAda beberapa mitos yang masih tersebar, yang membuat banyak orang menolak anak-anaknya divaksin.

  1. Vaksin dibuat dengan zat kimia beracun yang bisa membahayakan anak-anak

Thimersol, zat kimia yang sering diklaim tersebut, memang mengandung merkuri. Namu, thimersol telah dihilangkan dari vaksin yang terjadwal dan hanya tersisa di vaksin flu musiman.

  1. Anggapan “Keputusan untuk tidak memvaksin anak saya hanya memengaruhi anak saya saja”

Memvaksin itu kewajiban sebagai anggota masyarakat. Begitu anak tak divaksin terkena penyakit, dia akan menyebarkan penyakit itu ke bayi yang belum usianya untuk divaksin, sebagian kecil orang yang tidak boleh divaksin karena masalah genetis, dan juga orang-orang yang sistem imunnya terganggu.

Anak yang tidak divaksin bisa saja tidak begitu terganggu begitu terkena penyakit karena sistem imunnya sedang bagus. Namun ia akan membahayakan kesehatan, bahkan nyawa, orang-orang di sekitarnya, yang belum tentu kondisi imun tubuhnya sebaik anak ini.

  1. Menerima terlalu banyak vaksin sekali waktu bisa mengganggu sistem imun bayi

Sistem imun bayi cukup kuat untuk bertahan melawan virus dan bakteri yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sistem imun ini juga cukup kuat untuk mengatasi vaksin. Ingat, vaksin menggunakan virus yang telah dilemahkan sehingga dapat diatasi oleh bayi yang sehat.

  1. Perusahaan obat hanya melakukannya untuk mencari untung

Berdasarkan laporan WHO tahun 2013, penjualan vaksin di seluruh dunia itu sekitar $24 milyar. Angka tersebut hanya menyumbang 2-3% dari  total pasar bisnis farmasi.

Kalau memang perusahaan obat hanya mencari keuntungan, mereka tidak akan menjual vaksin. Bukankah perusahaan obat akan mendapat lebih banyak uang kalau orang-orang sakit karena tidak divaksin?

  1. Vaksin itu haram bagi penganut agama Islam

Ada yang beranggapan vaksin itu haram karena bahan bakunya berasal dari benda yang najis dan prosesnya menggunakan babi. Pembahasan ini cukup panjang.

Singkatnya, banyak ulama yang menyatakan bahwa vaksin itu halal karena babi hanya dipakai di dalam prosesnya saja sebagai katalis. Setelah itu vaksin dibersihkan sehingga tidak ada kandungan babi di dalamnya. Begitu pula najis yang menjadi bahan baku pun hukumnya mubah karena hanya digunakan sebagia “istihalah.” Selengkapnya dapat dibaca di buku susunan Dr. Siti Aisyah Ismail, dkk berjudul Bunga Rampai Kedokteran Islam: Kontroversi Imunisasi.

Terlebih lagi, setiap orang yang pergi haji diwajibkan untuk divaksin sebelum memasuki tanah suci. Akan sangat mengherankan kalau ulama-ulama Arab Saudi mewajibkan orang yang berhaji disuntik zat haram terlebih dahulu. Bukankah Rasulullah pernah bersabda bahwa tidak mungkin umatnya bersepakat dalam kesesatan?

  1. Vaksin adalah konspirasi orang-orang jahat untuk meracuni anak-anak supaya lebih mudah menguasai dunia

Yang satu ini sangat populer. Argumen adanya konspirasi “Yahudi” atau “Freemason,” untuk melemahkan negara-negara yang menjadi musuh mereka. Mitos yang satu ini mengutarakan bahwa vaksin sudah disusupi zat tertentu supaya anak-anak yang divaksin bisa dengan mudah dikendalikan.

Faktanya, tingkat vaksinasi Israel yang notabene negara dengan mayoritas penganut Yahudi malah tertinggi di dunia, sampai 95%. Kalau memang ada konspirasi untuk melemahkan negeri ini, yang perlu mereka lakukan sebenarnya tinggal tidak menyediakan vaksin untuk Indonesia. Nantinya mereka bisa mudah menghancurkan negeri ini dengan senjata biologis virus penyakit tertentu.

Malah yang terjadi sebaliknya. Semakin orang-orang percaya adanya konspirasi lewat vaksin, kita menjadi semakin lemah dan mudah kalah diserang penyakit.

Padahal vaksin sangat bermanfaat!

Berikut ini pencapaian yang telah dicapai karena adanya vaksin:

  1. Membantu menghilangkan penyakit cacar
  2. Menyelamatkan 8 juta jiwa setiap tahunnya
  3. Menurunkan penyakit secara signifikan di seluruh dunia
  4. Vaksin yang baru keluar tahun 2015 diperkirakan menghindari terjadinya 4 juta kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun

Yuk, vaksin anak-anak kita

Banyak yang membayangkan semua anak yang sakit seperti ini.

bayi sakit

Kenyataannya, bagi sebagian anak, penyakit yang bisa dicegah oleh vaksin adalah seperti ini.

bayi tak divaksin yang terkena campak

dan juga seperti ini

000000 4757 PHOTO-CD-2

Vaksin tidak hanya menghapus banyak penyakit. Vaksin juga menghapus ingatan kita tentang penyakit tersebut. Jangan biarkan fantasi dan ego membawa kembali penyakit-penyakit tersebut.

Berikan anak haknya untuk divaksin. Agar kelak, ia tidak menggugat karena telah mengabaikan haknya.