Bidadari Surga Menurut Pandangan Islam

Bidadari adalah makhluk berwujud manusia yang berjenis kelamin perempuanyang tinggal di surga menurut agama Islam dan Hindu. Dalam kepercayaan agama Hindu, bidadari adalah makhluk yang ditugaskan untuk menyampaikan pesan para dewa kepada manusia, sebagaimana tugas malaikat Jibril dalam kepercayaan Islam.

Masih dalam kepercayaan orang Hindu, kadang bidadari juga diutus untuk menguji pria yang sedang bertapa dengan menggoda mereka agar berhenti dari pertapaan dengan memanfaatkan kecantikan fisik mereka. Tapi menurut kepercayaan agama Islam, bidadari adalah mereka yang kelak akan menjadi istri-istri bagi orang beriman yang berhasil memasuki surga atau jannah.

Sejenak kita pinggirkan dulu bidadari versi keyakinan Hindu, karena kali ini kita akan bercerita dengan 2 kisah mengenai para pria yang diriwatkan telah mendapatkan bidadari yang dijanjikan dalam kepercayaan agama Islam.

 

Kisah Sa’ad As-Sulami yang Menikah dengan Bidadari Surga

alhabibsegafbaharun.com
alhabibsegafbaharun.com

Dialah Sa’ad As-Sulami (Rasulullah SAW memanggilnya Julabib), seorang tokoh pemuda diantara sahabat Rasul yang berasal dari keluarga terpandang di kabilahnya bani Sulaim. Namun, ia sedikit berbeda dengan keluarganya karena ia berkulit hitam sehingga mereka (bani Sulaim) menolak keberadaan Julabib. Sehingga suatu hari ia datang menghadap Rasulullah saw untuk bertanya,

“Ya Rasulallah, apakah hitamnya kulit dan buruknya wajahku dapat menghalangiku masuk surga?” “Tidak, selama engkau yakin kepada Rabbmu dan membenarkan Rasul dan risalah yang dibawanya…” jawab Rasulullah SAW. Kemudian Julabib menegaskan, “Demi Allah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan engkau adalah hamba serta Rasul-Nya. Akan tetapi ya Rasulullah, aku telah mencoba melamar wanita yang ada di sekitar sini dan yang jauh dari sini, dan mereka semua menolakku.”

Maka Rasulullah SAW menungkapkan, “Wahai kekasihku Julabib, maukah engkau aku nikahkan dengan seorang wanita yang pandai dan cantik? Tahukah engkau rumah Amr bin Wahb dari bani Tsaqif? Ia adalah orang yang baru masuk Islam dan memiliki putri yang pandai dan cantik. Datanglah ke rumahnya dan katakan bahwa aku melamarkan putrinya untukmu.” Maka dengan langkah gembira berangkatlah Julabib ke rumah Amr bin Wahb r.a. Setelah memberi salam dan masuk, Julabib berkata, “Betulkah Tuan yang bernama Amr bin Wahb dari bani Tsaqif?”, “Betul, siapakah Anda? Dan apa keperluan Anda datang menemuiku?” jawab Amr. “Aku Sa’ad As-Sulami dari bani Sulaim, aku datang karena diutus oleh Rasulullah SAW untuk melamar putrimu.” jawab Julabib. Keluarga Amr bin Wahb sangat senang mendengar berita itu, karena ia mengira bahwa Rasulullah yang melamar putrinya. Maka Julabib pun menjelaskan, “Bukan begitu Tuan, tetapi Beliau SAW memintamu untuk menikahkan aku dengan putrimu.” Amr bin Wahb sontak terkejut dan berkata, “Kamu pasti berdusta!!!”

Mendengar ucapan yang keras dari Amr bin Wahb, Julabib pun pulang dengan wajah murung untuk menemui Rasulullah. Sementara itu putri Amr bin Wahb yang mendengar percakapan tadi berkata pada Ayahnya, “Hai Ayah, carilah selamat, carilah selamat! Jangan sampai Allah dan Rasul-Nya murka dan kau akan dipermalukan dengan turunnya ayat dari langit tentang perbuatanmu ini. Jika Allah dan Rasul-Nya rela aku menikah dengan orang itu, maka aku pun rela menikah dengannya.” Amr bin Wahb pun bergegas pergi mengejar dan segera menemui Rasulullah. Hingga keduanya menghadap kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Inikah orang yang menolak lamaranku untuk kekasihku Julabib?” Amr bin Wahb mengakui, “Benar ya Rasul, maafkan kekhilafanku karena aku mengira ia telah berdusta. Jika memang engkau yang memerintahkan, maka aku rela menikahkan putriku dengan pemuda dari bani Sulaim ini.” Seketika itu Rasulullah SAW pun memimpin pernikahan Sa’ad As-Sulami (Julabib) dengan putri dari Amr bin Wahb bani Tsaqif. Kemudian Rasulullah saw. berkata pada Julabib, “Pergilah pada beberapa orang Muhajirin, datanglah kepada Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.” Maka Julabib mendatangi mereka semuanya, Abdurrahman bin Auf r.a memberi bahkan dilebihkan, Utsman bin Affan r.a memberi serta melebihkan, begitu pun ‘Ali bin Abi Thalib r.a memberi bahkan melebihkan. Julabib telah mendapatkan ratusan dirham.

Kemudian ia pun pergi ke pasar untuk membeli mas kawin serta beberapa pakaian untuk hadiah kepada istrinya yang belum sempat ditemuinya itu. Tetapi tiba-tiba terdengar seruan, “Wahai kuda-kuda Allah, bergeraklah!! Bergeraklah!!” seruan ini adalah tanda panggilan jihad. Julabib menatap ke arah langit dan berkata, “Ya Allah, kecantikan istriku mungkin takkan sebanding dengan kecantikan surga-Mu, maka aku akan memenuhi panggilan jihad-Mu.” Maka ia mengembalikan semua belanjaannya dan menggantinya dengan baju besi dan kuda serta tameng untuk berperang yang kemudian segera dikenakannya. Julabib memakai pakaian perang lengkap sampai-sampai wajahnya tidak terlihat lagi kecuali hanya kedua matanya saja.

Ketika tiba dalam barisan, Rasulullah SAW mulai mengabsen satu persatu setiap barisannya. Nampak Julabib yang menghindar dari pandangan Rasulullah SAW. Apabila Rasulullah bergerak ke arah kiri, ia akan menyelundup ke bagian kanan, begitu juga sebaliknya. Mungkin Julabib khawatir jika Rasulullah mengetahui keikut-sertaannya maka Rasulullah akan menyuruhnya pulang untuk menemui istrinya terlebih dahulu. Meski begitu, Rasulullah sebenarnya juga tahu mengenai perbuatan Julabib ini karena mengenal bagian tangannya yang sempat terseingkap, namun Rasul hanya tersenyum dan membiarkannya. Sementara orang-orang saling bertanya tentang penunggang kuda baru yang tidak dikenali ini, ‘Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Mungkin ia adalah orang yang datang dari Negeri Syam untuk mempelajari agamamu dan melindungimu”.

Tatkala peperangan terjadi, Julabib maju dengan bersemangat, ia bergerak dengan lincah, menghantam ke kiri dan ke kanan, hingga kudanya kelelahan. Ia yang kasihan terhadap kudanya pun turun dari kudanya dan terus bergerak maju dan maju dengan berjalan kaki, hingga akhirnya peperangan usai. Ketika pasukan kembali dari medan jihad, Rasulullah saw bertanya, “Di mana kekasihku Julabib?”. Para sahabat hanya saling pandang seraya bertanya-tanya siapakah Julabib yang dimaksud Rasul? Rasulullah mengulang kembali pertanyaannya “Di mana kekasihku Julabib?” seraya berkaca-kaca. Tiga kali pertanyaan itu diungkapkan Rasul, namun tak ada seorang pun yang tahu tentang kabar dan keberadaan Julabib. Pasukan pun kembali ke medan jihad mencari sosok Julabib.

Rupanya Julabib telah syahid. Jasadnya berada di tengah-tengah tujuh mayat orang kafir. Kemudian Rasul berjalan menuju jasad Sa’ad As-Sulami, diletakkan kepalanya dipangkuannya dan dibersihkannya dari debu dengan kain. Lantas Rasulullah saw menangis, kemudian tersenyum, dan kemudian memalingkan wajahnya yang telah memerah. Maka ditanyakanlah, “Ya Rasulullah, tadi kami melihat engkau begini, begini, dan begini (menangis, tersenyum, lalu memalingkan wajah)?”. Beliau menjawab, “Aku menangis karena aku akan merindukan seorang Sa’ad As-Sulami (Julabib). Kemudian aku tersenyum karena ia sudah menggenapkan separuh agamanya (dengan menikah), hingga aku melihat ia telah berada di tepian telaga jernih yang tepiannya terbuat dari intan dan permata (surga). Lalu aku memalingkan wajah karena melihat bidadari berkumpul dan berlarian menghampiri Julabib, sedang gaunnya tersingkap hingga aku melihat betisnya. Aku malu melihatnya, karena bidadari itu hanya milik Julabib”.

Sang Pengantin Surga pun telah syahid. Kemudian Rasulullah saw mengumpulkan semua barang dan kendaraan milik Julabib untuk diserahkan kepada putri Amr bin Wahb, seraya berkata, “Katakanlah pada Amr bin Wahb, Sesungguhnya Allah telah menikahkan Sa’ad As-Sulami dengan wanita yang lebih baik dari putrimu (bidadari surga).”

BACA JUGA: Sosok Bidadari yang Didambakan oleh Anak-anak

Bidadari ‘Ainul Mardhiyyah

bestfard.wordpress.com
bestfard.wordpress.com

Suatu pagi hari di bulan Ramadhan, Baginda Nabi SAW sedang memberikan targhib (semangat untuk berjihad) kepada pasukan Islam. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya orang yang mati syahid karena Allah, maka Allah akan menganugerahkannya Ainul Mardhiah, bidadari paling cantik di surga”. Salah satu sahabat yang masih muda yang mendengar cerita itu menjadi penasaran. Namun, karena malu kepada Nabi dan sahabat-sahabat lain, sahabat ini tidak jadi mencari tahu lebih dalam mengenai Ainul Mardhiah.

Waktu Zhuhur pun tinggal sebentar lagi, sesuai sunah Rasul, para sahabat dipersilakan untuk tidur sejenak sebelum pergi berperang. Bersama kafilah perangnya pun sahabat yang satu ini tidur terlelap dan sampai bermimpi.

Di dalam mimpinya tersebut, dia berada di tempat yang sangat indah yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Dia pun bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Ia pun bertanya kepada wanita tersebut, “Di manakah ini?”, “Inilah surga.”, jawab wanita itu.
Kemudian sahabat ini bertanya lagi, “Apakah Anda adalah Ainul Mardhiah?”, “Bukan, saya bukan Ainul Mardhiah. Kalau Anda ingin bertemu dengan Ainul Mardhiah, dia sedang beristirahat di bawah pohon yang rindang itu.” jawabnya lagi.

Didapatinya oleh sahabat itu seorang wanita yang kecantikannya berkali-kali lipat dari wanita pertama yang ia lihat dan ia pun bertanya, “Apakah Anda Ainul Mardhiah?”, “Bukan saya ini penjaganya. Kalau Anda ingin bertemu dengannya, maka di sanalah singgasananya”.

Lalu sahabat ini pun pergi ke singgasana tersebut dan sampailah ke suatu mahligai. Didapatinya seorang wanita yang kecantikannya berlipat-lipat dari wanita sebelumnya yang sedang mengelap-ngelap perhiasan. Sahabat ini pun memberanikan diri untuk bertanya, “Apakah Anda Ainul Mardhiah?”, wanita itu pun menjaba, “Bukan, saya bukan Ainul Mardhiah. Saya penjaganya di mahligai ini. Jika Anda ingin menemuinya, temuilah ia di mahligai itu”.

Pemuda itu pun beranjak dan sampailah ke mahligai yang ditunjukkan. Didapatinya seorang wanita yang kecantikannya berlipat-lipat dari wanita sebelumnya dan sangat pemalu. Pemuda itu pun bertanya, “Apakah Anda Ainul Mardhiah?”, “Ya, benar saya Ainul Mardhiah” jawab wanita tersebut.

Pemuda itu pun berusaha mendekat, tetapi Ainul Mardhiah menghindar dan berkata, “Anda bukanlah seorang yang mati syahid.”

Seketika itu juga pemuda itu terbangun dari mimpinya. Dia pun menceritakan ceritanya ini kepada seorang sahabat kepercayaannya yang dimohonkan untuk merahasiakannya sampai ia mati syahid.
Komando jihad pun menggelora. Sahabat ini pun dengan semangatnya berjihad untuk dapat bertemu dengan Ainul Mardhiah, sehingga ia pun akhirnya mati syahid.

Di petang hari ketika buka puasa, sahabat kepercayaan ini menceritakan mimpi sahabat yang mati syahid ini kepada Nabi. Nabi pun membenarkan mimpi sahabat muda ini dan Nabi bersabda, “Sekarang ia bahagia bersama Ainul Mardhiah”.

————

Agungnya kisah bidadari Ainul Mardhiah ini pun menginspirasi tim nasyid UNIC untuk menciptakan lagu khusus dengan judul Ainul Mardhiah dengan lirik yang sangat menyentuh berikut ini.

Dirimu pembakar semangat perwira
Rela berkorban demi agama
Kau jadi taruhan berjuta pemuda
Yang bakal dinobat sebagai syuhada’
Itulah janji pencipta yang Esa

Engkaulah bidadari dalam syurga
Bersemayam di mahligai bahgia
Anggun gayamu wahai seorang puteri
Indahnya wajah bermandi seri
Menjadi cermin tamsilan kendiri
Untuk melakar satu wacana
Buatmu bernama wanita

Ainul Mardhiah
Kau seharum kuntuman di taman syurga
Menanti hadirnya seorang lelaki
Untuk menjadi bukti cinta sejati

Oh Tuhan
Bisakah dicari di dunia ini
Seorang wanita bak bidadari
Menghulurkan cinta setulus kasih
Di hati lelaki bernama kekasih