Kehidupan setelah menikah berbeda dengan hidup sendiri. Sebelum menikah, masing-masing terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendiri semisal membeli air mineral galon dan memasangnya di dispenser, membersihkan tempat tidur, mengunci pagar rumah, dan sebagainya. Apakah setelah menikah pekerjaan tersebut tetap dilakukan sendiri?
Ego suami istri yang tinggi karena bisa melakukan pekerjaan sendiri, dapat merusak suasana rumah tangga. Kanapa harus menikah bila semua bisa dikerjakan sendiri? Suami mencuci pakaian sendiri, istri juga bisa sendiri. Beli air minuman galon tinggal telepon dan diantar, sekaligus dipasangkan ke dispenser. Suami istri tidak butuh bantuan melakukan pekerjaan rumah, kecuali di kamar tidur.
“Aku bisa ngerjain sendiri kok”
Bila kalimat tersebut selalu diucapkan kepada pasangan, pernikahan bisa bubar. Meskipun sebenarnya tidak butuh bantuan pasangan, ada baiknya sekali-kali mengalah dan biarkan pasangan membantu pekerjaanmu. Singkirlah ego untuk menghangatkan suasana, rumah tangga bukan tempat untuk meninggikan ego.
Tanpa saling membutuhkan, rumah tangga seperti kuburan yang sepi tanpa pembicaraan, penghuninya sibuk melakukan pekerjaannya sendiri. Tidak ada yang minta dibuatkan minuman, andaikan butuh minuman; pasangan diminta mengambil atau membuat minuman sendiri. Pernikahan yang dingin sedingin kutub selatan, tidak ada kehangatan di dalamnya hingga penghuninya bosan dan mencari kehangatan di luar.
Meskipun tidak butuh bantuan pasangan, sekali-kali mengalahlah bila pasangan ingin membantu melakukan pekerjaan. Kehangatan akan tercipta ketika ada ikatan batin dalam rumah tangga. Bila pasangan belum memiliki inisiatif, berkorbanlah dengan menawarkan diri memberi bantuan yang bisa dikerjakan. Jika perlu, paksalah agar dia mau menerima uluran tangan.
Pasangan yang baik tidak akan keberatan dimintai bantuan, malah merasa berharga karena dibutuhkan. Asalkan tidak memaksa dan dilakukan tiap menit.
Kemesraan tercipta ketika suami istri saling membutuhkan dan pengertian. Lihatlah para orang tua, mereka sudah sangat tergantung pada pasangannya. Ketika salah satu di antara mereka dipanggil Yang Kuasa, yang ditinggalkan patah semangat dan rapuh; ingin menyusul pasangan hidupnya ke alam baka. Itulah cinta, berawal dari saling membutuhkan, mengerti, menghormati, dan saling setia.