Zamzam, sumur yang airnya mengalir tak pernah berhenti. Sumur ini mampu memberi minum ke jutaan umat Islam setiap saat.
Sumur zamzam pertama kali ditemukan oleh Nabi Ismail as saat masih bayi. Namun sumur ini sempat ditimbun sampai hilang jejaknya. Kakek Rasulullah, Abdul Muttallib, adalah orang yang menemukan kembali sumur zamzam itu. Bagaimanakah kisahnya?
Hasyim adalah kakek buyut Rasulullah saw, orang yang mewarisi tugas menjamu tamu-tamu haji di Mekkah. Hasyim menikah di Madinah lalu berangkat ke Palestina untuk urusan dagang. Saat itulah Hasyim meninggal dan dikubur di Gaza. Istrinya hamil dan melahirkan seorang anak bernama Shayba. Shayba berarti orang tua.
Mengapa seorang anak diberi nama orang tua? Karena saat lahir rambutnya sudah beruban. Ibunya tinggal bersama orang tuanya di Madinah. Di sanalah Shayba dibesarkan.
Asal muasal nama Abdul Muttallib
Suatu hari seorang pria bernama Al-Muttallib datang ke Madinah. Al Muttallib adalah saudara kandung Hasyim, ia datang untuk meminta keponakannya. Al Muttallib ingin Shayba tinggal di Madinah. Saat itu usia Shayba 8 tahun. Mulanya keluarga ibunya menolak, namun Al-Muttallib meyakinkan mereka dengan mengatakan bahwa Shayba merupakan anggota keluarga paling mulia di Quraisy. Al-Muttallib mengatakan Shayba harus kembali ke Mekkah untuk mempelajari warisan yang ia miliki, keluarganya, dan juga tanggung jawabnya di Mekkah kelak. Dengan alasan ini, keluarga ibunya setuju.
Al-Muttallib memasuki Mekkah bersama Shayba. Namun pada masa itu perbudakan adalah hal yang lumrah dan tak ada yang pernah melihat anak ini sebelumnya. Masyarakat Mekkah berasumsi kalau Shayba adalah budak milik Al-Muttallib. Sejak itulah ia dipanggil Abdul Muttallib. Pria yang kelak menjadi kakek Rasulullah ini bernama Shayba namun dipanggil Abdul Muttallib karena disangka seorang budak.
Pertanda dan usaha Abdul Muttallib menemukan kembali sumur zamzam
Saat Abdul Muttallib dewasa, sumur zamzam sudah tertimbun selama 300 tahun karena Jurhum benar-benar menutup semua tanda-tandanya. Abdul Muttallib bermimpi kalau ia mendengar seseorang berkata “Galilah thayyiba.” Thayyiba berarti murni.
Abdul Muttallib bertanya dalam mimpinya, “Apa itu thayyiba?” Namun tak ada jawaban lalu ia terbangun.
Malam berikutnya suara yang sama berkata dalam mimpinya, “Galilah yang berharga.” “Apa itu yang berharga?” tanya Abdul Muttallib. Tetap tak ada jawaban.
Mimpi di malam yang ketiga, alih-alih hanya suara, orang itu datang dan berkata, “Galilah zamzam.” “Apa itu zamzam?” tanya Abdul Muttallib. Suaranya menjawab, “Zamzam, tak akan pernah berhenti mengalir atau mengering. Zamzam akan mengairi ibadah haji. Zamzam ada di antara kotoran dan darah, dekat sarang burung gagak berkaki putih dan sarang semut.”
Abdul Muttallib tak mampu menafsirkan tanda-tanda ini. Baginya perkataan orang dalam mimpinya terlalu kabur. Keesokan harinya Abdul Muttallib berjalan di sekitar Kabah. Ia melihat kotoran dan darah. Sebelumnya ada unta yang disembelih di tempat itu dan pemiliknya meninggalkan kotoran unta di sana dan darah unta di sisi yang lain. Lalu Abdul Muttallib melihat burung gagak berkaki putih di tempat yang sama. Ia melihat deretan semut juga. Abdul Muttallib menyadari kalau inilah lokasi sumur milik kakek moyangnya. Ia pun memanggil anaknya, Haris, dan mulai menggali bersama-sama.
Lokasi sumur zamzam tidak terlalu jauh dari Kabah. Orang-orang pun melihat tindakan Abdul Muttallib. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu menggali di samping Kabah?”
Masyarakat memprotesnya namun Abdul Muttallib dan Haris terus menggali. Mereka terus menggali dan masyarakat terus memprotes. Orang-orang tak mengerti alasan Abdul Muttallib. Lama kelamaan mereka meninggalkan Abdul Muttallib.
Setelah itu mereka mendengar Abdul Muttallib berteriak memuji nama Allah. Orang-orang pun berlari menghampiri. Mereka terkejut melihat Abdul Muttallib telah menemukan sumur zamzam kembali.
Semua pemimpin Quraisy datang dan berkata, “Ya, inilah sumur kakek kita Ismail.” Maksud dari perkataan ini adalah sumur zamzam adalah milik bersama, tiap orang punya hak yang sama atas sumur ini.
“Akulah yang melihat mimpinya. Akulah yang menggali reruntuhannya. Sumur ini milikku dan hanya milikku,” Abdul Muttallib segera menimpali.
Perebutan hak kepemilikan sumur zamzam
Mereka menolak argumen Ibrahim. Para pemimpin Quraisy berkata bahwa mereka semua adalah keturunan Ismail as, oleh karena itu sumur zamzam sudah seharusnya menjadi milik bersama. Abdul Muttallib tidak menyerah, dan pemimpin Quraisy tetap teguh.
Perdebatan bertambah keras sampai akhirnya kaum Quraisy akan berperang satu sama lain. Hingga akhirnya seseorang menyarankan, “Mari selesaikan perdebatan ini dengan pergi ke penyihir Bani Saad.”
Bani Saad punya penyihir yang mengaku terhubung dengan roh. Orang-orang Quraisy mengunjungi sang penyihir namun ternyata penyihir ini telah pindah ke Syria. Lalu mereka memutuskan pergi ke Syria melewati Syam.
Di tengah perjalanan mereka kehabisan air. Di tengah gurun pasir, Abdul Muttallib berkata, “Kalaupun kita mati di sini, setidaknya kita harus menggali kuburan kita. Siapa pun dari kita yang meninggal, yang masih hidup bisa menguburkannya. Lebih baik hanya satu orang saja yang mati tidak terkubur.”
Pertolongan Allah kepada Abdul Muttallib, kakek Rasulullah
Mereka pun menggali kuburan mereka sendiri lalu menunggu kematian di dalam liang lahat. Setelah itu Abdul Muttallib berkata, “Ini tidak benar. Orang-orang seperti kita tak pantas menunggu kematian. Ayo kita lakukan sesuatu. Kita cari air.” Mereka setuju dan berpencar mencari air. Tak berapa lama, Abdul Muttallib menemukan air.
Para pemimpin Quraisy datang dan berkata, “Kalau Allah telah menyelamatkanmu di gurun pasir, memberimu air, dan menunjukkanmu mimpi pertanda sumur zamzam. Ini pastilah pertanda keberkahan untukmu. Sumur itu milikmu. Kami menyerahkan tuntutan kami, sumur zamzam hanya milikmu. Ayo kita kembali.”
Saat konflik perebutan sumur zamzam terjadi, semua kaum Quraisy memaksanya untuk membagi hak kepemilikan sumur zamzam. Abdul Muttallib merasa lemah karena hanya ada anaknya yang membela. Dalam masyarakat kesukuan, kekuatan seseorang diukur dari berapa banyak orang yang ada di sisinya. Ia hanya bisa bergantung pada saudara; anak, saudara kandung, paman, dsb.
Ini yang membuat Abdul Muttallib berkata, “Ya Allah, jika Engkau karuniakan aku 10 anak laki-laki, akan kukorbankan salah satu untuk-Mu.” Lalu Allah memberinya 10 anak laki-laki dan 6 anak perempuan. Abdul Muttallib akan memenuhi janjinya pada Allah.
Anak Abdul Muttallib yang Diqurbankan
Arab Jahiliyah percaya pada panah yang ada di samping berhala Hubul. Mereka percaya kalau panah-panah tersebut suci. Abdul Muttallib menamai panah-panah ini dengan nama anak-anaknya lalu mengundinya. Muncul nama Abdullah. Abdul Muttallib melakukannya untuk kali yang kedua, muncul lagi nama Abdullah. Saat ketiga kalinya, tetap nama Abdullah yang keluar.
Abdul Muttallib membawa Abdullah ke samping Kabah dengan membawa pisau untuk menyembelih anaknya ini. Abu Talib, salah satu anak tertua dari Abdul Muttalib, mendatangi ayahnya dan berkata, “Kami tak akan mengizinkanmu membunuh anakmu.”
Lalu keluarga dari ibu Abdullah datang juga dan berkata, “Kami tak akan mengizinkanmu membunuh anakmu.” Orang-orang mulai berdatangan dan memberi tahu Abdul Muttalib, “Jika kamu melakukannya, ini akan menjadi sunnah bagi bangsa Arab sepeninggalmu.”
Abdul Muttalib adalah pemimpin mereka. Jika ia melakukan sesuatu, hal itu akan menjadi tren masyarakat. Abdul Muttalib membalas, “Ini adalah janji yang saya buat pada Allah. Saya tak bisa menanggalkannya begitu saja.”
Perdebatan bertambah keras. Lalu bagaimana mereka menyelesaikan masalah ini? Mereka pergi ke penyihir. Praktik yang umum dilakukan bangsa Arab Jahiliyah, yang kelak dihapuskan dengan dakwah Rasulullah.
Mencari Jawaban Kebingungan dengan Bertanya Ke Penyihir
Mereka mengunjungi penyihir dan menceritakan keadaannya. Si penyihir berkata, “baiklah, kembalilah ke sini esok. Saya perlu berkonsultasi pada roh.” Mereka kembali keesokan harinya, si penyihir lalu bertanya, “Apakah pajak yang kamu bayar untuk membunuh orang?” “10 unta,” mereka jawab.
“Kalau begitu bariskan 10 unta di satu sisi dan Abdullah di sisi lain lalu putarlah anak panah. Jika anak panah itu mengarah ke unta, sembelihlah unta. Jika anak panah mengarah ke Abdullah, tambahlah 10 unta lagi.” Mereka semua setuju.
Mereka melakukan persis seperti yang penyihir sarankan. Anak panah menunjuk Abdullah, lalu mereka tambahkan 10 unta. Anak panah mengarah Abdullah lagi. Jumlah unta terus bertambah hingga menjadi 100. Setelah itu barulah anak panah menunjuk unta.
Orang-orang Quraisy berkata, “Akhirnya kita bisa membebaskan anakmu.”
“Belum, kita harus mengulanginya lagi,” timpal Abdul Muttalib.
Mereka mengulanginya 2 kali lagi dan anak panah tetap mengarah ke unta. Mereka pun menyembelih 100 unta dan Abdul Muttalib membayar semua pengeluarannya. Abdul Muttalib adalah orang yang sangat dermawan, ia menolak mengambil daging walau hanya sedikit. Ia memberikan semuanya.
Hasil Qurban Abdul Muttallib
Ada banyak sekali daging sampai-sampai walau semua orang sudah mengambil banyak daging, masih ada daging untuk memberi makan burung-burung dan binatang buas. Abdul Muttalib menjadi terkenal sebagai orang yang memberi makan manusia dan binatang, bahkan ia yang memberi makan burung-burung di langit.
Orang-orang Quraisy benar ketika mereka menasihati Abdul Muttalib. Kalau Abdul Muttalib membunuh anaknya, hal ini akan menjadi tradisi orang Arab. Setelah ia mengorbankan 100 unta untuk anaknya, uang darah di Quraisy berubah dari 10 unta menjadi 100 unta. Tradisi ini dipertahankan oleh Islam, namun bukan dalam bentuk unta. Kini uang darah diberikan dalam bentuk uang senilai 100 unta.
Abdullah dan Aminah adalah orang tua Muhammad saw. kelak Rasulullah akan diberi tahu, “Kamu adalah keturunan 2 orang yang dikorbankan.” Siapakah mereka? Ismail dan Abdullah.
Inilah sejarah ditemukannya sumur zamzam oleh klan Abdul Muttalllib, setelah sempat hilang.