Ridwan Kamil sangat menyadari bahwa kritik itu akan selalu ada, apalagi sebagai figur dan pelayan publik. Seperti kata-katanya dalam status akun facebooknya.
Di dunia pelayanan publik, hidup itu dinamis. Random, tidak linier, penuh ketidakterdugaan. Dari pengalaman, ternyata tidak bisa setiap keputusan menyangkut publik mampu menyenangkan semua pihak. setuju dan tidak setuju hadir bersamaan. Selalu ada dua sisi dalam satu koin.
Selama 2 tahun dari warga menjadi walikota, saya menyadari hal ini. Sehingga motivasi bekerja haruslah dimulai pada sinkronnya akal sehat dan nurani. Jika niat, keyakinan dan upaya sudah sinkron, bekerja ya bekerja saja. Tidak berharap pujian atau takut kritikan. Karena realita hari ini di ranah pelayanan publik seringkali bekerja ter/diberitakan sering disebut pencitraan ingin mendapatkan pujian. Bekerja tidak kedengaran disebut “apa sih kerjanya” atau dianggap makan gaji buta.
Karenanya saya memilih untuk bekerja sambil mencoba berdialog semaksimal mungkin. Jika ada masukan selalu saya baca/dengarkan diam2 atau dibalas seperlunya. Saya tidak anti kritikan. Saya senang, karena kritikan yang benar adalah obat pahit untuk hidup lebih sehat. Kepada kritikan juga sering saya baca diam2 untuk menjadi masukan/perbaikan. tetapi jika dasar fakta kritikannya tidak tepat, sering saya luruskan dan saya sampaikan pandangan2 atau argumentasi kenapa lahirnya satu keputusan.