Hukum dimandikannya jenazah diperselisihkan ulama. Namun, jumhur ulama berpendapat bahwa jenazah wajib dimandikan.
Hal ini didasarkan pada salah satu hadits. Ibnu ‘Abbas berkata: “Ketika seseorang sedang wuquf di Arafah, tiba-tiba ia jatuh dari hewan tunggangannya yang seketika itu menginjaknya hingga meninggal. Maka Nabi memerintahkan para shahabatnya:
“Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara.” (HR. Bukhari)
Maka kini kita dapati hukum memandikan jenazah yaitu fardu kifayah, maksudnya bila telah ada sebagian orang yang menunaikannya, maka gugurlah kewajiban yang lain.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Memandikan Jenazah
Sebelum memandikan jenazah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
Pertama: Jenazah laki-laki harus dimandikan oleh laki-laki dan jenazah wanita dimandikan oleh wanita pula, kecuali suami istri. Diperbolehkan suami memandikan jenazah istrinya dan sebaliknya istri boleh memandikan jenazah suaminya sebab keduanya adalah muhrim.
Kedua: Yang memandikan jenazah hendaklah orang yang memiliki pengetahuan tentang tata caranya, terlebih lagi bila orang tersebut dari kalangan keluarganya. Diutamakan pula seorang yang shalih, karena ia dapat menahan dirinya untuk menceritakan aib (cacat/ cela) yang dilihatnya dari si mayit bahkan menutupinya.
Ketiga: Jenazah yang akan dimandikan jangan diletakkan di atas tanah karena akan mempercepat kerusakan jasadnya. Seharusnya jenazah diletakkan di atas tempat tidur atau papan yang lurus. Papan tersebut pada bagian kaki mayit agak dimiringkan sehingga air basuhan dapat mengalir ke bawah kaki, tidak mengalir ke kepala mayat atau menggenang di bawah tubuhnya.
Tata Cara Memandikan Jenazah
Dari hadits-hadits yang ada, berikut adalah kesimpulan tentang tata cara memandikan jenazah.
1. Melepas Pakaian Jenazah dan Menutup Auratnya dengan Kain
Ketika hendak dimandikan, pakaian yang masih menutupi tubuh mayat dilepas seluruhnya, sebagaimana hal ini biasa dilakukan di masa Nabi. Dan bagian auratnya ditutup dengan kain.
Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah:
“Seorang lelaki tidak boleh melihat aurat laki-laki yang lain dan seorang wanita tidak boleh melihat aurat wanita lain.” (HR. Muslim)
Mayat dimandikan di tempat yang tertutup dari pandangan mata, bisa di kamar atau di kemah. Pemandian ini hanya dihadiri oleh orang yang memandikannya beserta orang yang membantunya jika memang diperlukan.
Hal ini karena terkadang mayat berada dalam keadaan yang tidak disenangi (untuk dipandang) sehingga menampakkannya di hadapan manusia merupakan satu bentuk penghinaan terhadapnya. Hal ini juga dalam rangka menjaga pandangan orang lain, sebab kadang ada orang yang ketakutan melihat mayat.
2. Mencuci Anggota-Anggota Wudhunya
Setelah dihilangkan najis dari si mayat (dan dibersihkan), ia diwudhukan oleh orang yang memandikannya seperti wudhu untuk shalat. Dicuci kedua telapak tangannya. Lalu diambil kain yang kasar, dibasahi dan diletakkan pada jari orang yang memandikan si mayat. Kemudian dengan jari yang dibalut kain tersebut gigi geligi mayat diusap. Demikian pula bagian dalam hidungnya hingga bersih. Hal ini dilakukan dengan lemah lembut. Kemudian wajah mayat dicuci dan disempurnakan wudhunya.”
Setelah mayat diwudhukan, rambutnya digerai dengan perlahan dan dicuci bersih. Apabila mayat itu seorang wanita, rambutnya disisir dan dikepang tiga, dua kepangan pada dua sisi kepala dan satunya lagi di bagian rambut depan/jambul. Kemudian, sebagaimana kata Ummu ‘Athiyyah yang mengabarkan pemandian jenazah Zainab putri Nabi:
“Kami menjalin rambutnya menjadi tiga pintalan dan meletakkannya di belakangnya.” (HR. Bukhari)
3. Membasuh Tubuh Mayat.
Setelahnya dimulai membasuh bagian kanan tubuh mayat. Mayat dimandikan dengan tiga kali siraman atau lebih, namun tetap dalam hitungan ganjil. Pada sebagian siraman, mayat dibasuh dengan air yang dicampur dengan daun sidr (bidara) yang dihaluskan.
Namun bila tidak didapatkan, bisa digantikan dengan pembersih lainnya seperti sabun atau yang lainnya karena Allah berfirman:
“Bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian.”
“Allah tidak membebani satu jiwa kecuali sekadar kemampuannya.”
Pada akhir basuhan, air dicampur dengan wewangian, lebih utama lagi dicampur dengan kapur barus yang dihaluskan. Air yang digunakan untuk memandikan mayat sebaiknya air dingin, namun bila ada kebutuhan dan melihat kemanfaatan bagi kebersihan tubuh si mayat, bisa digunakan air hangat.
4. Menggosok Tubuh Mayat
Ketika dimandikan, bagian-bagian tubuh mayat digosok perlahan dengan kain perca/washlap atau semisalnya. Caranya, orang yang memandikan membungkus tangannya dengan kain tersebut atau menggunakan kaos tangan.
Kemudian tubuh mayat digosok perlahan dari bawah kain penutup tubuhnya. Hal ini dilakukan agar orang yang memandikan tidak menyentuh aurat si mayit.
Sebaiknya disiapkan lebih dari satu kain perca/kaos tangan, sehingga setelah kain/kaos tangan yang satu dipakai untuk menggosok bagian pembuangan si mayat, kain/kaos tangan tersebut diganti dengan yang lain.
Setiap kali basuhan, tangan orang yang memandikan tidak lepas dari mengurut-urut perut mayat agar sisa kotoran yang mungkin tertinggal dapat keluar.
Perlu diperhatikan betul tentang membersihkan kotoran mayat. Ketika mayat telah dibaringkan di tempat yang disiapkan untuk memandikannya, mayat didudukkan sedikit (hampir mendekati posisi duduk) dengan mengangkat kepalanya.
Lalu orang yang memandikan menjalankan tangannya di atas perut mayat berulang kali (diusap dengan tekanan/diurut) dengan lembut agar keluar kotoran yang mungkin masih ada dalam perutnya, kemudian dibersihkan/dicebok dengan cara orang yang memandikan membalutkan tangannya dengan kain atau dengan memakai kaos tangan, kemudian ia membersihkan kemaluan si mayat dari kotoran yang keluar.
Hal ini dilakukan untuk mencegah agar kotoran itu tidak keluar setelah mayat selesai dimandikan sehingga mengotori kafannya.
Selanjutnya kita dapat mempelajarinya dari perkataan Imam Syafi’i berikut ini.
“Kemudian mayat dimandikan (mulai) dari sisi kanan lehernya, belahan (kanan) dadanya, rusuknya, paha dan betis (kanan)nya. Kemudian kembali ke bagian kiri tubuhnya dan diperbuat semisal bagian kanan tubuhnya.
Setelahnya mayat dimiringkan ke rusuk kirinya, lalu dicuci punggungnya, tengkuk, paha dan betis kanannya.
Kemudian dimiringkan ke rusuk kanannya dan dilakukan hal yang sama dengan sebelumnya. Setelah itu dicuci bagian bawah kedua telapak kakinya, antara dua pahanya dan belahan pantatnya dengan kain perca.”
5. Tahap Akhir
Selesai dari semua itu, seluruh tubuh mayat disiram dengan air yang dicampur dengan kapur barus. Usai basuhan terakhir, kedua tangan mayat dirapatkan pada rusuknya dan kedua kakinya dirapatkan hingga kedua mata kakinya saling menempel, kedua pahanya pun saling dirapatkan.
Bila keluar sesuatu dari tubuh mayat setelah selesai dimandikan maka dibersihkan dan tubuhnya dibasuh sekali lagi. Terakhir, tubuh mayat dikeringkan dengan kain. Setelah kering, diletakkan di atas kafan yang telah disiapkan.
Hal-hal yang Dilakukan setelah Selesai Memandikan Jenazah
Menurut pendapat jumhur ulama, disunnahkan bagi yang memandikannya untuk mandi ketika usai memandikan jenazah. Nabi bersabda:
“Siapa yang memandikan jenazah, maka hendaklah ia mandi. Dan siapa yang memikul jenazah, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Dawud)
Catatan
Dianjurkan meletakkan wangi-wangian di dekat tempat tersebut. Misalnya bukhur (dupa yang dibakar sehingga asapnya menyebarkan aroma yang wangi) agar bau tidak sedap yang mungkin tercium dari kotoran si mayat bisa tersamarkan.
Para ahlul ilmi berbeda pendapat, antara yang membolehkan dengan yang menganggap makruh bagi wanita haid atau nifas memandikan jenazah.
Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat yang membolehkan karena tidak adanya larangan dari Nabi terkait hal ini. Sesuai Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah,
“Boleh bagi wanita yang sedang haid untuk memandikan dan mengafani jenazah wanita, atau jenazah suaminya secara khusus, karena haid tidak teranggap sebagai penghalang untuk memandikan jenazah.”
Berdasar pada pendapat yang kuat dari sejumlah ulama, bila mayat meninggal dalam keadaan haid atau junub, maka cukup dimandikan dengan sekali mandi karena tidak ada larangan dalam hal ini.
Meskipun dalam hal ini ada ulama lain yang berpendapat mayat yang junub dimandikan dengan mandi janabah dulu, yang haid juga dimandikan mandi haid dulu, kemudian baru dimandikan dengan mandi jenazah, sehingga mayat dimandikan dua kali mandi.
Apabila mayat adalah janin yang gugur dan belum genap empat bulan maka tidak dimandikan, tidak pula dishalati. Dia dibalut dalam kain dan dikuburkan, karena sebelum berusia empat bulan janin itu belum ditiupkan ruh sehingga belum menjadi manusia. Adapun bila janin telah genap empat bulan maka harus dimandikan.
Allah Maha Mengetahui Segala Sesuatu.
*disarikan dari berbagai sumber