Pelajari Proses Pengambilan Keputusan Ini Agar Kamu Tidak Menyesali Pilihan Hidup
Salah satu kemampuan penting dalam hidup adalah kemampuan mengambil keputusan. Sayangnya, kebanyakan orang tidak melatih kemampuan ini. Salah mengambil pilihan bisa menjerumuskan seseorang. Bahkan sampai menyesali pilihan hidup.
Dalam buku Decisive, peneliti Chip Heath dan Dan Heath, menjabarkan cara-cara mengambil keputusan yang baik.
Sebelum memasuki isi buku tersebut, mari kita simak perkataan psikolog yang memenangkan Hadiah Nobel, Daniel Kahneman tentang hal yang menjebak kita dalam proses pengambilan keputusan hidup: prasangka.
“Pada kondisi normal, pikiranmu memiliki perasaan dan pendapat intuitif tentang semua hal yang datang ke hidupmu. Kamu menyukai atau tidak menyukai seseorang jauh sebelum kamu mengenalnya lebih dekat dan mendalam; kamu percaya atau tidak percaya orang asing tanpa tahu alasannya; kamu merasa satu bisnis akan sukses atau bangkrut tanpa menganalisisnya,” tulis Daniel Kahneman dalam buku Thinking, Fast and Slow.
Kita sering terlalu cepat mengambil keputusan (hingga akhirnya menyesali keputusan tersebut) karena 2 hal:
- kita terlalu percaya pada informasi yang ada di depan kita, seringkali prasangka kita
- kita gagal mencari informasi baru, yang bisa jadi akan membantah prasangka dan pemikiran kita
Kahneman menyebut kecenderungan ini sebagai what you see is all there is (apa yang kamu lihat itulah yang benar). Contoh kasarnya saja, berapa banyak orang yang menyebarkan broadcast di media sosial tanpa mengecek apakah infonya hoax atau tidak.
Namun hal ini bukanlah satu-satunya alasan yang membuat kita tidak mengambil keputusan yang baik. Berikut ini beberapa penyebab lainnya:
- terlalu percaya diri
- hanya mencari informasi yang sesuai dengan prasangka kita dan mengabaikan informasi yang membantah prasangka kita
- terlalu percaya pada orang-orang yang berpengaruh
- terlalu fokus pada dampak jangka pendek dan mengabaikan dampak jangka panjang
- sekali mengambil satu keputusan, sulit bagi kita untuk mengubahnya walau sudah ada yang mengungkapkan alasan logis kalau keputusan kita itu salah
Semua alasan tersebut sebenarnya menunjukkan satu hal: otak kita tidaklah sempurna. Heath menyebut kecenderungan untuk melihat hanya pada prasangka kita itu sebagai efek spotlight.
Efek spotlight-lah yang membuat pengambilan keputusan jadi sulit. Apa yang ada di spotlight sangat jarang membawa kita ke keputusan yang tepat. Sayangnya jarang sekali kita ingat untuk mengalihkan pandangan kita ke alternatif keputusan lain.
Namun hanya mengetahui penyebab ini tidaklah cukup. Semua ini tidak membantu kita menyelesaikan masalah. Kita membutuhkan pola pikir dalam pengambilan keputusan. Buku Decisive menawarkan proses 4 langkah yang dirancang untuk melawan prasangka kita.
Kebanyakan orang jarang menggunakan proses yang baik untuk memikirkan sesuatu. Kalau pun menggunakan proses berpikir, umumnya kita membuat daftar pro dan kontra. Walau memang daftar pro dan kontra ini lebih baik daripada tidak melakukan proses secara sadar, cara ini masih cacat karena daftar pro dan kontra tidak memperhitungkan prasangka yang kita miliki.
4 iblis yang membuat salah mengambil keputusan
Ada 4 iblis dalam pengambilan keputusan:
-
berpikir sempit
kecenderungan untuk membatasi pilihan-pilihan yang kita punya secara sempit, seringkali hanya pada pilihan ya dan tidak. Misalnya saja bertanya, “Haruskah gue putus dengan si dia atau ngga?” bukannya bertanya “Apa sajakah cara-cara yang bisa gue lakukan supaya hubungan gue dengan dia jadi lebih baik?”
-
bias konfirmasi prasangka
saat seseorang mengumpulkan informasi dari lingkungan sekitarnya, ia cenderung memilih informasi yang mendukung prasangka yang sudah ia punya sebelumnya, misalnya sikap, kepercayaan, ataupun tindakannya sebelumnya.
Konfirmasi prasangka ini membuat kita “menipu diri kita sendiri,” kita berpura-pura mencari kebenaran. Padahal sebenarnya yang sedang kita minta itu hanyalah meyakinkan diri kalau prasangka kita itu sudah benar.
-
emosi jangka pendek
saat kita dihadapkan harus membuat keputusan yang sulit, emosi kita bergejolak dan teraduk-aduk. Kita menjadi sangat galau. Di dalam kepala kita, ada percakapan yang berisi pendapat yang sama, terus berulang-ulang.
Kita merasa sangat menderita dan tertekan karena kondisi yang sedang kita alami. Kita terus mengubah-ubah isi pikiran dan keputusan kita hari demi hari.
Jika keputusan kita dituangkan dalam spreadsheet excel, tidak ada perubahan angka pada tiap cell. Sebenarnya tidak ada informasi baru yang masuk ke kepala kita. Namun karena emosi yang campur aduk, kepala kita tidak merasa seperti itu. Kepala kita sangat sibuk menghadapi emosi jangka pendek yang bergejolak.
-
terlalu percaya diri
orang-orang mengira kalau mereka jauh lebih tahu tentang masa depan yang akan terjadi, padahal sebenarnya tidak.
Heath Bersaudara merumuskan proses yang bisa membantu kita untuk melawan keempat iblis ini, dan tentu saja membantu kita untuk membuat keputusan yang lebih baik. “Kita tidak bisa menon-aktifkan prasangka yang kita miliki, namun kita bisa melawannya dengan disiplin yang tepat,” tulis mereka. Fitrah dari tiap iblis membantu kita merumuskan strategi untuk mengalahkannya.
- Perluas pilihan: Kamu mencari dengan pilihan. Namun pikiran yang sempit membuatmu mengabaikan banyak pilihan yang sebenarnya ada di sekitarmu. Jadi solusinya adalah perluas pilihanmu. Pertanyaannya, bagaimanakah kamu bisa memperluas opsi yang bisa kamu pilih?
- Uji asumsi yang kamu miliki: Kamu menganalisis pilihan-pilihanmu. Tapi konfirmasi prasangka membuatmu hanya mengumpulkan informasi yang membuatmu “merasa nyaman.” Jadi, solusinya adalah dengan menguji asumsi yang kamu miliki dengan realitas. Pertanyaannya, bagaimana caranya kamu bisa keluar dari isi kepalamu dan mulai mengumpulkan informasi yang sebenarnya lebih bisa dipercaya?
- Ambil jarak sebelum mengambil keputusan: Kamu membuat keputusan. Namun emosi jangka pendek seringkali menggodamu untuk membuat keputusan yang salah. Jadi, ambil jarak sebelum memutuskan. Pertanyaannya, bagaimana kamu bisa mengatasi emosi jangka pendek dan konflik perasaan untuk membuat keputusan yang lebih baik?
- Persiapkan diri untuk salah: akhirnya kamu menjalani hidup dengan keputusna itu. Namun seringkali kamu menjadi kelewat percaya diri hingga menjadi sok tahu akan hasil yang akan kamu raih. Oleh karena itu, kamu harus siap-siap kalau akan salah. Pertanyaannya, bagaimana kamu bisa merencanakan masa depan yang sebenarnya tidak pasti agar keputusan yang kita ambil ini benar-benar paling berpotensi untuk berhasil?
Keempat langkah ini membuat kita berpindah dari spotlight otomatis (yang sering menjebak kita) ke spotlight manual. Jangan terperangkap dalam prasangka yang membuat pikiranmu merasa nyaman, padahal ternyata keputusanmu salah. Lebih baik merasa tidak nyaman saat menganalisis keputusan, dengan begitu keputusan akan kamu ambil secara sadar dan minim penyesalan.