1955. Tahun yang dibahas cukup dalam oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya, Outliers. Gladwell beranggapan bahwa orang-orang bisa sukses karena mereka beruntung hidup pada masa yang tepat. Ia menyebutkan beberapa orang sukses dalam bidang teknologi yang beruntung lahir pada tahun 1955. Bill Gates, Steve Jobs, Eric Schmidt. Tiga orang yang menjadi fenomenal karena menjadi ikon teknologi abad ke-21 beruntung lahir pada tahun tersebut.
Keberuntungan. Secara intrinsik, Gladwell beranggapan bahwa untuk sukses diperlukan faktor ini. Peribahasa Jawa juga mengatakan hal yang sama, jer basuki mawa bejo. Kalau mau sukses haruslah beruntung.
Argumen ini didukung pula oleh perkataan beberapa orang sukses. Warren Buffett pernah berkata bahwa ia bisa sukses karena menjadi anggota klub sperma yang beruntung. Jeff Bezos mengatakan bahwa Amazon bisa sukses karena “incredible planetary alignment” dan berseloroh bahwa penyebabnya setengah keberuntungan, setengah timing yang tepat, baru sisanya otak. Bill Gates juga berkata bahwa ia hanya beruntung lahir dengan skill yang tepat.
“Semuanya terjadi karena beruntung.” Inilah kesan yang timbul dari pernyataan Gladwell. Bukan berarti pernyataan ini sepenuhnya salah. Agama mengajarkan adanya takdir yang menentukan rezeki seseorang. Namun pernyataan ini bisa membuat kita mengecilkan usaha seseorang untuk bisa sukses. “Percuma. Saya tak akan bisa sesukses dia, saya kan kurang beruntung,” secara tak sadar terpikir hal semacam ini ketika membaca Outliers.
Benarkah sukses itu keberuntungan? Kalau memang ternyata memang demikian, untuk apa kita berusaha? Kalau Gladwell mengatakan bahwa orang yang lahir pada tahun 1955 beruntung jika masuk industri teknologi. Beberapa pengusaha Indonesia di bidang keuangan akan dibilang beruntung karena memulai usaha saat krisis ekonomi Asia 1997. Sebut saja Sandiaga Uno, Chairul Tanjung, dan Hary Tanoesoedibjo.
Jawaban yang sangat bagus dari pertanyaan ini dilontarkan oleh Peter F. Drucker, Bapak Manajemen Modern. Ia pernah ditanya apakah prestasi kariernya didapat karena ia beruntung. Ia menjawab, “Keberuntungan lebih suka pada orang-orang yang siap. Jika peluang mengetuk pintu, Anda harus membukanya. Anda harus reseptif terhadap peluang dan begitulah yang terjadi dengan saya.”
Kemampuan untuk menangkap peluang sebaik mungkin. Inilah yang dimiliki orang-orang sukses. Ya, mereka beruntung karena ada peluang besar yang mengetuk hidup mereka. Namun kalau mereka acuh dan tidak membuka pintunya, kesempatan itu akan lewat.
Dalam salah satu seminar, Sandiaga Uno pernah mengutarakan hal yang sama, “Dalam konteks sebagai entrepreneur, tidak boleh kita menyia-nyiakan satu pun peluang. Peluang dan kesempatan itu hanya datang satu kali, dia tidak datang dua kali. Kalau kita tidak menangkap peluang tersebut, kita akan terlena dan peluang tersebut akan diambil oleh orang lain yang akan memberikan pencapaian bagi mereka tanpa ada kesempatan buat kita. Tataplah peluang tersebut, ambil kesempatannya, dan kerjakan sesungguh-sungguhnya dengan kerja keras.”
Kerja keras, itu salah satu kunci Sandiaga Uno untuk bisa mendapat keberuntungan. Sandiaga memiliki 4 etos kerja yang sering dia sebut 4 Kartu As atau Kerja As. Kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas. Peluang itu diberikan, namun tetap saja banyak yang menyia-nyiakan peluang yang datang. Seperti kata Drucker, bersikap reseptif terhadap peluang. Itulah cara mendesain kesuksesan kita sendiri.