hukum-ghasab

Mengetahui Hukum Ghasab dalam Islam

Ghasab menurut bahasa ialah mengambil secara dzalim. Adapun secara istilah yaitu menguasai harta orang lain dengan alasan tidak benar.

Dari ‘Abdullah bin as-Sa-ib bin Zaid, dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَأْخُذََ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا.

“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.”

Hukum Ghasab

hukum-ghasab
www.kebuena.com.mx

Perbuatan ghasab adalah dosa dan haram, akan tetapi tidak sampai membatalkan shalatnya. Istilahnya adalah sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, akan tetapi disertai oleh suatu yang bersifat mudharat bagi manusia. Sayidina Ali as. Berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, lihatlah di mana dan pada apa kamu salat. Jika itu didapatkan bukan dengan cara yang benar maka tidak diterima salatnya.

Al-ghasab haram dilakukan dan berdosa bagi yang melakukannya, firman Allah :

ولا تأ كلوا موالكم بينكم بالباطل 

“dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain antara kamu dengan jalan bathil”. (Al-Baqarah : 188)

Hukuman Bagi Orang yang Ghasab

  1. Ia berdosa jika ia tahu barang yang diambilnya tersebut milik orang lain.
  2. Apabila barang yang diambilnya hilang/rusak karena dimanfaatkanya, maka ia akan dikenakan denda. Mazhab Hanafi dan Maliki à Denda dilakukan dengan barang yang sesuai/sama dengan barang yang dighasab.
  3. Apabila yang dighasabnya berbentuk sebidang tanah, kemudian dibangun rumah diatasnya, atau tanah itu dijadikan lahan pertanian, maka jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa tanah itu harus dikembalikan. Rumah dan tanaman yang ada diatasnya dimusnahkan atau dikembalikan kepada orang yang dighasab. Hal ini berdasarkan kepada sabda Rasulullah.
    “Jerih payah yang dilakukan dengan cara aniaya (lalim) tidak berhak diterima oleh orang yang melakukan (perbuatan aniaya) tersebut” (HR Daruqutni dan Abu Daud dari Urwah bin Zubair)

Posted

in

by