Meniti Kilas Balik Perang Wina, Antara Kerajaan Ottoman dan Austria

Dengan membaca novel yang dapat menginspirasi kita tentang sejarah umat islam yaitu “99 Cahaya di Langit Eropa” karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra. Seolah mengajak kita semua untuk melihat kembali lorong waktu ke masa lalu ketika umat Islam mengalami kejayaan di Eropa.

Masa keemasan Islam yang ada di Eropa yang saat ini kita tahu bukanlah hanya menjadi bahan cerita dan sejarah fiksi saja.

Namun hal tersebut benar-benar ada, dan hal itu telah dibuktikan oleh banyak peninggalannya yang berupa bangunan dan ornamen-ornamen kuno, yang kini sudah menjadi komoditi turisme dan tempat-tempat wisata.

Hampir seluruh Umat Islam di tanah air masih mengenang masa-masa keemasan tersebut, dan menjadikannya sebagai spirit kehidupan.

Hal itu bisa terlihat dari penamaan lembaga-lembaga pendidikan, hingga nama anak-anak yang berbau nama Spanyol pada era keemasan Islam dahulu.

jejakkatumbiri.blogspot.com
jejakkatumbiri.blogspot.com

Wina, adalah kota yang sangat mengagumkan, kota ini merupakan kota bersejarah, terletak di jantung Eropa, yang lebih tepatnya menjadi ibukota dari Republik Austria.

Sekarang kota bersejarah Wina, kini berpenduduk sekitar 2,1 juta jiwa. Keindahan yang ditawarkan oleh kota ini sangat beragam dan cantik, salah satu keindahannya ialah karena berada diantara sungai Danube dan pegunungan Wienerwald-nya.

Sejak zaman Romawi, wina merupakan tempat yang strategis dalam lalu lintas di Eropa.

Pada zaman pertengahan, kekuasaan Kekaisaran Habsburg Austria yang telah direstui oleh Sri Paus meliputi hampir separuh kawasan Eropa yang termasuk Jerman, Polandia, Cekia, Slowakia, Hungaria, Balkan, dan lain sebagainya.

Wina tercatat sebagai wilayah terakhir eropa yang menjadi saksi ekspansi kekhilafahan islam.

Sultan Sulaiman lah yang diangkat menjadi khalifah islam pada tanggal 20 september 1520 di ibukota konstantinopel atau kita lebih mengenalnya sekarang dengan nama Istanbul.

Di kota ini pula terdapat pusat peribadatan umat Islam terbesar, yakni Vienna Islamic Center.

Ketika kamu sedang berwisata ke negara ini, pastinya kamu akan mengenal satu roti yang beranama croissant, karena makanan inilah yang paling populer disana.

Bukan berarti makanan yang populer disana merupakan makanan yang terbuat disana, dan pastinya kamu nanti akan mengetahui bahwa croissant merupakan roti buatan Austria.

Roti berbentuk bulan sabit yang terkenal dan disebut croissant tersebut,  ternyata ketika itu digunakan sebagai icon untuk merayakan kekalahan Turki di Wina. T_T

 

Biografi Kara Mustafa Pasha

asterprescott.blogspot.com
asterprescott.blogspot.com

Merzifonlu Kara Mustafa Pasha adalah seorang pemimpin militer Ottoman, ia merupakan karakter utama dalam upaya terakhir Kekaisaran Ottoman pada ekspansi ke Eropa.

Lahir dari orang tua yang memiliki darah Turki Merzifon, awalnya ia menikah dengan gadis dari keluarga berpengaruh Köprülü dan setelahnya menjabatan sebagai utusan ke Damaskus untuk saudara iparnya grand wazir Koprulu Fazil Ahmed Pasha.

Antara tahun 1663 atau 1666, ia menjadi Kapudan Pasha, kita lebih mengenalnya dengan sebutan Angkatan Laut Ottoman.

Ia menjabat sebagai komandan pasukan darat dalam perang melawan Polandia pada tahun 1672, yang berakhir dengan dimasukkannya provinsi Podolia ke dalam Kerajaan Ottoman.

Kemenangan tersebut memungkinkan Ottoman untuk mengubah daerah Cossack dari Ukraina selatan menjadi protektorat.

Pada 1676, ketika saudaranya iparnya yaitu Koprulu Fazil Ahmed Pasha meninggal, Mustafa menggantikannya sebagai perdana menteri.

Pada tahun 1678 terjadi pemberontakan di Cossack yang pada akhirnya Kara Mustafa kurang berhasil mengatasi pemberontakan ini.

Mengapa? Karena ada campur tanggan Rusia yang membantu para pemberontak Cossack, dan membuat Turki menandatangani perjanjian damai pada tahun 1681, yang berakhir pada dikembalikannya tanah Cossack kepada Rusia.

Pertempuran Wina

virionz.blogspot.com
virionz.blogspot.com

Pada 1683, ia meluncurkan kampanye utara ke Austria, dalam upaya terakhir untuk memperluas kerajaan Ottoman yang telah lebih dari 150 tahun berperang.

Pada pertengahan Juli,dengan tentaranya yang berjumlah 100 ribu orang telah mengepung Wina, yang ketika itu hanya dijaga oleh 10 ribu tentara Hasburg.

Pada bulan September, ia telah mempelajari segala seluk beluk benteng musuh dan kesalahan Kara Mustafa adalah ia terlalu yakin pada dirinnya dan berfikir ia akan mendapatkan kemenangan atas Wina.

Tetapi tepatnya pada tanggal 12 September 1683, tentara gabungan antara 40.000 pasukan Polandia, dan 70.000 pasukan Jerman, yang di bawah pimpinan Raja Jan Sobieski mengambil keuntungan dari kelengahan sang Kara Mustafa dalam memperhitungkan strateginya.

Raja tesebut tidak menyangka sebelumnya, bahwa ada satu point yang terlewat dari hasil akhir keputusan berbulan-bulan Kara Mustafa mempelajari benteng musuhnya tersebut.

Yaitu bukit disekitar benteng yang menjadi akhir dari perjalanan hidup Kara Mustafa, dan disana pula lah pasukan gabungan Jerman dan Polandia menyerang tentara Ottoman.

Semua hal tersebut bermula ketika orang-orang didalam benteng yang sudah dikepung pasukan Kara Mustafa, dan mereka memberikan kode untuk bala bantuan dari luar dengan sekam api yang dilontarkan ke udara.

Sayangnya, tanpa disadari Kara Mustafa hal tersebut adalah kode dari musuhnya, guna untuk memanggil bantuan dari luar benteng.

Dan ketika itu pula dikirim bala bantuan yang di antaranya 40.000 pasukan berkuda, dan sampai ke Wina terlebih dahulu.

Sudah terlambat bagi Kara Mustafa untuk menyadari akan kelalaiannya, panglima pasukan gabungan Jerman Polandia mengirim pesan kepada Kara Mustafa bahwa mereka telah mengepungnya dari balik bukit dan memintanya untuk mundur.

Setelah itu situasi berbalik arah, yang seharusnya Kara Mustafa Pasha lah yang mengepung musuhnya yang berada didalam benteng, namun situasi malah berbalik dan ialah yang dikepung dari dua arah, yaitu dari balik bukit dan dari dalam benteng.

Karena kepaniknya Kara Mustafa Pasha memerintahkan pasukannya untuk dibagi dua pasukan, guna untuk menghadapi dua pasukan yang mengepung mereka.

Akhirnya di tempat itu pul lah terjadi pertempuran yang sengit antara pasukan islam dan gabungan antara Jerman dan Polandia.

Beberapa pasukan bantuan negara Eropa ada yang berhasil menembus garis pertahanan pasukan islam, karena ada dari komandan kekhilafahan turki Utsmani yang tidak sabar mulai menyerukan untuk mundur.

Akibatnya barisan malah menjadi panik dan porak poranda, dan kemudian kepungan atas Wina pecah, dan tentara islam lari tunggang langgang, yang akhirnya puluhan ribu umat muslim gugur sebagai syahid.

Sejumlah besar meriam dan persenjataan canggih lainnya juga jatuh ke tangan pasukan Wina dan sekutu mereka.

Kekalahan di Wina merupakan guncangan yang sangat dahsyat bagi umat Islam, hal ini dikarenakan mereka biasanya berhasil memenangankan setiap pertempuran yang ada.

Mungkin kita bisa dimakluminya, kerena selain perbedaan jumlah yang masif, kemampuan persenjataan juga yang kuat ketika zamannya.

Namun, hal yang paling penting dari rahasian kemenagan umat Islam adalah disiplin prajurit yang tinggi serta kesediaannya untuk mati syahid.

Begitu pula dengan pelanggaran pada banyaknya faktor pada pengepungan di Wina, seperti kedisiplinan dan tamak akan harta rampasan perang yang menjadi kesalahan taktik dan faktor kekalahan telak pada perang tersebut.

Setelah itu, sang penakluk akhirnya berperang bersama para pasukannya sampai pada tanggal 25 Desember 1683, dan Kara Mustafa dieksekusi mati di Belgrade.

Sejarah ini pula yang menjadi bukti bahwa kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah apapun.

Kita sebagai orang Islam harusnya belajar dari kesalahan sejarah sebelumnya, bukannya malah bermalas-malasan dengan realita Umat Islam yang ada.