Kuda Lumping

Jenis Tarian Kuda Lumping (Jaranan), Simbol Kedigdayaan Rakyat Jawa

KUDA LUMPING – Kuda Lumping adalah tarian tradisional asal Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit tangguh saat menunggang kuda. Kuda lumping dikenal juga dengan Jaran Kepang atau jaranan.

Dalam hal ini khususnnya di tanah Jawa, kuda lumping atau Jaranan ini menandakan sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) untuk siap mengahdapi lawan (musuh) saat diserang.

Asal Usul Kuda Lumping

Asal Usul Kuda Lumping
flickr.com

Alkisah pada zaman dahulu kala, di tanah Jawa hiduplah seorang raja yang sakti, Sang Raja banyak mendengar kisah kepahlawanan Mahabarata. Beliau sangat kagum dengan kisah perang Bharatayudha di  Kurusetra yang dituturkan oleh para brahma dan para kesatria istana, dan Sang Raja yakin perang Bharatayudha akan terulang di tanah jawa.

Sang Raja sangat tertarik dengan tentara berkuda dan Arjuna dengan kereta kuda yang gambarnya dibawa oleh moyangnya dari tanah Alengka, memang nenek moyangnya keturunan pelarian Hindu Tamil dari tanah Alengka (Sri Langka) negeri yang kini murtad memeluk Agama Budha hingga kini negerinya sering diejek sebagai negeri Rahwana terkutuk.

Moyang buyut sang raja Hindu melarikan diri ke tanah Jawa Dwipa dan mendirikan kerajaan sekaligus memakai gelar aria, etnis suku bangsa terkemuka dari tanah India. Tapi sayangnya kulit beliau yang hitam legam menjadi penghalang untuk membedakan kulit dengan etnis aria sebenarnya. Lalu moyang raja tersebut mengajarkan kasta tanpa warna sampai sang cucu yang kini memegang kendali pemerintahan, yang selalu saja menghayalkan mempunyai pasukan berkuda.

Raja pun akhirnya membuat sayembara untuk siapa saja yang tahu banyak tentang segala sesuatu, apa dan bagaimana pasukan berkuda yang sebenarnya maka akan dianugerahi kekayaan yang banyak. Sayembara ini sampailah ke telinga para pedagang Persia yang kemudian menghadap baginda dengan membawa gambar-gambar pasukan berkuda Persia yang kelihatan gagah perkasa.

“Wahai Baginda Raja Jawa Yang Mulia, sebaiknya baginda ikut hamba ke negeri hamba dan melihat sendiri agar tidak penasaran di hati dan mengetahui bahwa semua bukan sekedar gambar dan khayal sang pelukis saja”.

Raja setuju dan singkat ceria berangkat lah sang raja disertai hulu balang dan pengawal juga para menteri naik perahu sang saudagar Persia. Ini terjadi karena Sang Raja Jawa tidak punya perahu dan buta akan ilmu pelayaran. Mereka mengarungi samudra hingga akhirnya sampailah rombongan tersebut di negeri Persia.

Sang Raja terpana melihat indahnya bangunan arsitektur Persia nan megah lagi indah. Beliau juga terpesona dengan gagahnya tentara berkuda yang tidak hanya tentaranya yang besar tetapi kuda kudanya pun berpostur besar. Barisan berkuda yang rapi dengan derap langkah gemuruh semakin membuat raja tercengang.

Ternyata kenyataan yang dilihat sekarang jauh lebih hebat dari gambar yang dibawa sang saudagar sebelumnya. Raja memuji dan berkhayal kalau saja aku mempunyai tentara berkuda seperti ini tentunya akulah yang akan menjadi raja terkuat di tanah Jawa, Raja yang lain akan bertekuk lutut.

Puas melihat-lihat sang raja berkeinginan untuk membawa pulang kuda kuda tersebut dan jikalau perlu sekalian menyewa prajuritnya ke Jawa.

“Bagaimana mungkin baginda mau membawa kuda? Hulubalang serta menteri dan para pengawal sudah memenuhi seluruh ruangan perahu hamba?” Tanya sang saudagar.

“Bahkan istri hamba juga masih hamba tinggal di pulau seribu demi baginda, karena kapal sudah terlalu penuh muatannya” lanjutnya.

Maka diaturlah strategi baru, raja hanya akan membawa kuda, itupun diangkut menggunakan perahu lain, sedangkan tentara Persia tidak mau ikut ke tanah Jawa. Tetapi malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, ketika perjalanan di tengah samudra datanglah badai besar. Baginda raja pucat pasi serta pasukan pun tak berdaya, perahu pengangkut kuda tenggelam.

Namun beruntung kapal utama tetap selamat. Setelah badai reda perjalanan dilanjutkan ke tanah jawa. Sesampai di tanah jawa baginda menggelar selamatan dan syukuran pada dewata yang telah melindungi dan menyesalkan impian tentang pasukan berkuda yang belum terwujud dan kandas karena badai di lautan.

Sang raja pun pergi ke gua untuk bertapa dan mohon petunjuk dewata. Raja mendapat wangsit dimana dia bisa mendapatkan dua keinginan sekaligus yakni kuda dan tentaranya dimana orang jawa bisa jadi kuda dan tentara, dalam wangsitnya ia harus membuat kuda dari gedek bambu dan ijuk kemudian ditunggangi laskar yang akan jadi kuda.

Maka diperintahkanlah rakyat membuat kuda gedek dan ditunggangi, sebelum dimulai tarian kuda dibacakan mantra-mantra agar mau makan rumput bahkan makan pecahan kaca kalau tidak ada rumput. Sang raja pun turut menari kesenangan karena impian nya terwujud sejak saat itu kuda gedek jadi kuda populer hingga hari ini.

Konon ketika perang ‘pasukan kuda’ ini ikut mendampingi dengan ‘bande’ dan rawe-rawe. Suara bande dan rawe-rawe mampu menggugah semangat menyala membabi buta para prajurit penunggang kuda. Ketika bertempur mereka mabuk tidak sadarkan diri tapi dengan semangat dan keberanian yang luar biasa menyerang musuh-musuhnya. Begitulah dalam setiap peperangan para prajurit bergerak dalam keadaan kalap dan mengalahkan musuh-musuhnya dengan kekuatan yang tangguh.

Kuda Lumping, Kesenian Bertabur Mistis

Kuda Lumping Berbau Mistis
budaya-indonesia.org

Jika kita mendengar kata “kuda lumping” pikiran kita pasti langsung tertuju kepada salah satu kesenian tradisional yang Indonesia yang sangat kental akan suasana mistik. Memang secara garis besar kesenian kuda lumping yang sudah mulai dipertunjukan sejak zaman dahulu dan belum diketahui siapa pencetus pertamanya ini dalam praktiknya berisikan atraksi yang mendebarkan seperti kesurupan, makan beling, makan arang, dan lain -lain yang dilakukan oleh sang penari kuda lumping.

Istilah kuda lumping sendiri besar kemungkinan diambil dari kekhasan para pemainnya yang selalu menunggangi sebuah kuda bohongan yang terbuat dari lumping (kulit binatang) pada setiap aksinya. Para penari kuda lumping pada awal kedatangannya selalu diperankan oleh anak remaja putri meskipun saat ini seiring perkembangan zaman para penari umumnya dimainkan oleh para anak remaja putra. Kalaupun tetap menambahkan penari putri, mungkin hanya sebagai hiasan saja karena tak bisa lagi melakukan aksi-aksi yang berbahaya seperti makan beling, sabut kelapa, dll). Dengan alunan musik gamelan seperti gong, kenong, dan kendang mereka menari-nari hingga kemudian sang pawang mengeluarkan pecutan (cambuk) dengan bunyi yang sangat keras.

Ketika pemain kuda lumping yang menari ini mendengar suara cambukan yang sangat keras, tiba-tiba saja mereka akan hilang kesadaran bak orang kesurupan. Konon katanya suara cambukan dari sang pawang ini sebelumnya sudah merapal mantra-mantra gaib yang menjadikan pemain kuda lumping kehilangan kesadaran (kesurupan) serta masuknya kekuatan mistik ke dalam raga mereka.

Dengan menunggangi kuda dari lumping (kulit) binatang tersebut, penari yang pergelangan kakinya dipasang sebuah kerincingan ini mulai berjingkrak-jingkrak tak karuan, bahkan melompat-lompat sampai berguling-guling di tanah. Selain itu, para penari pun melakukan atraksi yang lebih ekstrim lainnya seperti mengupas sabut kelapas dan memakan beling dengan giginya. Beling (kaca) yang dikunyah adalah bohlam lampu yang biasa dipakai sebagai penerang di rumah kita. Rakusnya para penari memakan beling layaknya seperti orang kelaparan. Tidak meringis merasa kesakitan dan tidak mengeluarkan darah pada saat ia mengunyah beling-beling tersebut.

Di sepanjang pertunjukan kuda lumping ini, suara lecutan cambuk dari pawang ataupun dari para penari sendiri tak henti-hentinya berbunyi. Menurut cerita, setiap pecutan yang mengenai kaki dan bagian tubuh sang penari akan membuatnya semakin kuat dan perkasa. Oleh karena itu, para penari kuda lumping ini sering kali dengan sengaja memecutkan cambuknya sendiri supaya mengenai kaki dan tubuhnya untuk mendapatkan efek magis tersebut.

Setelah semua pertunjukan dan atraksi telah selesai dimainkan dan penari sudah terlihat kecapaian, maka sang pawang dengan cepat akan menuju ke arena pertunjukan untuk mendatangi para pemain dan dengan mantra yang dibacakan, sang pawang pun mengusap muka penari kuda lumping tersebut satu-persatu untuk mengembalikan kesadaran mereka.

Begitu seluruh kesadaran sang penari telah pulih dan kembali seperti sedia kala, atraksi menegangkan kuda lumping pun berakhir dan sang pawang pun memeriksa satu semua pemainnya yang mungkin ada diantara mereka yang terkena luka ketika memainkan atraksi berbahaya sebelumnya.

Meskipun pertunjukan ini penuh dengan aura mistik, namun dalam setiap pertunjukannya, kuda lumping selalu mendapat perhatian dari banyak penonton. Tapi saat ini para seniman kuda lumping di Indonesia keberadaannya sudah mulai berkurang seiring berkembangnya budaya dari luar. Semoga saja kedepannya kesenian khas nusantara ini bisa tetap eksis dan dijaga oleh anak cucu kita.

Kuda Lumping di Indonesia

Kuda lumping ini sering dijadikan hiburan yang murah meriah bagi masyarakat, umumnya permainan ini selalu diselenggarakan setiap kali ada hari besar atau acara-acara resmi tertentu. Oh iya, tarian kuda lumping itu beberapa jenis sesuai daerahnya. Yuk kita bahas satu-satu.

Jaranan Thek Ponorogo

ytimg.com

Selain reog, jaran thek adalah kesenian lokal Ponorogo yang mirip barongan. Namun, barongan ini hanya diwakili oleh satu orang.

Jaran thek juga mengunakan acara kesurupan, penarinya biasa ditunjukan oleh anak kecil dan remaja. Di mana sebagian dari pemain ini bisa mengalami kesurupan. Tetapi seburatalnya kesurupan mereka, penonton akan menyaksikan aksi mereka tidak akan merasa terganggu.

Jaranan Kediri

filesentani.blogspot.com

Jaranan kediri cukup terkenal karena dulu sempat menjadi simbol kejayaan di daerah tersebut sebagai kesenian kerajaan. Sehingga menjadikannya sebagai tarian jaranan khas dari daerah Kediri.

Jaranan ini selalu diselenggarakan pada hari besar atau acara-acara tertentu. Sedangkan pada pelaksanaannya, jaranan ini dilakukan secara iring-iringan termasuk musik yang berasal dari bambu dan besi. Tepatnya di jaman sekarang ini kita lebih mengenalnya dengan istilah terompet.

Jaranan Sentherewe, Tulungagung

tiamweb.ir

Seni jaranan yang satu ini adalah penggabungan seni jaranan Jawa dengan gerak yang agresif, penuh energi dan dinamis. Dimana suatu kesenian daerah yang begitu  dekat dengan merakyat, seolah sudah menjadi darah daging bagi masyarakat Tulungagung.

Pada pelaksanaanya, jaranan harus menyediakan perlengkapan dengan beberapa jenisnya diantaranya adalah gendang, kenong, gong, srompet, kostum dan aksesoris serta kuda-kudaan.

Jaranan Buto, Banyuwangi

ytimg.com

Sebut saja diantaranya, topeng Malangan, kesenian gandrung dan jaran buto dari kabupaten Banyuwangi. Jaranan buto ini, berbeda dengan jaranan yang kita lihat pada umumnya, karena di dalamnya mengandung pesan moral.

Dimana pada kesenian khas tradisional ini menampilkan beberapa raksasa bermuka garang.Para raksasa itu akan berinteraksi dengan melakukan tarian-tarian atraktif untuk menghibur para pengunjungnya.

Jaranan Dor, Jombang

brangwetan.wordpress.com

Jaran dor adalah kesenian tradisional Kuda Lumping asli dari Jombang. Tarian ini telah berlangsung sejak lama, yang membedakan dengan jaranan lain dan menjadi ciri khasnya adalah alat musik jidor yang ketika digendangkan atau dipukulkan akan mengeluarkan bunyi dor, sehingga jaranan ini di sebut jaran dor. Jaran dor ini ditampilkan dengan beberapa tari pengiring, yang sekarang ditambah dengan tari bantengan.

Jaran Sang Hyang, Bali

waklaba.blogspot.com

Tari Sang Hyang merupakan tarian sakral yang berfungsi sebagai pelengkap upacara dalam mengusir wabah penyakit, selain itu digunakan sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic).

Sebelum dapat menarikan sanghyang calon penarinya, haruslah menjalankan beberapa pantangan, seperti : tidak boleh berkata jorok (kasar), tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian,  tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mencuri.

Ada hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu pemainnya akan mengalami trance pada saat pementasan. Denga keadaan seperti inilah mereka menari-nari, kadang-kadang di atas bara api dan selanjutnya, berkeliling desa untuk mengusir wabah penyakit. Biasanya pertunjukan ini dilakukan pada malam hari sampai tengah malam.

Tarian Kuda Gepang, Khas Kalimantan Selatan

Kuda Gepang Asal Kal-Sel
ridaganteng.blogspot.com

Kuda Gepang atau disebut juga Kuda Gipang merupakan salah satu dari tarian tradisional khas masyarakat Banjar yang bisa dianggap sudah mulai jarang ditampilkan. Sebagian pelaku seni kerap mementaskan tarian ini di kecamatan Padang Batung, Kabupatan Hulu Sungai Selatan.

Tarian Kuda Gepang berkembang di wilayah Banjar Hulu yang kemudian menyebar hingga ke wilayah Banjar Kuala. Pada tahun 1960-an, tarian ini sering dipentaskan di berbagai acara masyarakat Banjar.

Para penari Kuda Gepang selalu tampil berpasang-pasangan. Kebiasaannya, tarian Kuda Gepang ini ditampilkan dalam rangkaian acara khas adat Banjar, seperti Bausung Penganten.

Teknis kegiatan Bausung Penganten tersebut dimulai dengan mendudukkan pasangan pengantin di atas pundak dua orang yang bertindak selaku raja Kuda Gepang dan kemudian diiringi oleh rombongan Kuda Gepang di belakangnya.

Setelah sampai di tempat mempelai perempuan, rombongan Kuda Gepang tersebut nantinya akan bertindak layaknya pagar ayu untuk pasangan pengantin yang bersanding di atas pelaminan. Mereka semua akan berbaris untuk kemudian membuka jalan bagi pengantin.

Masyarakat Banjar memiliki kepercayaan bahwa keturunan dari para penari Kuda Gepang tersebut juga harus menampilkan tarian Kuda Gepang tersebut ketika pernikahannya supaya rumah tangganya lancar.

Menurut Drs Mukhlis Maman, tarian Kuda Gepang ini sangat langka ditampilkan pada acara perkimpoian masyarakat Banjar. Properti yang digunakan para penarinya pun lumayan mahal sehingga semakin banyak penarinya maka semakin mahal pula biayanya.

Akan tetapi, untuk wilayah Rantau dan Kandangan, tarian ini kerap masih dipentaskan dalam acara perkimpoan masyarakatnya, lanjut pria yang masyhur dipanggil Julak Larau tersebut.

Djantera Kawi, budayawan Kalimantan Selatan menyatakan bahwa terdapat nilai filosofi yang bisa dipetik dari tari Kuda Gepang yaitu sikap untuk selalu bekerja keras.

Ia menambahkan, kuda itu merupakan simbol dari kekuatan yang mana ia juga merupakan hewan yang sangat kuat dan berwatak pekerja keras.

Oleh sebab itu, sudah semestinya manusia mengambil pelajaran dengan meniru sifat atau watak hewan tersebut. Dalam konteks berumah tangga, maka pengantin diharuskan untuk bekerja keras memenuhi semua kebutuhan hidupnya bersama-sama.

Kisah Asal Mula Kuda Gepang

Bagi orang awam yang pernah atau biasa melihat Kuda Lumping, mungkin akan bingung melihat gaya penari Kuda Gepang Banjar yang tidak menunggang kudanya, tetapi dikepit di ketiak. Mengapa demikian?

Alkisah, dahulu kala diceritakan bahwa raja Banjar terkenal dengan kesaktiannya. Salah satu raja Banjar, yakni Lambung Mangkurat dikisahkan pergi berlayar ke Jawa menggunakan kapal Prabayaksa untuk menemui Raja Majapahit.

Sesampainya di kerajaan Majapahit, Raja Lambung Mangkurat kemudian disambut oleh Patih Gadjah Mada dan diantar menemui Raja Majapahit.

Setelah berada seminggu di kerajaan Majapahit, Lambung Mangkurat kemudian berniat pulang kembali menuju Negara Dipa.

“Wayah parpisahan raja Majapahit mambari saikung kuda putih nang ganal lagi gagah, kuda nitu paling harat di karajaan Majapahit”.

Kalimat di atas adalah kutipan dari tulisan budayawan Kal-Sel Syamsiar Seman dalam bukunya Burung Karuang, Basa Banjar Gasan SD Kelas 3 yang berarti:

“Ketika perpisahan, raja Majapahit memberikan seekor kuda putih yang besar dan gagah, kuda itu merupakan kuda yang paling hebat di kerajaan Majapahit”.

Pengiring raja Lambung Mangkurat, Tumenggung Tatah Jiwa kemudian memberikan saran agar sebelum kuda pemberian raja Majapahit tersebut dimasukkan ke kapal Prabayaksa, raja Lambung Mangkurat disuruh untuk mencoba menunggangi kuda itu untuk mengetahui kehebatannya.

Namun apa yang terjadi? Selama tiga kali berturut-turut, Lambung Mangkurat mencoba menunggang kuda tersebut, maka sebanyak itu pula kuda itu lumpuh tidak kuat.

Akhirnya, Lambung Mangkurat mengeluarkan kesaktiannya dengan pertama memejamkan matanya terlebih dahulu dan kemudian memeluk badan kuda tersebut. Seketika badan Lambung Mangkurat membesar sementara tubuh kuda tersebut menjadi tampak mengecil.

“Kuda itu dikacak Lambung Mangkurat, dikapit di katiak, tarus dibawa masuk kapal si Prabayaksa,” lanjut Syamsiar Seman dalam bukunya. Artinya, kuda tersebut dipegang oleh Lambung Mangkurat, dijepit di ketiak, dan kemudian dibawa masuk ke kapal Prabayaksa.

Kapal Prabayaksa pun berlayar pulang menuju tanah Banjar , Negara Dipa. Dan sejak saat itulah, kesenian tari Kuda Gepang Banjar kudanya dimainkan dengan cara dijepit di ketiak.

Kuda Gepang Tidak Ada Unsur Gaib/Magic

Walaupun memiliki unsur yang mirip dengan salah satu permainan di pulau Jawa yaitu Kuda Lumping, namun antara Kuda Gepang dan Kuda Lumping terdapat beberapa perbedaan.

Salah seorang budayawan Kalimantan Selatan, Drs. Mukhlis Maman mengatakan bahwa memang terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya.

Perbedaan tersebut tampak terlihat dari segi busana yang dipakai pemain, properti yang digunakan, serta musik pengiringnya.

Properti kuda antara Kuda Lumping dan Kuda Gepang terdapat perbedaan yakni pada lekukannya. Jika pada kuda Lumping lekukannya lebih dalam maka kuda Gepang tidak ada lekukan sama sekali. Hal ini terkait dengan cara penggunaan keduanya.

Kuda Lumping dimainkan dengan cara ditunggangi sedangkan Kuda Gepang dimainkan dengan hanya dijepit di ketiak oleh penarinya. Selain itu, Kuda Gepang saat ditampilkan selalu diiringi oleh musik gamelan Banjar dan busana yang dipakai ialah pakaian kida-kida.

Selain properti, busana, serta musik pengiringnya ternyata ada hal mendasar lain yang menjadi perbedaan antara Kuda Gepang dan Kuda Lumping.

Mukhlis Maman mengatakan bahwa cara menampilkannya, jika Kuda Lumping selalu menampilkan unsur magic, maka Kuda Gepang tidak demikian.

Ia juga menambahkan bahwa penari Kuda Gepang selalu berperan dan hanya berperan sebagai seorang penari. Oleh sebab itu, penari Kuda Gepang tidak seperti pemain Kuda Lumping yang suka memakan benda tak lazim dimakan seperti beling dan lain sebagainya.

Alat Musik yang Digunakan Seni Pertunjukan Kuda Lumping.

Untuk memainkan kuda lumping, harus diiringi musik yang khas dan suara yang dihasilkan juga harus sesuia irama dan tahapan-tahapan main kuda lumping.

Alat-alat yang dimainkan dalam pentunjukan kuda lumping, membangkitkan dan mengenalkan alat musik tradisional, yang sekaarang keberadaanya dan yang memainkannya sudah semakin berkurang.

Alat yang digunakan bukan sembarang alat,pemain juga harus mempunyai keahlian dalam memainkannya. Berikut adalah alat yang di gunakan dalam pertunjukan seni kuda lumping.

1. Gong

Gong termasuk kedalam salah satu alat musik yang digunakan dalam pertunjukan seni kuda lumping. Gong sendiri adalah alat musik yang terbuat dari leburan logam, perunggu dan tembaga dengan permukaan alat yang bundar.

Alat ini dapat digantung atau ditata pada rak bisa juga diletakan ditempat yang datar dan empuk semerti pada tikar dan semacamnya. Ada jenis gong yang dapat dimainkan dengan berdiri, berjalan bahkan menari sekalipun.

Selain itu bunyi yang dihasilkan oleh gong juga berfariasi, seperti yang memiliki suara rendah dan tinggi (gong dengan ukuran kecil). Untuk yang bersuara rendah di gunakan sebatang kayu yang di ujunga diberi balutan karet, katun atau benang.

2. Kendang

Kendang adalah salah satu alat musik yang digunakan untuk pertunjukan seni kuda lumping, kendang juga lebih dikenal dengan nama gendang. Kendang berasal dari Jawa Tengah.

Untuk menggunakan alat ini tidak memerlukan bantuan alat apapun, kendang dimainkan dengan menggunakan tangan kosong dengan cara dipukul dan diatur agar menciptakan suara yang berbunyi “dang”.

Selain itu kandang juga memiliki beberapa jenis, diantaranya ada, kandang, ketipung, kandang ciblon atau kebar, kandang gedhe dan kandang yang berpasangan yaitu kandang kalih.

Alat musik yang satu ini dalam seni pertunjukan kuda lumping mempunyai peran yang penting, fungsi irama yang dihasilkan dari kendang untuk mengawali dan mengakhiri suatu syair lagu.

3. Kenong

Kenong juga termasuk kedalam salah satu alat musik yang digunnakan atau dimainkan saat atraksi kuda lumping, alat musik yang satu ini memiliki ciri khas dengan bentuk nya yang paling gemuk dibandingkan alat musik lainnya.

Kenong diletakan atau di tata pada pangkon yang berupa kayu keras dialasi dengan tali, jadi ketika di pukul kenong tidak akan bergoyang kesamping melainkan ke atas dan ke bawah.

Suara yang dihasilkan dari alat musik kenong adalah “ning-nong” dan kara suaranya kurang lebih seperti ini maka alat musik ini dinamakan kenong, yang di ambil dari bunyi suaranya.

4. Slompret

Alat musik yang lainnya yang digunakan dalam pertunjukan seni kuda lumping adalah slompret, slompret sendiri merupakan salah satu alat musik tradisional Indonesia.

Slompret memiliki nama yang lebih dikenal dengan sebutan terompet, bentuk dan suara yang dihasilkan pun mirip dengan trompet tapi slompret mempunyai ciri yang ada pada bunyi suaranya.

Slompret juga menjadi alat musik yang harus ada dalam pertunjukan seni kuda lumping, karena pada saat instrumen gerak dan tarian kuda lumping mengikuti irama yang dihasilkan dari slompret ini.

Itulah empat alat musik yang di gunakan dan diharuskan ada pada pertunjukan seni kuda lumping, sebenarnya masih ada alat-alat lainnya yang membuat irama lebih menarik.

Ke empat alat ini adalah alat inti, biasanya dalam mengundang seni pertunjukan kuda lumping sudah satu paket dengan penggiring musik dan alat-alatnya.