Semasa kuliah MBA, Sandiaga Uno sempat mendapat tugas study case tentang satu grup usaha di Finlandia bernama Nokia. Semula Nokia merupakan perusahaan yang mengeksploitasi hasil hutan untuk pulp (bubur kertas).
Pada tahun 1970, pemerintah Finlandia mengeluarkan peraturan yang membatasi eksploitasi bahan mentah. Perusahaan Finlandia hanya boleh mengekspor barang-barang yang sudah diolah dan memiliki nilai tambah.
Jika dilihat secara sepintas, peraturan ini tampak mengancam dan memberatkan Nokia. Perusahaan Finlandia tak bisa lagi mengekspor pulp. Namun manajemen Nokia melihat dari sisi yang berbeda. Nokia melihat adanya peluang dalam bisnis peralatan elektronik, terutama telepon genggam.
Fokus Nokia dalam bisnis telepon genggam membuat perusahaan ini tumbuh sangat pesat, bahkan sempat menguasai pasar hingga pertengahan dekade lalu.
Memang dalam beberapa tahun terakhir Nokia tidak melihat perubahan tren industri telepon genggam hingga penjualannya terus turun hingga akhirnya bisnis telepon genggam diakuisisi oleh Microsoft. Walau begitu, kita bisa belajar banyak dari tindakan Nokia pada tahun 70-an: memandang kesulitan sebagai peluang.
Setiap orang akan menghadapi kesulitan. Hal yang bisa kita kendalikan adalah sikap kita terhadap kesulitan tersebut. Sandiaga Uno belajar tentang pola pikir menghadapi kesulitan saat krisis ekonomi tahun 1997.
Sandiaga Uno dipecat dari pekerjaan karena perusahaan bangkrut. Saat itu sangat sulit untuk mencari pekerjaan baru. “Kalau saya melamar di 10 perusahaan, mungkin 15 perusahaan menolak lamaran saya,” kata Sandi sembari tertawa.
Andai Sandiaga Uno melihat kesulitan ini sebagai ancaman, memandang kondisi sebagai hal yang benar-benar negatif. Namun dia mencoba memilih untuk melihatnya sebagai peluang. Tidak mudah baginya untuk menjalani keseharian saat itu. Satu-satunya pilihan saat itu adalah merintis usaha sendiri.
Bersama teman SMA-nya, Rosan P. Roeslani, Sandiaga Uno membuka usaha konsultasi finansial, terutama untuk restrukturisasi keuangan. Masa-masa ini benar-benar sulit, seperti berjalan menyusuri lorong yang gelap. Banyak yang meragukan kemampuan mereka.
Calon-calon kliennya pengusaha yang sudah memiliki pengalaman usaha lebih dari 20 tahun sementara Sandiaga Uno dan rekannya baru 28 tahun. Namun mereka tahu perusahaan-perusahaan ini bermasalah dalam hal keuangan. Sandi percaya kalau dia dan Rosan bisa mengatasi masalah ini.
Sandiaga Uno ditolak bertemu oleh 17 klien pertamanya, hingga akhirnya Sandiaga Uno mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Pak Dahlan Iskan. Salah satu perusahaan properti yang berada di grupnya memiliki masalah keuangan, Sandi menawarkan untuk membantu melalui jasa restrukturisasi.
Sandiaga Uno memahami bahwa Dahlan Iskan sangat sibuk hingga akhirnya dia meminta waktu presentasi selama perjalanan Pak Dahlan keluar dari kantornya. Untunglah beliau mengiyakan. Sandiaga Uno hanya punya waktu sekitar 3 menit untuk meyakinkan beliau bahwa dia mampu merestrukturisasi keuangan salah satu perusahaan yang beliau pegang. Dalam bisnis, presentasi singkat ini biasa disebut elevator pitch.
Sebenarnya saat itu Sandiaga Uno sudah menyiapkan proposal, tentang bagaimana perusahaannya mampu mengatasi permasalahan keuangan perusahaan tersebut. Namun pasti tak akan sempat kalau menjelaskan isi proposal.
Secara singkat, Sandiaga Uno menawarkan, “Kami mampu merestrukturisasi keuangan salah satu perusahaan Bapak dalam waktu 3 bulan ke depan. Kami bersedia hanya dibayar jika proses restrukturisasi berhasil. No cure no pay.”
Pak Dahlan agak terperanjat mendengar proposal yang Sandiaga Uno ajukan. “Jadi kamu mau bekerja tanpa dibayar?” respon Pak Dahlan. “Iya, tapi kalau berhasil Bapak bayar saya,” jawab Sandiaga Uno. Proposal ini akhirnya diterima juga dan perusahaannya, Rekapital Advisors, mendapat klien pertama. Ini terjadi kira-kira 6 bulan setelah perusahaan didirikan.
Tiga bulan kemudian proses restrukturisasi ini berhasil dieksekusi. Sandi mendapat secercah harapan atas usahanya. Bukti pembayaran konsultasi sebesar sepuluh juta rupiah yang ia dapat saat itu masih disimpan di kantornya. Setiap kali Sandiaga Uno merasa down, secarik kertas ini yang menguatkan tekadnya.
Masa sewaktu Sandiaga Uno memulai usaha adalah masa-masa sulit. Mungkin ini juga yang dialami Nokia saat bisnis pulp-nya dilarang oleh pemerintah Finlandia. Namun ada pelajaran berharga yang ia dapat.
Sandiaga Uno jadi lebih memahami salah satu surat dalam Al-Quran. “Dalam surat Al Insyirah, Allah berfirman, ‘Setiap kesulitan disertai kemudahan, setiap kesulitan disertai kemudahan.’ Kesulitan pasti diapit oleh kemudahan,” ujar Sandiaga Uno dalam satu kesempatan.
“Kesulitan itu ibarat 2 sisi mata uang, bisa menjadi ancaman atau menjadi peluang. Orang-orang yang melihat kesulitan sebagai peluang dan bekerja untuk mengatasinya akan menikmati kemudahan yang hadir di baliknya,” kata Sandiaga Uno melanjutkan.