KERAJAAN TARUMANEGARA – Tarumanegara atau Taruma adalah salah satu kerajaan hindu wisnu yang pernah ada di sejarah bangsa Indonesia. Kerajaan ini berada di wilayah Jawa bagian Barat dengan kekuasaan yang berada di Jawa Barat, Banten dan Jakarta atau biasa disebut tanah pasundan.
Pada masa kejayaannya Raja Taruma menyumbangkan 1000 ekor sapi pada kaum Brahmana. Selain itu sang raja juga memerintahkan untuk melakukan penggalian sungai Gomati sepanjang 6112 tombak. Bagaimana sejarah selengkapnya? Simak penjelasannya berikut ini:
Rekam Jejak Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan hindu beraliran wisnu yang ada di Indonesia. Kerajaan Tarumanegara berdiri sekitar tahun 358-669 M dan pada masa awalnya dipimpin oleh Jayasingawarman pada 358-382 M. Setelah itu Tarumanegara dikuasai oleh anaknya Dharmayawarman yang berkuasa pada 382-395 M.
Taruma mencapai kejayaan pada kekuasaan Raja Purnawarman 395-434 M. Luas wilayah dari kerajaan Taruma meliputi meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon..
Awal Berdirinya Tarumanegara
Negara kita tercinta, Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya sejak dahulu kala dengan sejarah yang panjang. Salah satu sejarah yang pernah terukir dan tercatat dalam sejarah Indonesia adalah sejarah mengenai kerajaan-kerajaan Hindu-Budha dan islam yang turut meramaikan catatan sejarah masa lalu Indonesia. Salah satu sejarah kerajaan besar Hindu-Budha yang tercatat adalah kerajaan Tarumanegara.
Asal kata Tarumanagara terdiri dari kata taruma dan nagara. Tarum merupakan nama sungai yang membelah Jawa Barat yaitu Citarum dan Nagara bermakna kerajaan atau Negara. Di lokasi muara Citarum terdapat penemuan candi yang sangat luas yaitu komplek percandian yang diberi nama Batu jaya dan Cibuaya yang diprediksi merupakan peninggalan kerajaan Tarumanegara.
Apabila kita melihat dan menilik catatan sejarah atau sejumlah prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan pasti mengenai pendiri kerajaan Taruma Negara ini . Namun terdapat beberapa sumber sejarah yang menjelaskan raja yang pernah berkuasa dan terkenal yaitu Raja Purnawarman.
Raja Purnawarman memimpin kerajaan ini pada sekitar tahun 417. Pada tahun tersebut, Raja Purnawarman memerintahkan penggalian sungai Gomati dan Candrabraga yang sekarang sering di sebut dengan kali bekasi. Sungai tersebut memiliki panjang sekitar 6112 tombak atau sekitar 11 kilo meter. Pada catatan sejarah tersebut juga dituliskan bahwa setelah pengerjaan sungai tersebut, dilakukan acara selamatan atau syukuran dengan menyedekahkan 1000 ekor sapi kepada kaum brahmana pada masa itu.
Selain itu, terdapat beberapa catatan sejarah yang membuktikan keberadaan Kerajaan Taruma. Catatan Sejarah tersebut ditulis dalam tujuh buah batu batu yang berbentuk prasasti yag tersebar di daerah sekitar kerajaan. Letaknya, terdapat lima buah di bogor, dan yang lainnya di Jakarta dan di Lebak Banten.
Di dalam prasasti tersebut di dapatilah beberapa infromasi lebih lanjut mengenai kerajaan Taruma Negara. Salah satu informasinya ialah mengenai salah satu raja kerajaan yang pernah memimpin taruma Negara yaitu raja Dirajaguru Jaya Singawarman. Diperkirakan raja tersebut mempimpin pada tahun 358 M hingga 328 M, kurang lebih . 30 puluh tahun memimpin sebagai raja. Selain itu terdapat pula makan Raja Diguru Jaya SIngawarnman di daerah dekat sekitar sungai Homati yang sekarang merupakan daerah Bekasi. Berdasarkan catatan sejarah tersebut pula diketahui bahwa kerajaan Taruman Negara merupakan kelanutan atau warisan dari kerjaan Salankanagara.
Namaun ada beberapa hal yang masih menjadi sebuah tanda Tanya besar, salah satunya ialah berdirinya Kerajaan Tarumanagara yang masih dipertanyakan oleh para ahli sejarah. Adapaun, satu-satunya sumber sejarah yang secara lengkap membahas mengenai Kerajaan Tarumanagara merupakan Naskah Wangsakerta. Wangsakerta tersebut sendiri pun masih menjadi perdebatan diantara para sejarawan tentang keaslian isi yang terkandung di dalammnya.
Berdasarkan Naskah Wangsakerta, pada abad ke-4 Masehi, beberapa wilayah dan pulau Nusantara lainnya didatangi oleh sejumlah pengungsi dari India yang mencari perlindungan akibat terjadinya peperangan besar di daerah mereka. Pengungsi tersebut umumnya berasal dari India, pihak yang kalah dalam peperangan melawan Kerajaan Samudragupta di india.
Kemudian terdapat Salah satu dari rombongan pengungsi Calankayana dipimpin oleh seorang Maharesi yang bernama Jayasingawarman. Setelah mendapatkan persetujuan dari raja yang berkuasa di barat Jawa, Jayasingawarman membuka tempat pemukiman baru bernama tarumadesya di dekat sungai Citarum. Itulah kemudian yang dipercayai sebagai awal mula dari kerajaan Tarumanegara.
Beberapa waktu kemudian, desa ini banyak didatangi oleh penduduk dari desa lainnya, sehingga Tarumadesya menjadi besar. Hingga akhirnya dari wilayah setingkat desa berkembang menjadi setingkat kota. Hingga kemudian menjadi Kerajaan yang bernama Tarumanagara.
Masa Kejayaan Tarumanegara
Taruma mencapai kejayaan pada kekuasaan Raja Purnawarman 395-434 M. Saat itu Purnawarman membangun beberapa daerah dengan menekankan pada infrastrukturnya. Salah satu infrastruktur tersebut termasuk menggali sungai Gomati untuk pengairan sepanjang 6112 tombak atau 12 Km.
Setelah penggalian tersebut sang raja juga menghadiahkan 1000 ekor sapi kepada kaum Brahmana sebagai rasa hormat pada pemimpin agama dan penghormatan pada dewa. Pada masa kejayaannya semua kebijakan sangat memperhatikan rakyatnya sehingga rakyat Taruma hidup dalam kemakmuran.
Kemajuan Ekonomi Kerajaan Taruma
Pada jamannya dahulu kerajaan Taruma menggunakan sistem perekonomian yang cukup maju dari hasil bumi Taruma. Penduduk Taruma rata-rata bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang. Sungai Gomati yang digali pada masa itu digunakan sebagai irigasi dan juga lalu-lintas perdagangan.
Tarumanegara merupakan penghasil rempah-rempah dan juga palawija dengan kualitas yang bagus. Dalam masa itu juga hubungan antara Raja dengan rakyatnya sangat dekat serta para Brahmana dan agama juga diperhatikan.
Kebudayaan Tarumanegara
Kebudayaan masyarakat Taruma merupakan kebudayaan hindu beraliran Wisnu yang sangat kental dan religius. Pada masa pemerintahan Taruma sering diadakan upacara keagamaan berupa pemujaan pada dewa Wisnu. Pemujaan yang dilakukan adalah pemujaan Waisnawa untuk tujuan memperoleh hasil bumi dan kesejahteraan.
Selain itu kemulyaan Brahmana juga terjaga dengan maksud menghormati dewa dan juga sebagai bentuk ketaatan beragama. Hubungan antar masyarakat juga damai dan rukun.
Struktur Pemerintahan dan Wilayah Kerajaan
Tarumanegara diselenggarakan berdasarkan pemerintahan berstruktur kerajaan. Raja sebagai pemimpin tertinggi dan pembuat kebijakan untuk negara. Sementara patih dan Brahmana berada pada pihak pemberi nasehat dan juga pengawas di lapangan.
Sementara rakyat dalam hal ini adalah komponen penting yang dianggap sebagai dasar kemajuan negara sehingga perlu diperhatikan juga. Karena diperlakukan dengan baik maka masyarakat di Taruma dengan senang hati mengikuti titah raja dan juga bersedia membayar upeti sebagai timbal baliknya.
Daerah yang menjadi wilayah Taruma meliputi daerah sepanjang sungai Ciliman, Ciujung, Cidurian, Cisadane, Citarum dan Ciliwung. Wilayah tersebut meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.
Raja-raja yang Pernah Berkuasa
Sebagai salah satu kerajaan besar pada zaman itu, Tarumanegara sempat di pimpin oleh beberapa raja yang masing-masing memiliki waktu kepemimpinan dalam kurun waktu tertentu.
- Jayasingawarman (358-382 M)
Jayasingawarman merupakan raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Tarumanagara yang sempat memerintah selama 358 – 382 Masehi. Jadi dIa ini sebenarnya seorang maharesi di india yang akirnya mengungsi ke bumi Nusantara karena pada saat itu daerahnya sedang mendapat serangan dari Kerajaan Magada yang dipimpin oleh Maharaja Samudragupta. Selain itu Jayasingawarman juga menjadi menantu Raja Dewawarman VIII dan di pusarakan di tepi kali Gomati.
- Dharmayawarman (382-395 M)
Dharmayawarman merupakan raja kedua yang pernah memimpin Kerajaan Tarumanagara selama 13 tahun atau lebih tepatnya pada tahun 382 – 395 masehi. Jadi namanya tercantum dalam Naskah Wangsakerta dan dia adalah anak dari raja pertama Tarumanegara yaitu Jayasingawarman sekaligus meneruskan kepemimpinan ayahnya. Raja Dharmayawarman di pusarakan di tepi kali Candrabaga.
- Purnawarman (395-434 M)
Purnavarmman atau Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang disebutkan di beberapa prasasti pada abad ke-V. Dia menjadi raja di Kerajaan Tarumanagara sekaligus mengidentifikasikan dirinya sebagai Wisnu.
Purnawarman menjadi raja ketiga dalam Kerajaan Tarumanagara yang pernah memerintah d antara tahun 395 – 434 Masehi. Selama masa pemerintahannya dia membangun ibu kota kerajaan baru di tahun 397 yang berada lebih di semenanjung pantai dan dinamai dengan “Sundapura”. Adapun nama Sunda sendiri mulai di gagas oleh Raja Purnawarman di tahun 397 sebagai ibu kota dari kerajaannya.
Dalam naskah Wangsakerta juga dijelaskan bahwa dalam masa kekuasaan Raja Purnawarman ada 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada, Pandeglang) hinggai ke Purwalingga atau sekarang Purbalingga – Jawa Tengah.
Ada pula beberapa Raja selanjutnya yang memerintah setelah Raja Purnawarman yaitu :
- Wisnuwarman (434-455 M)
- Indrawarman (455-515 M)
- Candrawarman (515-535 M)
- Suryawarman (535-561 M)
Jadi Raja Suryawarman merupakan raja ke-7 yang memimpin Kerajaan Tarumanagara menggantikan ayahnya (Candrawarman) yang telah meninggal di tahun 535 dan Raja Suryawarman memerintah selama kurang lebih 26 tahun.
- Kertawarman (561-628 M)
- Sudhawarman (628-639 M)
- Hariwangsawarman (639-640 M)
- Nagajayawarman (640-666 M)
- Linggawarman (666-669 M)
Dalam Naskah Wangsakerta, Tertulis Linggawarman merupakan raja terakhir yang memerintah Tarumanagara pada tahun 669 masehi. Karena pada saat itu kerajaan Tarumanegara berubah nama menjadi kerajaan Sunda.
Jadi Linggawarman ini memiliki dua orang puteri yang bernama Manasih (memiliki suami bernama Tarusbawa) dan yang kedua bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa (memiliki suami Sobakancana pendiri Kerajaan Sriwijaya).
Setelah Raja Linggawarman mengakhiri masa kepemimpinannya dalam memimpin kerajaan tarumanegara, kemudian digantikan oleh menantunya yang bernama Tarusbawa. Nah Tarusbawa inilah yang menjadi raja ke-13 dalam kerajaan Tarumanegara. Namun seperti yang dijelaskan tadi bahwa dalam masa kepemiminan Tarusbawa nama Kerajaan Tarumanegara di ubah menjadi Kerajaan Sunda.
- Tarusbawa (669-723 M)
Naskah Wangsakerta
Pada Naskah Wangsakerta cukup jelas dalam menggambarkan Tarumanegara. Namun sayangnya, naskah ini banyak mengundang polemik serta banyak dari pakar sejarah yang meragukannya akan keabsahannya sebagai bahan rujukan sejarah.
Naskah Wangsakerta berasal dari Cirebon, dalam naskah itu dijelaskan bahwa Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M, kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Dharmayawarman pada tahun 382 – 395.
Sedangkan raja Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang ke-3, yaitu pada tahun 395 – 434 M, kemudian dia membangun Ibukota kerajaan baru di tahun 397 yang betempat di dekat pantai. Kemudian kota itu dinamakan Sandapura.
Dalam prasasti mesir disebutkan bahwa peristiwa pengembalian pemerintahan kepada raja itu terjadi dibuat pada tahun 536 M. Di tahun tersebut yang berkuasa di adalah Suryawarman yang merupakan raja ke-7 dari Tarumanegara.
Pustaka Jawa Dwipa
Dalam pustaka Jawadwipa, parwa1 sarga 1 pada halaman 80-81 memberikan keterangan bahwa pada masa pemerintahan Candrawarman banyak para penguasa yang menerima kembali daerah kekuasaannya sebagai hadiah atas kesetiaannya kepada Tarumanegara.
Rakeyan juru pengambat yang tercatat dalam prasasti pasir muara kemungkinan adalah seorang pejabat tinggiTarumanegara yang sebelumnya adalah wakil raja sebagai pemimpin pemerintahan di daerah itu.
Dari sumber prasati ataupun dari sumber-sumber yang lain dari Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman telah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Di Pandeglang terdapat Prasasti Manjul yang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya telah mencakup pantai selat Sunda.
Pustaka Nusantara
Sementara pada pustaka Nusantara, parwa 2 sarga 3 halaman 159-162 menyebutkan bahwa terdapat 48 raja daerah yang berada dalam kekuasaannya dari Rajatapura sampai Purwalingga (Purbalingga) Jawa Tengah.Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap sebagai batas kekuasaan raja-raja yang menguasai Jawa Barat pada saat itu.
Kedatangan Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang menyatakan Raja Sunda pada tahun 536 M, adalah gejala bahwa Ibukota Sundapura berubah status menjadi kerajaan daerah. Dengan demikian, pusat pemerintahan Tarumanagara telah berpindah ke tempat yang lain.
Contoh yang serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara, yang disebut sebagai Argyre oleh Ptolemeus pada tahun 150 M. Kota itu sampai tahun 362 M telah menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman dari Dewawarman I – VIII.
Disaat pusat pemerintahan berpindah dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara statusnya berubah menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman yang merupakan pendiri Tarumanagara adalah menantu dari Raja Dewawarman VIII. Dia sendiri merupakan seorang Maharesi dari Salankayana di India, Ia mengungsi ke Nusantara karena di daerahnya diserang dan ditaklukkan oleh Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.
Suryawarman tak hanya melanjutkan kebijakan politik dari ayahnya yang telah memberikan kepercayaan lebih besar kepada raja-raja daerah dalam mengurus pemerintahannya sendiri, namun juga mengalihkan perhatiannya ke berbagai daerah di bagian timur.
Pada tahun 526 M misalnya, Manikmaya, menantu dari Suryawarman telah mendirikan kerajaan baru di Kendan yaitu di daerah Nagreg antara Bandung, Limbangan, dan Garut.
Putera tokoh dari Manikmaya ini tinggal bersama dengan kakeknya di ibukota Tarumangara yang kemudian menjadi seorang Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan di daerah timur menjadi lebih berkembang saat cicit dari Manikmaya mendirikan sebuah Kerajaan Galuh pada tahun 612 M.
Sedangkan Tarumanagara sendiri cuma mengalami masa pemerintahan dengan 12 orang raja. Di tahun 669 M, Linggawarman yang merupakan raja Tarumanagara terakhir, digantikan oleh menantunya yang bernama Tarusbawa.
Dan Linggawarman sendiri memiliki dua orang puteri, si sulung yang bernama Manasih menjadi istri dari Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri dari Dapuntahyang Sri Jayanasa yang merupakan pendiri dari Kerajaan Sriwijaya. Jadi, secara otomatis kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya yang dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.
Sehingga, kekuasaan Tarumanagara menjadi berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, oleh karena Tarusbawa sendiri lebih menginginkan kembali ke kerajaannya sendiri di Sunda, yang sebelumnya ada dalam kekuasaan Tarumanagara.
Dengan pengalihan kekuasaan ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan akhirnya memutuskan untuk melepaskan diri dari Sunda yang telah mewarisi wilayah Tarumanagara.
Prasasti yang Ditemukan dari Kerajaan Tarumanegara
- Prasasti Kebon Kopi
Dibangun sekitar tahun 1400 M dan ditemukan di perkebunan kopi milik Jontathan Rig di Ciampea, Bogor. Pada prasasti ini terdapat ukiran telapak kaki gajah yang diperkirakan merupakan tunggangan dari raja Purnawarman. Sampai saat ini, prasasti Kebon Kopi masih berada pada tempatnya ditemukan.
Pada prasasti ini dipahatkan di salah satu bidang permukaan batu yang cukup besar. Ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.
- Prasasti Tugu
Prasasi ini ditemukan di Kampung Batubumbu yang terletak di Desa Tugu, Kecamatan Taruma jaya, Kabupaten Bekesi. Sekarang prasasti ini disimpan di meseum yang ada di Jakarta. Isi dari prasasti ini menerangkan tentang penggalian sungai Cadrabaga oleh Rajadirajaguru serta penggalian Sungai Gomati sepanjang 12 km oleh Purnawarman.
Penggalian sungai adalah gagasan untuk menghindari bencana alam banjir yang sering terjadi di masa pemerintaan Purnawarman
- Prasasti Cidanghiyang
Prasasti ini juga memiliki nama lain yaitu Prasasti Munjul. Prasasti Chidanghiyang atau Prasasti Munjul ini berisi pujian kepada Raja Purnawarman. Prassasi ini ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang berada di Desa Lebak, Kec Munjul, kabPandeglang, Banten. Pertama kali dilaporkan oleh Toebagus Roesjan ke Dinas Purbakala di tahun 1947 kemudian diteliti tahun 1954.
- Prasasti Ciaruteun
Sesuai namanya, prasasti ini ditemukan ditemukan pada tepi sungai Ciaruteun, Bogor. Tempat ditemukannya merupakan bukit yang diapit oleh tiga sungai yaitu Sungi Ci Sadane, Ci Aruteun dan Ci Anten.
Prasasti ini terbuat dari batu alam atau biasa juga disebut dengan batu kali. Batu ini memiliki bobot delapan ton dan ukuran 200 cm x 150 cm. Berisi tentang penegasan kedudukan Raja Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu. Maka Raja Purnawarman dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat.
- Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten terletak di tepi Sungai Cisadane yang dekat dekat dengan Muara Cianten dan ditemukan oleh N.W Hoepermans pada tahun 1864. Prasasti ini dipahat pada batu besar dan alami yang ukurannya 2,7 x 1,4 x 1,4 m3. Disebut prasasti dikarenakan adanya goresan akan tetapi merupakan pahatan gambar pilin atau ikaln yang keluar dari umbi.
- Prasasti Jambu
Prasasti Jambu ditemukan di daerah perkebunan yang berada sekitar 30 km sebelah barat Kota Bogor oleh Jonathan Rigg pada tahun 1854 dan dilaporkan ke Dinas Purbakala pada tahun 1947 kemudian diteliti pertama kali pada tahun 1954.
Dalam prasasti berisi pahatan yang terdiri dari dua baris aksara Pallawa. Juga terdapat pahatan gambar sepasang telapak kaki yang berada di atas tulisan. Di situ disebutkan nama raja Purnawarman yang memerintah negara Taruma. Tidak terdapat angka tahun pada prasasti ini, tapi berdasarkan dari bentuk aksara Pallava yang ada, prasasti ini diperkirakan ada dari abad ke 5 masehi.
Tulisan pada prasasti tersebut apabila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia isinya adalah
“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya.”
- Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan butkit Pasir Awi yang berada di kawan hutan perbukitan Cipamingkis, Bogor. Prasasti ini ditemukan oleh N.W. Hoepermans tahun 1864. Dipahat pada batu alam yang isinya adalah gambar dahan, ranting dan daun-daunan. Terdapat juga gambar buah-buahan berpahatkan gambar sepasang telapak kaki.