Mimpi penting bagi setiap orang tapi tanpa kemauan kuat dan tindakan nyata, maka kita hanya akan menjadi pemimpi (panjang angan-angan). Ada tiga hal yang mempengaruhi seseorang dalam mewujudkan mimpinya, yakni akal atau pikiran, hati, dan nafsu atau emosi. Akal dan hati dapat diwujudkan dengan sikap diam, sedangkan nafsu atau emosi merupakan usaha yang harus dijalankan. Karena itu, ketiga faktor ini harus seimbang. Impian tidak harus berbentuk secara fisik, tapi bisa pula berbentuk kepuasan dalam hidup karena hidup terus berubah.
Banyak orang tidak memiliki mimpi karena takut tidak dapat meraihnya alias gagal. Tidak memiliki mimpi bisa juga karena pengalaman kegagalan masa lalu dalam menggapai mimpi. Memiliki mimpi berarti memiliki tujuan dalam hidup. Akan kemana hidup ini diarahkan, itulah mimpi kita. Biasanya mimpi berkaitan dengan tujuan hidup jangka panjang.
Bagaimana caranya mewujudkan mimpi?
Pertama, mimpi harus dirubah menjadi cita-cita. Mimpi dan cita-cita memiliki perbedaan, karena cita-cita merupakan impian dengan batas waktu tertentu dan lebih spesifik. Cita-cita juga harus didasarkan dengan niat baik, semuanya untuk ibadah kepada Allah. Kita juga harus memahami antara cita-cita dan harapan. Menurut Frank D.McKinney (2002), harapan adalah impian samar – samar yang kita harapkan terjadi pada kita. Sedangkan cita-cita adalah gambaran jelas yang menjadi prestasi karena kita membuat itu terjadi. Cita-cita merupakan blue print bagi kehidupan kita mendatang.
Kedua, memiliki alasan yang kuat untuk meraih mimpi dan cita-cita. Carilah alasan-alasan yang kuat mengapa kita harus meraih cita-cita itu. Ruginya apa bila kita tidak meraihnya dan untungnya apa bila kita dapat meraihnya;
Ketiga, segera memulai, bertindak sekarang juga. Setelah memiliki alasan yang kuat, kita harus segera melakukan tindakan untuk mewujudkannya. Inilah yang membedakan antara orang yang berhasil mewujudkan impiannya dengan orang yang gagal.
Banyak orang sudah memiliki cita-cita dan alasan kuat tetapi tidak melakukan tindakan apa pun, karena tidak tahu bagaimana memulainya atau masih ragu-ragu. Mereka masih terus berputar-putar dan berfikir untung rugi, terus-menerus mencari berbagai pertimbangan, tanpa tindakan nyata. Agar kita dapat memulai tindakan, kita harus mulai dari hal yang terkecil. Ibarat kita disuruh memakan gajah, tentu tidak langsung semuanya kita makan. Bagi orang yang tidak tahu, pasti bingung. Tapi bagi yang sudah tahu, maka ia akan memotong kecil-kecil dan memakannya sedikit demi sedikit. Demikian juga dalam melakukan tindakan, sedikit demi sedikit dan konsisten;
Keempat, evaluasi. Lakukan evaluasi (monitoring) secara rutin, apakah bulanan, tahunan, atau lima tahunan. Terserah kita. Tetapi lebih baik dilakukan evaluasi tahunan dan setiap bulannya dievaluasi cara-cara yang telah kita gunakan dan perkembangan hasilnya. Bila tidak dilakukan evaluasi, maka bahayanya adalah kita tidak akan pernah tahu sampai dimana perkembangan cita-cita yang kita inginkan. Mendadak kita kehabisan waktu atau umur kita semakin tua sementara kita belum dapat mencapainya.
Kelima, fleksibel dalam cara meraihnya, bukan mimpi atau cita-cita yang dibuat fleksibel atau mudah berubah-ubah. Apabila cara yang digunakan belum mengarah pada cita-cita kita, maka harus dicari cara baru atau menyempurnakan cara yang sudah ada. Salah besar apabila kita sudah menyakini bahwa cara kita salah namun tetap menggunakannya;
Keenam, berdo’a. Setelah kita melakukan segala daya dan upaya, maka berdo’a kepada Tuhan harus dilakukan karena apa pun yang kita lakukan tidak akan artinya jika Tuhan tidak memberikan kemudahan dan ridho-Nya.