UMAR BIN KHATTAB – Siapa yang tidak kenal dengan Umar bin Al-Khattab, ia adalah seorang khalifah yang sangat terkenal, kepemimpinannya merupakan sesuatu yang diimpikan, perjalanan hidupnya merupakan sebuah teladan yang diikuti. Banyak orang yang merindukan sosok kepemimpinan Umar bin Khattab dalam memimpin umat Islam yang tengah kehilangan jati diri.
Ada segelintir orang yang tidak menyukai khalifah yang mulia ini, mereka membuat berbagai fitnah untuk merendahkan beliau. Orang-orang tersebut menyebut Umar bin Khattab dengan sebutan al-Faruq yang telah mengambil haknya Ali.
Menurut mereka, Ali bin Abi Thalib lah yang seharusnya menjadi khalifah pengganti Nabi. Karena kebencian mereka terhadap Umar bin Khattab sehingga membuat berbagai berita dan isu untuk merusak citra amirul mukminin Umar bin Khattab.
Agar kamu tidak ikut tersesat dengan berita dan isu yang mereka buat berikut adalah berikan informasi mengenai keutamaan, kemuliaan dan kedudukan Umar bin Khattab.
Nasab dan Ciri Fisiknya
Garis keturunan beliau adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luai, Abu Hafsh al-Adawi. Ia dijuluki al-Faruq. Umar bin Khattab lahir dari seoarang ibu yang bernama Hantamah binti Hisyam bin Al-Mughirah yang merupakan saudari tua Abu Jahal bin Hisyam.
Ciri fisik beliau mempunyai perawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, kulitnya kuning, matanya hitam, dan selalu bekerja dengan dua tangannya. Ada juga yang menyebutkan bahwa kulit beliau putih kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat serta selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambut dengan inai. (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324)
Amirul mukminim Umar bin Khattab merupakan seorang yang sederhana dan rendah hati, tapi tegas dalam masalah agama. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”
Umar bin Khattab pada Masa Jahiliyyah
Beberapa tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad saw., apabila telah datang bulan Dzulhijjah, orang-orang Arab dari berbagai penjuru, seperti biasa datang berbondong-bondong ke Pasar Ukaz untuk menggelar unta-unta mereka. Pada masa semacam itu Pasar Ukaz selalu ramai, ya wajar saja karena berbagai kabilah datang dengan maksud untuk berdagang. Termasuk dalam keramaian itu penduduk dari Mekah.
Orang-orang tersebut memasang tenda-tenda besar untuk menawarkan barang dagangan mereka. Tidak jauh dari tenda-tenda tersebut, ada tempat-tempat hiburan yang biasanya ramai dikunjungi pada waktu malam hari, tetapi tidak menafikan bahwa siang hari juga dikunjungi; dan ramai. Terlebih oleh para pemuda.
Para wanita pun tidak merasa salah dan takut berada di tempat hiburan itu, meskipun pada malam hari para pemuda berpesta minuman sampai terhuyung-huyung. Pesta itu kadang-kadang berlanjut pada pertengkaran sampai peperangan antar kabilah selama bertahun-tahun.
Ada seorang pemuda. Dia berumur di bawah dua puluh tahun; tubuhnya kekar, besar, dan tingginya di atas semua orang yang ada tdi tempat itu. Dialah ‘Umar bin Khattab, jawara gulat tak tertandingi di Pasar Ukaz.
Umar adalah Penduduk Surga Yang Berjalan di Muka Bumi
Dalam sebuah riwayat dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kamu sedang berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”
Dari hadist ini terlihat jelas kemuliaan Umar bin Khattab, ketika beliau masih hidup di dunia, tapi Allah telah membangunkan istana untuknya di Surga.
Kesaksian Ali bin Abi Thalib Tentang Umar bin al-Khattab
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Mulaikah, ia pernah mendengar dari Abdullah bin Abbas berkata, “Umar radhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan para sahabat yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan -ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut-. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata dia adalah Ali bin Abi Thalib.
Ali berkata “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar ash-Shiddiq)
Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku berangkat bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.”
Islam Bertambah Kuat dengan Perantara Umar
Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan betapa besarnya pengaruh Islam pada masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’ala mengampuninya-.
Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi lebih kuat setelah Umar bin Khattab memeluk Islam.”
Umar adalah Seorang yang Mendapat Ilham
Sebuah hadis yang diriwatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”
Dari hadis tersebut menjelaskan bahwa Umar bin Khattab merupakan orang yang diberi ilham atau petunjuk seperti orang-orang Bani Israil yang telah diberikan wahyu.
Wibawa Umar
Sebagai salah satu sahabat Nabi yang memiliki kekuatan fisik Umar bin Khattab merupakan orang yang sangat ditakuti oleh para musuh Islam. Bahkan tidak hanya manusia saja tetapi setan juga takut terhadap Umar bin Khattab.
Hal itu bisa dilihat pada hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anhu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)
Itulah berbagai keutamaan salah satu sahabat Nabi yang mulia. Semoga kita bisa meneladani sifat-sifat Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu.
Kisah Umar yang Membuat Rasulullah Tertawa lalu Menangis
Inilah sebuah kisah yang diceritakan ‘Umar atas permintaan Rasulullah ketika beliau berkumpul dengan sahabat-sahabatnya dan bersabda, “Coba ceritakan padaku kisah yang dapat membuatku tertawa dan menangis.”
Lalu ‘Umar mengajukan diri dan mulai bercerita, “Dahulu aku, pada zaman sebelum mengenal Islam, aku membuat sebuah patung dari manisan. Lalu aku sembah-sembah patung manisan itu layaknya tuhanku. Ketika itu aku berkata, ‘Demi Latta, Uzza, Manat, engkaulah yang mulia, berikanlah aku makanan sebagai rezeki darimu.’
Waktu aku melakukan itu, perutku kebetulan sedang lapar. Maka setelah selesai menyembah patung manisan itu aku bergegas menuju dapur mengambil makanan, tetapi tidak kudapati makanan sedikit pun di dapur. Lalu aku kembali ke tempat sembahyangku tadi. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada makanan selain patung manisan yang kusembah tadi.
Dengan rasa sesal aku pun memakan tuhanku sendiri yang sebelumnya kusembah-sembah. Aku makan mulai dari kepalanya, terus lengannya, terus badannya hingga habis tak tersisa.”
Mendengar kisah ‘Umar tersebut, Rasulullah saw. tertawa sampai terlihat gigi gerahamnya. Lalu Rasulullah saw. bertanya, “Di mana akal kalian pada masa itu?”
‘Umar bin khattab menjawab, “Akal kami memang pintar, namun sesembahan kami memperdaya dan menyesatkan kami.”
Lalu kemudian Rasulullah saw. meminta ‘Umar untuk menceritakan kisah yang dapat membuat beliau saw. menangis.
‘Umar pun memulai ceritanya, “Dahulu, aku punya seorang anak perempuan yang sangat ceria dan jelita. Pada suatu hari, aku ajak anak perempuanku itu ke suatu tempat. Setelah tiba di tempat yang dituju, aku mulai menggali sebuah lubang. Setiap kali tanah galian lubang itu mengenai bajuku … anak perempuanku membersihkannya.
Dia tidak mengetahui bahwa lubang yang sedang aku gali adalah untuk dirinya; untuk mengubunya hidup-hidup sebagai persembahan untuk berhala. Selesai lubang itu digali, aku melemparkan dia ke dalam lubang. Aku masih ingat wajah polosnya saat itu.
Ketika aku menguburkan tanah-tanah, aku melihat dia menangis kencang sambil menatap wajahku. Sampai saat ini aku masih terngiang wajahnya itu.”
Mendengar cerita itu, meneteslah air mata Rasulullah saw. begitu pun dengan ‘Umar yang menyesali perbuatan jahiliyyahnya tersebut.
Kisah Umar pada Pembebasan Irak dan Persia
Pada masa perkembangan dan penyebaran Islam, manaklukkan negara-negara yang dikuasai orang-orang Persia jauh lebih sulit daripada menaklukkan negara-negara adidaya seperti Romawi pada waktu itu, karena bangsanya mereka terdiri dari bangsa yang bersatu.
Sesungguhnya Abu Bakar sudah mengirimkan tentaranya ke perbatasan Irak untuk menaklukkan suku-suku bangsa Arab yang bermukim di bagian Selatan sungai Eufrat. Saat itu tentara yang di utus sahabat Abu Bakar sudah bisa mengalahkan tentara Persia serta menduduki wilayah Hirah dan Anbar, tapi tak lama kemudian tentara utusan tersebut terpaksa mundur dari serangan tentara Persia karena pasukan kaum muslimin pada saat itu tak sebanding dengan pasukan Persia Irak.
Tentara Persia dikirimkan oleh Kisra Yaszayird III dibawah pengawasan panglima Rustam. Umat muslim saat itu mundur sampai Gurun Sahara, sampai berakhirnya kepemimpinan Khalifah sahabat Abu Bakar.
Penyebab utama dari kekalahan ini dikarenakan pada saat itu pasukan Islam sedang berkonsentrasi untuk membebaskan negara Syam dan Palestina dengan melawan pasukan Romawi. Setelah Romawi bisa dikalahkan di Syam dan Palestina pada pertempuran Ajnadin tahun 16 H, sahabat Umar bin Khattab pun mengerahkan tentara langsung pergi ke Irak untuk membantu pasukan disana. Pada mulanya Khalifah Umar sendiri yang mempmpin tentara itu, akan tetapi banyak sahabat menasehati agar pimpinan tentara diserahkan kepada Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash saja. Umar pun menerima nasehat tersebut.
PERTEMPURAN KADISIA (16 H = 636 M)
Sa’ad bin Abi Waqqash beserta seluruh pasukannya melaju menuju ke wilayah Kadisia, dimana suatu kota yang menjadi pintu pembuka masuk ke negara Irak. kemudian Disana sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash bertemu dengan Panglima Rustam. banyak pasukan dari negara Persia adalah berjumlah 30.000 pasukan, sedangkan pasukan kaum muslim hanya sekitar 7.000 sampai 8.000 ribu tentara.
Pada saat itu Bangsa Persia tertawa terbahak ketika melihat peralatan perang yang di milik pasukan Islam yang hanya terdiri dari umban batu yang mereka katakan sebagai alat penenun benang. Tetapi ketika peperangan berkecamuk pertempuran sengit antara kedua belah pihak selama tiga hari lamanya, dan berakhir dengan kemenangan pada tentara Islam. Dalam pertempuran itu Panglima Rustam serta sejumlah tentara persia mati terbunuh, sedang yang hidup terpaksa melarikan diri. Meraka dikejar oleh laskar Sa’ad, lalu terjadi pula pertempuran di Jalula tahun 17 H. (638 M)
Waktu itu seorang Puteri Kisra dapat ditawan dan sejumlah besar laskar Persia mati terbunuh. Kemudian Sa’ad memasuki Irak dan menaklukkan kota Madain, sebagai Ibu kota Kerajaan Persia, sesudah dikepung selam dua bulan. Tentara Islam banyak memperoleh harta rampasan perang yang amat banyak, diantaranya adalah singgasana keemasan Kisra sendiri. Kisra Yazdayird melarikan diri ke Halwan. Perang Kadisia ini termasuk peperangan yang paling hebat di zaman Umar bin Khattab.
PERTEMPURAN DI NAHAWAND (21 H = 642 M)
Pertempuran Nahawand sebagai Fathul Futuh
Kisra Yazdayird III tidak bisa mengumpulkan tentaranya dengan cepat, ia memerlukan waktu empat tahun untuk menghimpun kekuatan, maka terkumpullan balatentara yang berjumlah 150.000 orang untuk menghadapi tentara Islam. Pada tahun 21 H. Yazdayird III mengerahkan angkatan perangnya itu dan Khalifah Umar mengirimkan bantuan laskar untuk membantu Sa’ad. Maka terjadilah peperangan yang sanat hebat diantara keduanya di Nahawand. Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan di pihak Islam, walaupun orang Persia telah berperang mati-matian membela negaranya. Peperangan ini dikenal dengan sebutan ‘Fathul Futuh’ yang berarti ‘Pembebasan dari segala pembebasan’.
Yazdayird III Kisra yang terakhir dari keluarga Sasania.
Laskar Arab terus mengejar Yazdayird III dan menduduki daerah kekuasaannya secara bertahap, sehingga akhirnya Kisra itu terpaksa melarikan diri sampai ke perbatasan Timur negerinya. Akan tetapi ia mati ditengah perjalanannya karena dibunuh orang pada tahun 31 H. (652 M.). Peristiwa ini terjadi pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
Dengan kematian Yazdayird III ini lenyaplah kerajaan keluarga Sasania dari permukaan bumi, dan terbuktilah sabda Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa kerajaan Persia kelak akan terkoyak oleh ummat Islam sebagaimana Kisranya mengoyak-ngoyak surat Nabi kepadanya.
Kemenangan yang beruntun ini sangat besar pengaruhnya atas kehidupan bangsa Arab berikutnya. Mereka hidup dalam kesenangan dan kemewahan harta benda yang tiada terpermanai itu mengelabuhi pikiran bangsa Arab yang telah terbiasa hidup kasar dan bersahaja.
Kisah Umar dan Pengaduan Seorang Yahudi Tua
Pada masa khalifah Umar bin Al-Khattab, ada sorang gubernur Mesir bernama Amr bin ‘Ash. Ia berniat untuk membangun sebuah masjid di wilayah yang masih dalam kekuasaannya. Tetapi keinginannya itu terbentur dengan adanya rumah atau lahan yang harus digusur. Rumah tersebut ternyata milik seorang Yahudi tua.
Gubernur Amr bin ‘Ash kemudian memanggil seorang yahudi tua pemiliki rumah tersebut dan meminta agar dia mau menjual lahannya. Namun orang Yahudi itu tidak berniat untuk menjual lahannya. Selanjutnya gubernur Amr bin ‘Ash memberikan penawaran tinggi dengan harga yang jauh diatas harga pasaran pada umumnya. Akan tetapi orang Yahudi ini tetap saja bersikeras menolak untuk menjual lahannya.
Akhirnya gubernur kesal karena berbagai cara telah dilakukan namun tetap saja tidak membuahkan hasil, maka sang gubernur pun menggunakan kekuasaanya dengan cara memerintahkan tangan besinya untuk menyiapkan surat pembongkaran dan menggusur paksa lahan milik Yahudi tersebut, sementara si Yahudi tua itu tidak bisa berbuat apa-apa melihat tindakan sang penguasa kecuali menangis. Kemudian sang Yahudi itu berniat mengadukan kesewenang-wenangan Amr bin ‘Ash Mesir itu kepada khalifah Umar bin Khattab. Akhirnya orang Yahudi itu berjalan kaki pergi menuju ke Madinah untuk mengadukan masalah yang terjadi kepada Khalifah Umar bin Khattab.
Begitu tiba di Madinah, seorang Yahudi tua itu merasa takjub karena Khalifah Umar tidak mempunyai istana yang megah. Bahkan ia diterima Umar hanya di halaman Masjid Nabawi di bawah naungan pohon kurma. Selain itu penampilan Khalifah Umar sangat sederhana untuk ukuran pemimpin yang mempunyai kekuasaan begitu luas.
“Ada keperluan apa tuan datang jauh-jauh dari Mesir ke Madinah?” tanya sang Amirul mukminin.
Kemudian setelah mengatur detak jantungnya karena berhadapan langsung dengan seorang khalifah yang tinggi besar, penuh wibawa dan, ramah sang Yahudi itu mengadukan kasus yang sedang ia alami. Dia bercerita pula tentang perjuangannya untuk memiliki rumah itu, dimana sejak masih muda dia telah bekerja keras untuk dapat membeli sebidang tanah dan membuat tempat tinggal di atas tanah tersebut.
“Akan tetapi wahai Amirul mukminin, sungguh sangat menyedihkan. Harta satu-satunya yang aku miliki sekarang sudah sirna, karena telah terkena gusur oleh gubernur Amr bin ‘Ash, ujar orang Yahudi itu tanpa rasa takut.”
Laporan tersebut membuat sang khalifah Umar marah dan wajahnya menjadi merah padam (menahan marah). Kemudian setelah amarahnya mereda, Yahudi tua itu diminta amirul mukminin untuk mengambil tulang belikat unta dari tempat sampah lalu menyerahkannya tulang itu kepada Umar. Selanjutnya khalifah Umar menggores tulang busuk tersebut dengan huruf alif yang lurus dari atas ke bawah. Dan di tengah-tengah goresan tersebut ada goresan melintang dengan menggunakan ujung pedang, kemudain tulang itu pun diberikan kembali kepada orang Yahudi dan berpesan : “Tuan bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir kemudian berikanlah kepada Gubernur Amr bin ‘Ash” jelas amirul mukminin Umar bin Al-Khattab.
Seorang Yahudi tua itu kebingungan ketika diperintahkan untuk membawa tulang dari tempat sampah yang telah digores dan kemudian memberikannya kepada sang Gubernur Amr bin ‘Ash. Sontak wajah gubernur langsung pucat pasi dan menggigil ketika menerima pesan dari tulang busuk tersebut. Saat itu juga sang gubernur Amr bin ‘Ash langsung mengumpulkan rakyatnya untuk membongkar masjid yang sedang dibangun dan membangun kembali gubuk reot milik orang Yahudi tua itu.
“Bongkar masjid itu!”, teriak sang Gubernur Amr bin ‘Ash gemetar. Orang Yahudi itu merasa terheran-heran dan tidak mengerti dengan tingkah laku sang Gubernur.
“Tunggu!” teriak orang Yahudi tua itu. “Maaf Tuan, tolong izinkan saya mendapati penjelasan tentang perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang tersebut? Lali apa keistimewaan dari tulang itu sehingga Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang sangat mahal ini? Sungguh saya tidak paham.”
Kemudian gubernur Amr bin ‘Ash memegang pundak orang Yahudi sambil berkata: “Wahai tuan, tulang ini hanyalah tulang belikat unta biasa dan baunya pun busuk. Namun tulang ini merupakan peringatan keras kepada diriku dan tulang ini juga merupakan ancaman dari khalifah Umar bin Khattab. Artinya apa pun jabatan dan kekuasaanmu, suatu saat pasti kamu akan bernasib sama seperti tulang ini, karena itu berlaku adillah kamu seperti huruf Alif yang lurus. Adil di atas, dan adil pula di bawah. Sebab kalau kamu tidak berlaku adil dan lurus layaknnya goresan tulang ini, maka Khalifah Umar tidak akan segan-segan untuk memenggal kepala saya”, jelas Gubernur Amr bin ‘Ash.
Orang Yahudi tua itu tunduk terharu dan terkesan dengan keadilan dalam Islam yang ditegakkan oleh khalifah Umar bin Khattab.
“Sungguh mulia ajaran agama Tuan. Sungguh aku ikhlas dan rela menyerahkan tanah dan gubuk milik saya. Bimbinglah saya dalam memahami ajaran Islam!”
Akhirnya orang Yahudi itu mengikhlaskan lahannya untuk pembangunan masjid kemudian dia sendiri langsung masuk agama Islam.
Allahu Akbar.
Tulisan telah disadur ulang dengan tanpa merubah inti dari cerita.
Kisah Umar dan Ibu yang Memasak Batu
Suatu waktu tanah Arab dilanda paceklik, tanah-tanah tandus karena musim kemarau berjalan cukup lama. Tahun itu disebut tahun abu.
Khalifah Umar bin Khattab mengajak sahabat yang bernama Aslam untuk mengunjungi kampung terpencil di sekitar Madinah.
Dalam perjalanan Khalifah terhenti didekat sebuah tenda lusuh, ada suara tangis gadis kecil yang mengusik perhatiannya. Umar pun kemudian mengajak Aslam untuk mendekati tenda tersebut untuk memastikan apakah penghuninya butuh bantuan.
Ketika mendekat, Khalifah Umar melihat seorang wanita dewasa duduk di depan perapian sambil mengaduk ngaduk bejana.
Setelah mengucapkan salam, Khalifah meminta izin mendekat kemudian bertanya tentang apa yang terjadi.
“Siapa yang menangis di dalam?” Khalifah Umar bertanya.
“Dia anakku,” jawab perempuan itu agak ketus.
“Kenapa anak-anakmu menangis? Apa dia sakit?” Khalifah melanjutkan.
“Tidak, mereka lapar,” balas perempuan itu.
Terang saja jawaban tersebut membuat Khalifah Umar dan Aslam tertegun. Namun, Keduanya masih duduk di tempat semula cukup lama, sementara Ibu tersebut terus mengaduk bejana diiringi suara tangis anaknya yang tak kunjung berhenti.
Karena Ibu terus mengaduk bejana Khalifah Umar pun penasaran.
“Apa yang kau masak, hai Perempuan?” Tanya Khalifah Umar
“Kau lihatlah sendiri!” jawabnya.
Khalifah Umar dan Aslam kemudian melihat ke isi bejana tersebut. Seketika mereka kaget melihat isi bejana tersebut.
“Kenapa kau masak itu batu?” tanya Khalifah Umar tercengang.
“Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum,” Kata perempuan itu tak tahu bahwa orang yang ada di depannya adalah orang yang dibicarakannya.
“Lihatlah aku. Aku ini seorang janda. Sejak tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. anakku pun kusuruh berpuasa, sambil berharap ketika waktu berbuka datang, kami mendapat rezeki. Namun selepas maghrib tiba makanan belum juga ada. Anakku pun terpaksa tidur dengan perut kosong.
Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukan batu itu ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku agar dia lelap sampai pagi. tapi ternyata sebentar-sebentar dia bangun dan merengek minta makan, mungkin karena lapar,” Lanjut perempuan itu.
“Namun apa dayaku? Sungguh Umar bin Khattab dia tidak pantas menjadi pemimpin. Dia tidak menjamin kebutuhan rakyatnya,” lanjutnya lagi.
Ketika wanita itu berbicara tentang Khalifah Umar bin Khattab yang menurutnya tidak mau melihat ke bawah, Aslam hendak menegur wanita itu. Namun, Khalifah Umar mencegahnya. Setelah itu Umar pun bangkit dari tempat duduknya dan mengajak Aslam pergi ke Madinah sambil menitikkan air mata dan kemudian bangkit dari tempat duduknya.
Setelah sampai di Madinah, tanpa beristirahat, Ia langsung mengambil sekarung gandunm dan dipikulnya sendiri karung tersebut, tanpa mempedulikan sedikit pun rasa lelah yang dialaminya.
Melihat Khalifah memikul sendiri gandum, Aslam pun segera mencegah. “Sebaiknya aku saja yang memikul gandum itu, ya Amirul Mukminin,” kata Aslam.
Mendengar kalimat tersebut wajah Khalifah menjadi merah padam.
“Aslam, jangan kau jerumuskan aku ke dalam neraka. Kau mau menggantikan aku memikul beban ini? apakah kau mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak?” Jawab Umar dengan nada meninggi.
Aslam pun tertunduk mendengar perkataan tersebut. Kemudian, Sembari terseok-seok, Khalifah Umar akhirnya mengangkat karung itu dan diantarkan ke tenda tempat tinggal wanita itu.
Sesampai di sana, Khalifah Umar menyuruh Aslam membantu menyiapkan makanan. Khalifah sendiri memasak makanan untuk perempuan itu dan anak-anaknya.
Selepas masakannya matang, Khalifah Umar segera mengajak keluarga miskin tersebut untuk menyantapnya. Melihat mereka bisa makan, hati Khalifah Umar merasa sedikit tenang.
Setelah Makanan habis Khalifah pun berpamitan. Kemudian meminta perempuan tersebut datang menemui Khalifah di keesokan harunya.
“Besok temuilah Amirul Mukminin dan kau bisa temui aku juga di sana. Insya Allah dia akan mencukupimu,” kata Khalifah Umar.
Keesokan harinya, perempuan tersebut pergi menemui Amirul Mukminin. Betapa kagetnya si perempuan itu melihat sosok Amirul Mukminin, yang tidak lain adalah orang yang telah dia cela dan memberikan makanan untuk dia dan anaknya.
“Aku mohon maaf. Aku telah menyumpahimu dengan kata-kata dzalim. Aku siap dihukum,” kata perempuan tersebut menyesal.
“Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku berdosa membiarkan seorang ibu dan anak kelaparan di daerah kekuasaanku. Bagaimana aku mempertanggung jawabkan hal ini kelak di hadapan Allah? Maafkan aku, ibu,” kata Khalifah Umar.