7 Kunci Dibalik Keberhasilan Dakwah Walisongo Mengislamkan Jawa

Islam telah bersinggungan dengan bumi nusantara memang sudah dari abad 10, yakni adanya kontak antara pedagang arab dan wilayah Sriwijaya. Sedang di Jawa, ditemukan nisan muslim non-Jawa yang bertuliskan tahun 1082 atau abad 11 Masehi.

Berbeda dengan beberapa wilayah utara Sumatera yang penduduk pribumi telah banyak memeluk Islam dan membangun koloni sendiri, penyebaran Islam di Jawa cenderung lambat walaupun pedagang Islam telah berdatangan di pesisir utara Jawa.

Walaupun peneliti dan sejarahwan Louis-Charles Damais menunjukkan bukti bahwa ada beberapa pejabat Majapahit yang memeluk Islam, namun pada kenyataannya sampai abad 14, pemeluk Islam masih sedikit.

Agama dan budaya Hindu-Budha memang telah mengakar kuat di bumi Jawa Dwipa selama belasan abad, mulai dari Tarumanegara sampai dengan Majapahit. Sehingga wajar jika penduduk pribumi tidak mudah untuk melirik kebenaran agama Islam.

Namun, beratnya tantangan dakwah di bumi Jawa ternyata bukanlah kendala jika Allah yang menghendaki. Kehadiran tim dakwah Walisongo menjawab segala tantangan itu dengan keberhasilan mengislamkan mayoritas penduduk Jawa.

Bahkan yang bikin banyak pakar terheran-heran, Walisongo mengislamkan Jawa hanya dalam kurun waktu sekitar setengah abad. Tanpa kekerasan, tanpa peperangan.

Inilah dakwah tersukses yang patut kita jadikan teladan atau diadaptasi menjadi metode dakwah di era sekarang. Apa saja yang menjadi kunci keberhasilan dakwah walisongo? Berikut poin-poinnya.

Penelitian dan Perencanaan

panoramio.com

Diawali dari catatan dari penjelajah muslim Ibnu Batutah yang menjadi penelitian geografis terlengkap saat itu. Catatan itu sampai ke tangan Khalifah Turki Utsmani, Sultan Muhammad I.

Sang khalifah mendapati dalam sebuah pulau yang sangat strategis, karena letaknya di tengah pulau lain dan padat penduduknya, namun belum tersentuh dakwah Islam secara maksimal.

Maka disusunlah perencanaan untuk mempercepat penyebaran Islam di tanah Jawa. Dengan mengirim tim dakwah secara bertahap yang sekarang kita kenal dengan nama Walisongo.

Bukti bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I yakni adanya surat dari sang Khalifah yang ditujukan kepada para Ulama Afrika Utara dan dan Timur Tengah untuk mengirim da’i ke pulau Jawa.

Bukti kedua adalah kitab Kanzul Hum karya Ibnu Batutah yang berisi tentang sejarah berdirinya walisongo dan sampai dengan pergantian anggotanya.

Pengiriman tim dakwah Majelis Walisongo disebut terencana dengan baik dilihat dari beberapa hal. Pertama adanya pemetaan kondisi masyarakat Jawa, pemilihan ulama yang dikirim, ada jalinan komunikasi Walisongo dengan Turki Utsmani.


Pemilihan Da’i yang Faqih Agama dan Ilmu Dunia

youtube.com

Rencana pengiriman para juru dakwah ini bukanlah sembarangan, ada penyesuaian dengan kondisi masyarakat yang akan menjadi sasaran dakwah.

Para ulama dan auliya’ ini selain harus seorang faqih dalam agama, juga mempunyai keahlian keilmuan lain yang dibutuhkan masyarakat.

Contohnya seperti ulama yang juga ahli tata negara, ulama yang juga ahli dalam pertanian, ulama yang ahli ilmu persenjataan, dan juga ilmu dunia yang lainnya.


Ketulusan Menyentuh Hati Masyarakat Jawa

satuislam.org

Sudah bukan rahasia lagi dalam penuturan banyak masyarakat Jawa, bahwa dakwah Walisongo dilakukan dengan kelembutan dan penuh kedamaian, sehingga bisa menyentuh hati rakyat Jawa.

Walisongo tidak membedakan antara yang miskin dan kaya, antara kasta bawah dan kasta atas. Semangat penghapusan kasta inilah yang mendapat simpati dari rakyat kecil. Kepada rakyat miskin Walisongo dicintai karena membantu persoalan hidup mereka, dari urusan ekonomi sampai dengan spiritual.

Sedangkan kepada para pembesar dan bangsawan, Walisongo menunjukkan kebijaksanaannya dan ketinggian ilmunya, sehingga sangat dihormati. Tak ayal jika banyak tokoh termasuk para pangeran Majapahit yang menjadi murid Ulama Walisongo.

Ketulusan dakwah walisongo yang tampa pamrih, dan hanya mengajak kepada kebaikan. Ketulusan para waliyullah yang tak ada tendensi untuk berkuasa di tanah Jawa. Semua itu menjadi magnet ajaran Islam yang menyatu dalam karakter ulamanya.

Rasa takzim dan pemuliaan kepada ulama Walisongo, sehingga ulama-ulama ini disebut dengan derajat waliyullah dan panggilan sunan.


Membantu Problematika Masyarakat

twitter.com

Ketika diketahui bahwa sistem bercocok tanam penduduk Jawa yang masih tradisional hanya mengandalkan air hujan, maka dikirimlah seorang ulama yang juga ahli irigasi bernama Maulana Malik Ibrahim.

Di tengah kemiskinan rakyat akibat perang, Maulana Malik Ibrahim yang bergelar Sunan Gresik mendapatkan simpati rakyat karena turut menyejahterakan rakyat kecil lewat cara pertanian baru.

Contoh lain adalah ketika kerajaan Majapahit yang kondisi makin melemah dengan tata negara yang carut-marut. Maka dikirimlah seorang ahli tata negara yang bernama Raden Ahmad Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan gelar Sunan Ampel.

Sunan ampel mengajarkan agama dan sekaligus ilmu tata negara di Ampel Denta. Bahkan para pangeran Majapahit, anak-anak dari Raja Brawijaya V juga belajar di sana.

Di sinilah kedekatan dengan pusat politik Jawa mulai dibangun, melalui pengajaran dan pernikahan dengan kerabat kerajaan. Salah satu murid Sunan Ampel adalah Raden Patah, seorang pangeran Majapahit yang kelak akan mendirikan kerajaan Demak.

Kita tahu budaya jawa asli yang penuh mistik dan klenik, ditambah lagi dengan mistisisme dalam agama Hindu-Budha.

Maka untuk menghilangkan budaya klenik yang sebetulnya hanya tipu daya jin dan setan, dikirimlah seorang Wali yang ahli ruqyah bernama Maulana Maghribi atau Syekh Subakir.

Walaupun tidak bisa menghilangkan budaya klenik sepenuhnya, paling tidak Syekh Subakir menunjukkan pada penduduk Jawa betapa kekuasaan Allah lewat kalimat suci dan karomah Wali begitu besar, mengalahkan para tukang sihir dan jin jahat.

Jika sekarang banyak muslim Jawa yang mengasosiasikan Walisongo dengan manusia sakti, sebetulnya hanya anggapan orang awam yang tak mengerti tentang karomah para wali, yang datang dari Allah SWT semata.


Keorganisasian yang Solid

fuad-almusawa.blogspot.com

Kegagalan para da’i sebelumnya di Jawa adalah karena dakwah yang tidak terorganisir dan tanpa ada pembagian misi yang jelas. Sisi inilah yang menjadi keunggulan Walisongo yang bagus menjalankan keorganisasiannya.

Sifat organisasi modern bahkan sudah diterapkan oleh Walisongo, yakni rasional, sistematis, harmonis, dan kontinyu serta menggunakan strategi, metode dan fasilitas dakwah yang betul-betul efektif.

Prof. K.H.R. Moh. Adnan dalam bukunya menyimpulkan bahwa organisasi Walisongo dapat diidentikkan dengan panitia ad hoc atau kabinet dalam rangka mengislamkan masyarakat Jawa.

Dalam hal ini, setiap orang dari mereka memegang peranan dan bertanggungjawab sebagai ketua bagian, seksi (menteri) dalam organisasi dakwah Walisongo itu.

Dan mereka sering berkumpul bersama, mengadakan sesuatu, merundingkan berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan perjuangan mereka.

Saking pentingnya organisasi dakwah bagi Walisongo, maka setiap ada wali yang wafat atau meninggalkan tanah Jawa, harus ada penggantinya. Itulah mengapa ada sampai lima generasi atau bisa disebut lima ‘kabinet’ yang bergantian dalam majelis Walisongo.


Pengkaderan Ulama dan Ulil Amri (Pemimpin)

mawarqodiriyah.blogspot.com

Fondasi utama dalam kontinyuitas dakwah Islam adalah pengkaderan. Pemondokan dan madrasah-madrasah yang dibuat para wali tidak lain sebagai pengkaderan para ulama yang akan meneruskan dakwah, dan pengkaderan tokoh yang akan memimpin rakyat Jawa.

Salah satu keberhasilan pengkaderan adalah kepada tokoh pribumi Jawa  yang tidak ada nasab dengan Timur Tengah dan Ahlul Bait Rasulullah (nasab semua anggota walisongo) yakni Sunan Kalijaga. Bahkan Sunan Kalijaga juga diangkat menjadi anggota majelis Walisongo karena ketinggian akhlak dan ilmunya.

Sedangkan gambaran pengkaderan kepada tokoh pemimpin yang paling menonjol adalah Raden Patah, yang nantinya menjadi sultan Demak kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.


Politik Sebagai Puncak Masifikasi Dakwah

duniakuat.blogspot.com

Tidaklah bisa disangkal bahwa selalu ada unsur politik dalam dakwah, karena Islam itu menyeluruh menyangkut segala bidang. Bahkan dari awal pengiriman dari Khalifah Turki juga hasil kebijakan politik.

Namun politik yang diusung tentu bukan politik kekuasaan semata seperti yang lazim sekarang ini. Politik nilai, etika politik, politik untuk kemashlahatan umat, itulah yang diterapkan oleh Walisongo.

Dalam penyebaran Islam yang lebih masif, tentu harus memegang kunci-kunci politiknya. Yakni para pembesar kerajaan Majapahit yang mengijinkan dakwah walisongo, ataupun para pembesar daerah yang telah mendukung dakwah Islam.

Pada puncaknya ketika kekuasaan bisa diraih dengan jalan yang Islami, didirikanlah Kerajaan Demak sebagai simbol Islam dan penyokong dakwah kepada rakyat banyak.