Pesantren merupakan salah satu jawaban bagi orang tua yang menginginkan anaknya selamat dari lalai terhadap agama islam dan lingkup pergaulan bebas. Justru, suatu anggapan yang keliru bilamana orang tua mendaftarkan anaknya ke pesantren karena sekolah negeri yang diharapkan gagal lolos seleksi.
Sadar atau tidak, itu sama halnya dengan menganggap pesantren sebagai lembaga “hasil buangan”. Jangan takut jika anak yang kita titipkan di pesantren akan menjadi katrok, gaptek dan lain sebagainya.
Padahal jika kita tahu, banyak diantara lulusan-lulusan pesantren berbakat dan memiliki peran penting saat terjun ke masyarakat.
Teruntuk orang tua, jangan pernah melewatkan sedikitpun untuk mendoakan anak-anak supaya menjadi generasi saleh dan salehah. Setidaknya ilmu yang ia peroleh bermanfaat untuk dirinya sendiri atau bahkan keluarga dan saudaranya.
Oleh karena itu, sebagai orang tua sudah sepatutnya kita menyelamatkan generasi yang akan datang. Jika memang berniat untuk memasukkan anak ke pesantren, ada 5 kriteria yang perlu diperhatikan sebelum kita mendaftarkannya.
Tipe Pendidikan
Umumnya pesantren di seluruh Indonesia terdiri dari dua tipe, yakni tipe pesantren tertutup dan tipe pesantren terbuka.
Biasanya tipe pesantren terbuka hanya menerapkan kurikulum berbasis pesantren saja, tidak dipadukan bersama kurikulum dari pemerintah. Intinya, pesantren terbuka ini hanya mengajarkan santri mengkaji dan mengaji kitab kuning saja.
Tatkala seorang santri ingin memperluas wawasannya dengan mendalami ilmu eksak dan sosial, maka ia bisa memilih untuk masuk sekolah formal terdekat dari area pesantren. Kesimpulannya, pendidikan pesantren dan sekolah formal tersebut menjadi terpisah.
Lain halnya dengan pola pendidikan pesantren tertutup, pembelajaran para santri dipadukan dengan pendidikan formal dan kitab kuning. Sehingga santri yang belajar pada pesantren seperti ini tidak perlu repot lagi untuk mencari sekolah umum. Karena keduanya telah masuk dalam satu lembaga yang sama.
Pola Asuh
Sangat direkomendasikan untuk memilih pesantren yang diasuh oleh ustadz atau kiai berkharisma di mata masyarakat. Selama kiai atau ustadz dalam pesantren tersebut masih ada atau hidup, umumnya mereka akan senantiasa merawat dan memperhatikan keberlangsungan kegiatan pesantren miliknya. Jika mereka telah berpulang ke sisi Allah, maka pesantren tersebut akan berpindah alih ke tangan anaknya.
Terdapat beberapa manfaat yang akan didapat dari orang tua jika menitipkan anaknya ke pesantren bilamana pola asuhnya diawasi secara langsung oleh kiai, yaitu:
- Ketika orang tua menjenguk anaknya di pesantren, maka mereka dapat bertatap muka secara langsung dengan kiai. Dengan begitu maka orang tua dapat silaturahmi dan berinteraksi dengan orang saleh.
- Kiai atau ulama biasanya rutin mendoakan santri-santrinya bahkan beserta keluraganya. Secara tidak langsung, hal ini tentu juga akan berpengaruh kepada orang tua yang mendapat bagian doa dari kiai mereka.
Prioritaskan Output Ketimbang Input
Sebagai orang tua yang bijak, pilihlah pesantren yang tidak terlalu mahal untuk anak. Fasilitas mewah sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan dalam dunia pendidikan mental.
Karena pada hakikatnya hal tersebut justru akan memanjakan anak. Secara tidak langsung mental mereka akan buruk alias menjadi mental tempe.
Pesantren dengan biaya mahal, tentu saja belum mampu menjamin apakah anak itu nanti memiliki karakter yang layak ketika terjun di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, pilihlah pesantren yang telah terbukti meluluskan beberapa generasi salih nan berkarakter. Seperti tokoh masyarakat, pejabat publik dan lain sebagainya.
Pasrahkan semua pendidikan pesantren kepada anak dalam membentuk pola pikir dan karakternya. Cukup biarkan ia belajar mandiri dan perhatian saat menyikapi setiap problematika kehidupan pesantren.
Bila anak mengeluh terlalu banyak, usahakan untuk segera mengkonfirmasi pihak pesantren, lalu beri nasihat kepada anak. Jangan sampai kita sebagai orang tua membela kesalahannya.
Pilihlah Pesantren yang Lumayan Jauh dari Tempat Tinggal
Memang bukanlah hal yang mudah dalam memilah dan memilih pesantren untuk anak. Jangankan orang tua yang belum pernah mencicipi hidup di pesantren, bahkan mereka yang dulunya menjadi santri pun sempat bingung akan dititipkan ke pesantren mana anaknya nanti.
Sebagai rekomendasi, pilihlah pesantren yang masih jauh dari tempat tinggal. Sebisa mungkin di luar kota atau luar provinsi. Ini dimaksudkan agar si anak tidak kabur atau sering pulang ke rumah.
Hal tersebut memang sering terjadi di beberapa pesantren, mengingat santri baru umumnya masih kaget dengan beragam peraturan pesantren yang terlalu ketat atau belum siap untuk hidup mandiri.
Pesantren Bersih dan Tidak Kumuh
Tidak ada salahnya jika kita turut memperhatikan tingkat kebersihan lingkungan pesantren yang akan dihuni oleh si anak. Sementara itu, penyakit kulit sendiri sering kali diakibatkan dari pola hidup santri yang jorok, jarang ganti pakaian, mandi kurang teratur dan sebagainya.
Mirisnya, kejadian tidak meng-enakan ini telah menjadi tagline atau doktrin yang sudah populer di kalangan santri “Kalau belum sakit kulit atau budukan, ya belum jadi santri (seutuhnya). Sebenarnya ini bertentangan dengan Sunnah Nabi Muhammad Saw. yang mengajarkan kepada kita akan pentingnya kebersihan lingkungan.
Sudah menjadi hal wajar memang bilamana santri terserang penyakit kulit. Biarlah Allah yang menguji dan memberi pahala seberapa besar kesabaran santri ketika diuji dengan musibah sakit kulit tersebut.
Ada baiknya memang kita selaku orang tua memberikan masukan dan sara kepada pengurus pesantren dalam merawat kebersihan untuk kesehatan. Hal ini tentu saja akan berdampak pada doktrin penyakit kulit pesantren tersebut yang akan hilang sedikit demi sedikit.