Mahasiswa seharusnya kenal sosok ini, Tan Malaka. Seorang pejuang yang pemikirannya diteladani tokoh-tokoh besar.
Ialah Tan Malaka, pemikir berhaluan kiri yang lahir di tahun 1897 dan meninggal di tahun 1949. Tan Malaka lahir di Nagari Pandan Gadang, Sumatera Barat. Semasa hidupnya, Tan Malaka dikenal sebagai pejuang nasionalis Indonesia.
Kebanyakan orang mengenalnya sebagai pemimpin komunis. Namun, benarkah ia juga seorang komunis yang mengkhianati Indonesia? Mengapa rezim pemerintahan saat itu mengenalnya sebagai pemberontak yang harus dilenyapkan?
Fakta-fakta ini membuktikan bahwa Tan Malaka adalah seorang revolusioner dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Gelar Pahlawan Revolusi Nasional
Bahkan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda, Tan Malaka selalu mengeluarkan kritik pedas. Begitu pula ketika masa pemerintahan Soekarno, Tan Malaka tidak hentinya melancarkan kritikan-kritikan.
Atas tindakannya itu, Tan Malaka diasingkan. Ia dibuang ke luar Indonesia. Ancaman demi ancaman pun dia terima. Meskipun demikian, pemikiran Tan Malaka menjadi peran intelektual penting di Indonesia.
Pemikirannya mampu membangun jaringan gerakan komunis internasional untuk menggerakan anti penjajahan di kawasan Asia Tenggara. Itulah sebabnya, Tan Malaka digelari Pahlawan Revolusi Nasional dalam ketetapan parlemen Undang-Undang Tahun 1963.
Bapak Republik Indonesia
Sebenarnya, Bung Karno dan tokoh besar lainnya seperti Bung Hatta hanyalah mengambil rujukan dari pemikiran-pemikiran Tan Malaka. Sejak Soekarno masih muda, ia telah dekat dengan pemikiran Tan Malaka.
Nama Republik Indonesia juga merupakan cetusan dari Tan Malaka yang tertera dalam bukunya dengan judul Naar de Republiek Indonesia (1925). Nah, pemikiran tersebut lalu dirujuk Bung Karno dan Hatta saat menulis konsep kemerdekaan Indonesia.
Jadi, sudah jelas kan siapa yang mencetuskan nama Republik Indonesia pertama kalinya? Itulah sebabnya Moh.Yamin memberikan gelar sebagai Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Tan Malaka Penggerak Pendidikan
Hasilnya cukup signifikan, Tan Malaka memiliki banyak murid dan dapat membuka cabang di kota lain. Cara mengajar Tan Malaka yang visioner membuat para orang tua dan anak-anak menyukainya.
Hal-hal yang diajarkan Tan Malaka antara lain, ilmu berhitung, menulis, ilmu bumi, Bahasa Belanda, Melayu dan Jawa serta membebaskan anak-anak untuk melakukan hobi dengan membentuk perkumpulan khusus.
Selain itu, Tan Malaka juga mengajarkan anak-anak untuk peduli kepada masyarakat di bawah garis kemiskinan. Atas kegigihan Tan Malaka, sekolah SI pun mengalami kemajuan pesat.
Namun, justru hal tersebut membuat Pemerintah Belanda khawatir dan akhirnya membuang Tan Malaka ke Belanda pada Bulan Februari 1922. Tragis bukan?
Tan Malaka Bukan PKI
Pemerintah pun akhirnya menjebloskan dia ke penjara sebagai tahanan politik karena kritik-kritiknya dianggap membahayakan. Namun, Tan Malaka juga tidak sependapat dengan PKI yang selalu memberontak kepada pemerintah.
Tan Malaka mendukung aksi pemerintah yang berniat mengunci pemberontakan PKI. Dalam argumennya, Tan Malaka menyatakan bahwa tidak benar jika dalam satu negara ada dua pemerintahan dan rakyat harus tahu mana yang harus diikutinya.
Meskipun demikian, Pemerintah tetap tak mengindahkan Tan Malaka. Seperti halnya ketika Bulan November 1948, Tan Malaka memberikan peringatan pemerintah tentang akan terjadinya Agresi Militer Belanda sebagai dampak dari politik diplomasi.
Akan tetapi, Pemerintah tidak peduli dengan peringatan Tan Malaka sampai kemudian Belanda benar-benar melancarkan serangan pada Desember 1948. Akibatnya, Soekarno-Hatta dibuang ke Sumatera dan Syarifudin Prawiranegara membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera Barat.
Mereka yang Memfitnah Tan Malaka
Fitnah tersebut mengakibatkan Tan Malaka ditembak mati oleh tentara Militer Divisi I Jawa Timur. Padahal saat itu dia sedang memimpin gerilya rakyat untuk mengusir Belanda. Sangat ironis bukan?