Fakta Tentang “Planet” Pluto yang Perlu Kamu Ketahui

PLANET PLUTO – Tahukah kamu bahwa Pluto saat ini sudah tidak termasuk jajaran planet dalam tata surya? Ya, pada tahun 2006, diadakan sebuah pertemuan oleh International Astronomical Union di Praha. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah keputusan bahwa Pluto tidak lagi menjadi planet dalam tata surya. Dari keputusan tersebut, NASA langsung meluncurkan sebuah pesawat luar angkasa bernama New Horizzon untuk mengungkap rahasia yang ada di Pluto.

Pada bulan Juli 2015, misi NASA tersebut akan mencapai tahap akhir, yaitu berada di titik terdekat dari Pluto. Jarak yang sudah ditempuh oleh New Horizon untuk sampai pada titik terdekat Pluto adalah sekitar enam milyar dalam waktu lebih dari sembilan tahun dengan kecepatan 50.000 km/jam. Namun, pada saat memasuki orbit Pluto, pesawat akan memperlambat kecepatannya sebelum mengisi lintasan dengan ketinggian 12.500 km di atas permukaan Pluto.

Nah, sebelum NASA merilis informasi terbaru mengenai Pluto dari misi tersebut, perlu kamu ketahui fakta-fakta yang sudah terungkap. Terdapat fakta-fakta yang sudah diungkap menurut Rob Cockcroft, astronom dari McMaster University, tentang keberadaan Pluto di tata surya. Simak fakta-faktanya berikut ini.

Sehari di Pluto, Satu Minggu di Bumi

id.aliexpress.com
id.aliexpress.com

Pluto memiliki ukuran 20 kali lipat lebih kecil dari Bumi. Meskipun ukurannya lebih kecil dari Bumi, pluto membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan satu putaran di atas sumbunya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa satu hari di Pluto sama dengan 6,5 hari di Bumi.

Selain itu, karena letaknya di titik terluar tata surya, planet ini butuh waktu yang lebih lama untuk mengelilingi Matahari. Jika dibandingkan satu tahun di Pluto sama dengan 248 tahun di Bumi.

Memiliki Lapisan Es

klikunic.blogspot.com
klikunic.blogspot.com

Pluto memiliki materi alam yang terbuat dari bebatuan dengan lapisan es tipis. Sedangkan permukaan planet ini ditutupi oleh nitrogen beku dan kemungkinan besar terdapat air beku di sela-sela bebatuan.

Atmosfer Tipis

beritasepuluh.com
beritasepuluh.com

Lapisan atmosfer Pluto jauh berbeda dengan lapisan atmosfer di Bumi. Lapisan atmosfer Pluto lebih kecil atau tipis jika dibandingkan dengan lapisan atmosfer di Bumi. Jika dibandingkan, perbedaan antara atmosfer di Pluto adalah 100.000 kali lebih tipis dibandingkan dengan atomosfer Bumi. Oleh karena itu, planet ini “berkeringat”. Hal ini disebabkan nitrogen beku di permukaan Pluto menjadi gas dan menguap ke angkasa. Akibatnya, atmosfer Pluto jadi sangat tipis.

Orbit Elips

www.mundos-fantasticos.com
www.mundos-fantasticos.com

Jika dirata-ratakan, jarak antara Pluto dengan Matahari 40 kali lipat dibandingkan dengan jarak Bumi ke Matahari. Namun, jarak Pluto dengan Matahari berubah-ubah karena orbit Pluto berbentuk elips.

Pada titik paling jauh, jarak antara Pluto ke Matahari bisa sampai 50 kali lipat dengan jarak Bumi ke Matahari. Sedangkan pada titik terdekat, jarak antara Pluto dengan Matahari sekitar 39 kali jarak bumi dengan Matahari. Jika dilihat ukuran jaraknya, jarak antar Pluto ke Matahari antara 4,4 milyar km sampai 7,4 milyar km.

Musim Ekstrim

suarakawan.com
suarakawan.com

Planet Pluto memiliki musim dan iklim yang sangat ekstrim dan periodenya juga sangat panjang. Hal ini disebabkan oleh kemiringan Pluto terhadap Matahari. Jika dibandingkan dengan Bumi, kemiringan Bumi dengan Matahari hanya sekitar 23,5 derajat. Sedangkan, kemiringan Pluto 120 derajat terhadap Matahari.

Bumi, Bulan, Pluto dan Charon

en.spaceengine.org
en.spaceengine.org

Sama dengan Bumi yang memiliki satelit, yaitu Bulan. Pluto juga memiliki satelit yang bernama Charon. Namun, ada perbedaan yang sangat mencolok. Charon bisa dilihat hanya pada satu titik yang sama di langit Pluto. Maksudnya adalah Charon tidak akan terlihat jika Charon berada di wilayah lain Pluto.

Pluto Bukan Lagi Planet

tata surya bima sakti
blog.sciencescore.com

Terhitung tanggal 24 gustus 2016, Pluto sudah diputuskan untuk tidak lagi bersandangkan predikat planet.

Sidang Umum yang diselenggarakan oleh Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union/IAU) ke-26 di Praha, Republik Ceko, mendapatkan keputusan bersejarah dalam dunia astronomi dengan dikeluarkannya Pluto dari daftar planet-planet yang ada di Tata Surya kita.

Mulai dari sekarang, anggota Tata Surya hanyalah terdiri dari delapan planet, yaitu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Keputusan tentang dikeluarkannya Pluto yang sudah menjadi salah satu anggota Keluarga Planet Tata Surya kita selama 76 tahun ini adalah konsekuensi dari ditetapkannya definisi baru mengenai planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisikan definisi baru itu.

Dalam resolusi itu dinyatakan bahwa sebuah benda langit dapat disebut planet jika memenuhi tiga syarat, yaitu:

  1. Mengorbit Matahari
  2. Berukuran cukup besar sehingga mampu bertahan dengan bentuk bulatnya
  3. Punya jalur orbit yang jelas dan “bersih” (tidak ada benda langit lain di orbit tersebut)

Definisi tersebut merupakan definisi universal pertama tentang planet semenjak istilah planet dikenal oleh kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang pada tahun 1543 membuktikan bahwa Bumi merupakan salah satu planet yang berputar mengelilingi Matahari.

Dengan definisi baru itu, Pluto tidak lagi berhak untuk menyandang nama planet, karena syarat yang ketiga tidak dipenuhi.

Orbit Pluto memotong orbit Planet Neptunus, sehingga dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto terkadang berada lebih dekat dengan Matahari dibandingkan Planet Neptunus.

Planet Kerdil (dwarf Planet)

Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut dengan nama planet kerdil atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini terdiri dari Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar yaitu Ceres, satelit Pluto, Charon, dan beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.

pluto dimasukan ke dalam planet kecil
windows2universe.org

Menurut Dr Taufiq Hidayat, seorang Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut merupakan puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang berlangsung sudah sejak awal 1990-an lalu.

Perdebatan tersebut dipicu oleh berbagai penemuan baru yang menyebabkan timbulnya keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.

“Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih menyerupai komet daripada planet,” ungkap astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.

Selain itu, perkembangan dari teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO).

Sabuk Kuiper sendiri merupakan sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus sampai jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yaitu sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.

Beberapa KBO (Kuiper Black Object) sangatlah menarik untuk perhatian karena ukurannya hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada yang mempunyai satelit atau “bulan”.

Beberapa obyek tersebut, di antaranya adalah Quaoar (berdiameter 1.000 km-1.300 km), Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal ialah obyek bernama 2003 UB313 yang ditemukan oleh Michael Brown dari California Institute of Technology (Caltech) pada tahun 2003 lalu.

planet pluto
physorg.com

Obyek yang dijuluki dengan julukan Xena ini berdiameter 2.400 km, yang artinya lebih besar daripada Pluto. Xena sempat heboh disebut-sebut sebagai planet ke-10 Tata Surya.

Sejak waktu itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di antara para astronom. “Pilihannya adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga jumlah planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang disepakati,” tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi Bandung tersebut.

Kesepakatan tersebut bukannya datang dengan mudah. Taufiq mengatakan bahwa pengambilan keputusan itu bahkan didapatkan dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir setelah didahului perdebatan yang begitu sengit.

Empat astronom senior dari Indonesia yang ikut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut adalah Jorga Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi.

Beberapa pihak sudah memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan berakhir sampai di sini.

Alan Stern, ketua misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, pada Januari lalu, mengaku merasa “malu” terhadap keputusan itu. Meskipun demikian, misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. “Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh.”

Pencopotan Gelar

Wajar saja kalau pencopotan gelar planet dari Pluto ini memicu reaksi yang emosional.

Pluto selama ini punya tempat tersendiri di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto sering dianggap sebagai “Si Bungsu dari Tata Surya” karena jaraknya yang paling jauh dari Matahari dan ditemukan paling terakhir dibandingkan dengan 8 planet lainnya.

elips planet pluto
www.askdavetaylor.com

Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga menjadikan planet ini unik. Pluto juga sempat dikira sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah planet hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus.

Meskipun ukuran Pluto kemudian terbukti terlalu kecil untuk menjadikannya sebagai Planet X, dugaan tersebut menjadi salah satu bagian dari legenda Pluto.

Warna Pluto Keliru

Pluto sebagai objek antariksa paling jauh dan terkecil di dalam sistem tata surya selama ini digambarkan berwarna kelabu atau biru. Namun foto yang dikirim dari pesawat penjelajah New Horizons membuktikan gambaran selama ini salah. Pluto berwarna merah berpasir. (Baca: Bukan Biru atau Kelabu, Ini Penyebab Pluto Berwarna Merah)

Tim ilmuwan untuk misi New Horizons menerima kiriman foto pada Rabu (8/7) pagi yang ditangkap oleh instrumen Long Range Reconnaissance Imager (LORRI). Gambar yang dihasilkan New Horizons adalah ketika ia sedang terbang di jarak delapan juta kilometer dari Pluto.

Hal paling menonjol adalah corak gelap yang memanjang di khatulistiwa, yang secara informal dikenal sebagai “the whale”. (Baca: 10 Hal yang Perlu Diketahui soal Pluto)

Tak hanya itu, di sana juga ada area luas nan terang yang berbentuk hati berukuran sekitar dua ribu kilometer di sepanjang kawasan bagian kanan Pluto. Di atasnya adalah kawasan kutub yang juga cukup terang.

Mengenal New Horizon

New Horizons adalah sebuah keajaiban, dirancang untuk menjelajah ke luar angkasa selama bertahun-tahun, bersama kamera sensitif dan instrumen ilmiahnya yang sempat berhibernasi untuk proteksi.

New Horizons mulai memotret banyak foto planet dingin itu dari kejauhan pada bulan April. Seiring pesawat ini mendekati Pluto, gambar yang diambil diharapkan bisa seratus kali lebih rinci.

“Pesawat ini punya sistem petunjuk, sistem komunikasi, sistem daya penggerak, dan tujuh instrumen ilmiah di tubuhnya. Semuanya berteknologi tinggi. Ia adalah pesawat antariksa paling mutakhir yang pernah dikirim untuk misi tinjauan pertama. Saya rasa gambar-gambar Pluto dan bulannya akan mengejutkan dan memukau orang-orang,” ujar Kepala Misi New Horizons dari NASA, Alan Stern.

Dia menambahkan, New Horizons akan melanjutkan mengumpulkan data setelah ia mendekati Pluto. Sumber tenaga pesawat ini memungkinan untuk beroperasi di luar angkasa selama 20 tahun ke depan.

Tanda X Misterius di Planet Pluto

Belum lama ini, ilmuwan telah menemukan sebuah tanda misterius seperti huruf ‘X’ di permukaan Pluto.

Tanda ‘X’ ini berhasil diabadikan oleh salah satu perangkat NASA bernama Long Range Reconnaissance Imager atau LORRI untuk mengambil gambar penyelidikan dari jarak jauh. Tanda misterius ini pertama kali ditemukan pada 14 Juli 2015, sementara gambarnya baru di transmisi ke Bumi pada 24 Desember 2015.

Jika dilihat sekilas, pastinya para pemburu UFO dan alien akan mempunyai banyak spekulasi terkait eksistensi makhluk asing yang terasosiasi dengan keberadaan tanda ini. Namun kenyataan-nya, tanda ‘X’ ini dapat dijelaskan secara ilmiah.

Setelah diteliti, tanda ‘X’ ini di perkirakan terbentuk dari es nitrogen yang membeku dan ‘tenggelam’ ke dalam permukaan planet Pluto, selanjutnya kawasan ini membentuk suatu daerah yang menyerupai persimpangan di mana 4 sel konveksi bertemu.

Tanda misterius ini terletak di daerah dataran luas bernama Sputnik Planum. Daratan luas yang terletak lebih rendah dari daerah sekitarnya ini juga diketahui membentuk bagian kiri dari ‘jantung’ Pluto. Permukaannya terpisah menjadi lubang-lubang kecil atau poligon dengan luas sekitar 16-40 km.

Sputnik Planum juga diklaim sebagai ‘lautan’ nitrogen beku, di mana sebab adanya proses pemanasan dari inti Pluto mengakibatkan proses konveksi yang berlangsung selama jutaan tahun.

Es yang membeku di dasar ‘kawah’ ini meluap sampai naik ke permukaan, kemudian menjadi dingin dan selanjutnya kembali terbenam dan meninggalkan sebuah ‘tanda bekas’ berupa bulatan-bulatan di permukaan Pluto.

Ilmuwan pun mengklaim proses ini seperti ‘lampu lava’ raksasa.

William McKinnon, wakil utama dari tim ilmuwan New Horizon Geology, Geophysics and Imaging dari Washington University,  mengatakan “Bagian dari Pluto ini seperti sebuah lampu lava. Bila kamu dapat membayangkan lampu lava yang begitu luas dan bahkan lebih dalam dari pada Hudson Bay”.

Tim ilmuwan juga percaya bahwa gumpalan-gumpalan nitrogen padat yang secara perlahan berevolusi dan bergabung sepanjang jutaan tahun membentuk lubang-lubang pada daratan planet Pluto.

Tidak hanya itu, fenomena sel konveksi di Pluto juga ditemukan di bumi sendiri. Sel konveksi ini dikenal sebagai penyebab bertiupnya angin di bumi. Sel ini juga menerangkan fenomena di mana ketika suatu cairan memanas, cairan tersebut akan kehilangan kepadatannya dan akan terdorong ke daerah yang memiliki kepadatan lebih tinggi.

Dari penemuan fenomena tanda ‘X’ ini, planet Pluto semakin dikenal sebagai salah satu bagian dari tata surya yang menarik untuk dicermati dan diteliti, di mana objek ‘dingin’ nan misterius sebenarnya menyimpan begitu banyak cerita terkait proses pembentukan permukaannya yang terus berlanjut dan begitu dinamis.

Fakta-Fakta Menarik Pluto

PLUTO yang dikenal juga dengan nama Pluto 134340 adalah sebuah planet kerdil yang ada dalam sistem Tata Surya Bimasakti. Letak planet Pluto berada di sebuah wilayah terluar dari Tata Surya yang bernama Sabuk Kuiper.

Mengenai Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus sampai jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yaitu sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.

Pluto memiliki orbit yang bisa dibilang unik saat mengelilingi matahari, bentuk orbitnya melonjong dan kisaran jaraknya sekitar 4,4 – 7,4 miliar km dari Matahari.

Berbeda dengan planet-planet lainnya dalam Tata Surya Bima Sakti, Pluto cenderung bergerak mendekati Matahari ketika melakukan perjalanan orbit. Akibatnya, terkadang Pluto berjarak lebih dekat dengan Matahari (atau Bumi) daripada Neptunus.

Di antara sekian banyak obyek-obyek yang ada dalam Tata Surya Bima Sakti, Pluto adalah yang terkecil baik dalam ukuran maupun jumlah masanya. Pluto bahkan lebih kecil daripada 7 bulan di tata surya, (Bulan, Io, Europa, Ganymede, Calisto, Titan, dan Triton).

Diameter planet pluto adalah 4.862 km dan memiliki massa 0,002 massa Bumi. Periode rotasi Pluto adalah 6,39 hari, sedangkan periode revolusi adalah 248,4 tahun.

Bentuk Planet Pluto mirip dengan Bulan dengan atmosfer yang mengandung metan. Suhu permukaan Pluto berkisar -233° Celcius hingga -223° Celsius, sehingga sebagian besar permukaannya berwujud es.

Seperti sejumlah planet Tata Surya lainnya, Pluto juga memiliki beberapa bulan/satelit yang mengitarinya. Bulan/satelit itu adalah: Charon (ditemukan oleh astronom James Christy pada tahun 1978), Nix dan Hydra (keduanya ditemukan pada tahun 2005).

Penemuan Pluto

Sebenarnya proses penemuan Pluto diawali dengan kekeliruan interpretasi sejumlah astronom yang mendapati adanya kekacauan dalam orbit Uranus.

Awalnya mereka berasumsi bahwa Neptunuslah yang mengacaukan orbit Uranus itu karena tarikan gravitasinya. Di akhir abad ke-19, setelah melakukan observasi lebih lanjut, para astronom berpendapat bahwa ada planet lain selain Neptunus yang mengganggu orbit Uranus.

Pada tahun 1905 seorang astronom AS, bernama Percival Lowell, memulai proyek pencarian planet ke-9 dalam sistem Tata Surya. Lowell bersama rekannya, bernama William H. Pickering, mengajukan beberapa konsep koordinat planet ke-9 dalam Tata Surya dan mereka menamakannya “Planet X”.

Lowell meninggal di tahun 1916, namun proyek pencariannya tetap berlanjut. Nama Lowell diabadikan sebagai nama observatorium yang didirikannya pada tahun 1894.

Pada bulan Januari tahun 1930, Clyde Tombaugh, seorang peneliti yang juga anggota tim proyek pencarian planet ke-9 dalam Tata Surya di Observatorium Lowell, berhasil mencitrakan beberapa pergerakan sebuah obyek misterius yang ada di luar angkasa.

Tim peneliti dalam proyek tersebut menyimpulkan bahwa obyek luar angkasa itu adalah sebuah planet dan untuk memastikan, mereka kemudian mengirim hasil pencitraan obyek luar angkasa itu ke Observatorium Harvard College supaya diteliti lebih lanjut.

Setelah dipastikan bahwa obyek yang ditemukan itu adalah sebuah planet, Tombaugh dan ketua tim peneliti, Vesto Melvin Slipher, menggelar sayembara untuk memberikan nama bagi planet ke-9 itu.

Nama Pluto dicetuskan oleh Venetia Burney, seorang anak perempuan berumur 11 tahun asal Oxford, Inggris. Venetia yang suka mempelajari mitologi Yunani Kuno dan astronomi pertama kali mengusulkan nama tersebut pada kakeknya, Falconer Madan, mantan pustakawan di Universitas Oxford, Inggris.

kemudian Madan meneruskan usul cucunya ini pada Profesor Herbert Hall Turner yang kemudian meneruskannya lagi pada rekan-rekannya di AS. Setelah melalui proses penyeleksian, pada tanggal 24 Maret 1930, tim peneliti di Observatorium Lowell bermusyawarah untuk menentukan mana di antara 3 nama berikut yang akan dijadikan nama planet baru itu yaitu: “Minerva”, “Cronus”, dan “Pluto”. Akhirnya, pada tangal 1 Mei 1930, team memutuskan nama planet baru itu adalah “Pluto”.

Eksplorasi Ke pluto

Selama ini eksplorasi ke Pluto menjadi tantangan besar bagi sejumlah negara adikuasa yang telah mempunyai pesawat ulang-alik luar angkasa. Bukan hanya karena Pluto berjarak sangat jauh dari bumi namun juga karena Pluto hanya memiliki massa yang kecil dan suhunya yang sangat dingin.

Hingga penghujung abad ke-20 belum ada upaya serius dari negara-negara adikuasa untuk melakukan misi perjalanan ke Pluto. Bahkan pada tahun 2000, Badan Antariksa AS (NASA) membatalkan misi Pluto Kuiper Express karena alasan dana.

Namun setelah melewati perdebatan yang panjang, akhirnya misi perjalanan ke Pluto direncanakan kembali oleh pemerintah AS pada 2003. Misi perjalanan menggunakan pesawat tanpa awak ini diberi nama “New Horizons”. New Horizons telah berhasil diluncurkan pada tanggal 19 Januari 2006.

Pesawat ini telah dilengkapi dengan sejumlah peralatan kendali jarak jauh untuk mengenali citra geologi dan morfologi Pluto bersama satelitnya, Charon, memetakan komposisi permukaannya, dan menganalisa struktur atmosfirnya.

Selain itu, New Horizons direncanakan akan memotret permukaan Pluto dan Charon. Uniknya, dalam pesawat canggih ini juga disertakan abu jenazah sang penemu Pluto, Clyde Tombaugh (meninggal pada tahun 1997).

Dengan pesawat canggih itulah para ilmuwan NASA bisa mengungkap lebih jauh tentang misteri planet ‘mungil’ ini.