Biografi KH Sholeh Darat, Gurunya Para Guru Bangsa

Siapa yang tidak tahu dengan ulama karismatik pendiri NU KH Hasyim Asy’ari. Berkat fatwa jihadnya Indonesia dapat bertahan dari agresi militer Belanda.

Siapa juga yang tidak takzim dengan ulama pembaharu KH Ahmad Dahlan. Beliaulah yang mempelopori kemajuan pendidikan kaum muslim Indonesia.

Yang terakhir ada nama RA Kartini, seorang pahlawan wanita yang menginspirasi kaum wanita untuk dapat hidup lebih baik.

Semua orang tahu ketiga tokoh tersebut, namun belum tentu kita tahu siapa orang yang telah mendidik mereka sebelumnya. Ternyata ketiga tokoh tersebut bertautan pada satu guru yang bernama KH Shaleh Darat. Seorang ulama terkemuka dari Semarang.

Untuk itu penting bagi kita untuk mengenal siapa KH Shalih Darat, guna meneladi hidupnya serta menghormati perjuangan.

Inilah biografi singkat KH Sholeh Darat, gurunya para guru bangsa.

Masa Kecil KH Shalih Darat

dakwahafkn.wordpress.com

KH Shalih Darat lahir dari keluarga dan lingkungan ulama. Ayahnya adalah ulama pejuang yang bernama KH Umar. Kyai Umar bersama Pangeran Diponegoro berjuang melawan Belanda pada perang Jawa.

KH Shalih Darat lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara pada sekitar tahun 1820, dengan nama Muhammad Shalih.

Imbuhan nama Darat didapatkan karena beliau tinggal di kawasan dekat pantai utara Semarang, yakni kampung Mlayu Darat

Sebagai seorang putra kyai, tentu saja Shalih kecil dididik dan didorong untuk banyak belajar agama, agar dapat melanjutkan estafet dakwah ayahnya.

Masa kecilnya beliau banyak berinteraksi pada ulama-ulama teman seperjuangan ayahnya.

 


Perjalanan Menimba Ilmu

youtube.com

Kyai Shalih dikenal sebagai seorang alim berilmu tinggi. Masa mudanya beliau dipenuhi dengan ilmu dan ilmu, berkelana mencari ilmu dari satu ulama ke ulama yang lain.

Ulama yang tercatat pernah ditimba ilmunnya dalah KH Syahid Waturaja, K.H. M. Sahid yang merupakan cucu dari Syaikh Ahmad Mutamakkin Kajen.

Perjalanan menuntut ilmunya lalu berlanjut kepada Kyai Raden Haji Muhammad Salih ibn Asnawi, di Kudus. Di Semarang beliau mendalami nahwu dan sharaf dari Kyai Iskak Damaran, kemudian belajar ilmu falak dari Kyai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Baquni.

Dari Ahmad Bafaqih Ba’lawi, Shalih kecil mengkaji kitab Jauharah at-Tauhid karya Syaikh Ibrahim al-Laqani dan Minhaj al-Abidin karya Al-Ghazali. Kembali belajar ilmu falaq dengan Kyai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi ibn Baquni.

Ulama lain yang beliau datangi adalah Syaikh Abdul al-Ghani, Kyai Syada’ dan Kyai Murtadla’. Kyai yang terkhir disebut inilah yang berkesempatan mengambil menantu Kyai Shaleh.

Ketika Diponegoro ditangkap dan perlawanannya dihancurkan oleh Belanda, Kiai Umar beserta anak lelakinya Shaleh, melarikan diri ke Singapura dan kemudian ke Makkah.

Selanjutnya di kota suci ini Shaleh mempelajari Islam hingga bertahun-tahun. Teman seangkatannya adalah Syeikh Nawawi Banten dan Syaikhuna Cholil Bangkalan.

Di tanah haram Kyai Shaleh menceritakan bahwa dirinya pernah belajar kepada sejumlah ulama seperti Syaikh Muhammad Almarqi, Syaikh Muhammad Sulaiman Hasballah, Syaikh Sayid Muhammad Zein Dahlan, Syaikh Zahid, Syaikh Umar Assyani, Syaikh Yusuf Almisri serta Syaikh Jamal Mufti Hanafi.


Pulang Ke Indonesia Menyampaikan Ilmunya

generasisalaf.wordpress.com

Beliau tidak mendirikan pesantren sendiri seperti kebanyakan kyai lainnya. Kyai Shaleh Darat melanjutkan kiprah pesantren milik mertuanya KH Murtadlo’.

Disinilah sang kyai membesarkan pondok dan mencetak ulama-ulama besar seperti KH Sya’ban, Kiai Moenawir, KH Ahmad Dahlan, KH Idris, KH. Hasyim Asy’ari, dan KH Mahfuzd.

Kyai Shaleh lalu menjadi ulama yang dihormati dikalangan bangsawan pesisir. Bahkan putri bupati Jepara RA Kartini, juga banyak belajar dari Kyai Shaleh untuk memantapkan keislamannya. Satu tulisan tafsir Qur’an dari sang kyai yang selalu diulang-ulang oleh Kartini: “Habis gelap terbitlah terang”

Selain mengarang kitab tafsir pertama yang berbahasa arab-jawa (pegon), Kyai Shaleh juga dikenal sebagai ulama yang menguasai ilmu teologi (kalam), tasawuf, dan ilmu falak.


Pemikiran dan Ajaran KH Shaleh Darat

cakranews.com

Sebagai ulama Sunni yang menimba ilmu kepada ulama-ulama nusantara dan Hijaz, Kyai Shaleh meneruskan ajaran para ulama terdahulu dari mulai jaman Walisongo.

Yang pertama soal Manhaj Aqidah dan Teologi, Kyai Shalih berpegang kepada Aqidah Ahlussunah wal Jamaah (Sunni) dengan manhaj Asy’ariyah wal Maturidiyah. Itu terlihat dari kitab-kitabnya seperti Tarjamah Sabil al-‘Abid ‘ala Jauhar at-Tauhid.

Dalam kitab itu pula, KH Shaleh mengajak orang-orang yang agar mau menuntut ilmu. Karena bagi beliau orang yang tidak punya ilmu pengetahuan sama sekali dalam keimanannya, akan jatuh pada paham yang sesat.

Beliau mengambil contoh seperti paham kebatinan dan sufi ekstrim ala Syekh Siti Jenar yang banyak mengabaikan syariat.

Sebagai ulama Asy’ariyah, Kyai Shaleh mencela kedua orang dikutub ekstrim yang tengah banyak di masyarakat saat itu. Pertama orang yang tidak mau berusaha karena berpasrah dengan takdir (Jabariyah).

Disisi lain ada orang yang mengagungkan kebebasan kehendak manusia yang terlepas dari takdir Allah (Qadariyah dan Mu’tazilah).

Paham yang pertama mungkin yang menjadi biang kenapa masyarakat Indonesia permisif terhadap penjajahan Belanda yang sudah berlangsung lama.

Paham yang kedua ini yang menjadi lompatan dari paham pertama, seolah-olah untuk bisa menjadi maju seperti bangsa Eropa harus menihilkan Tuhan, termasuk dalam kepercayan takdir.


Karya Kitab KH Shaleh Darat

viva.co.id

Ketinggian ilmunya tidak membuat Kyai Shaleh membanggakan diri, bahkan beliau banyak merendah dalam pengantar kitab-kitabnya.

“Buku ini dipersembahkan kepada orang awam dan orang-orang bodoh seperti saya,” tulis beliau di setiap kitab-kitabnya.

Dalam terjemahan kitab Matan al-Hikam beliau menulis, “Ini kitab ringkasan dari kitab Matan al-Hikam karya al-‘Allamah al-‘Arif billah Asy-Syaikh Ahmad Ibn ‘Atha’illah, saya ringkas sepertiga dari asal, agar memudahkan terhadap orang awam seperti saya, saya terjemahkan dengan bahasa Jawa agar cepat paham bagi orang yang belajar agama atau mengaji.”

Berikut adalah dafta kitab-kitab yang ditulis KH Shalih Darat.

  • Majmu’at Syari’at al-Kafiyat li al-Awam (Kitab Fiqih)
  • Munjiyat Metik Sangking Ihya’ Ulum al-Din al-Ghazali (Petikan Ihya Ulumudin)
  • Al-Hikam karya Ahmad bin Athailah (terjemahan dalam bahasa Jawa)
  • Lathaif al-Thaharah
  • Manasik al-Haj
  • Pasholatan (tuntunan shalat)
  • Sabillu ‘Abid terjemahan Jauhar al-Tauhid, karya Ibrahim Laqqani.
  • Minhaj al-Atkiya’ (tasawuf)
  • Al-Mursyid al-Wajiz (ilmu-ilmu al-Quran dan ilmu Tajwid)
  • Hadits al-Mi’raj
  • Syarh Maulid al-Burdah
  • Faidh al-Rahman
  • Asnar al-Shalah