Ada jurang perbedaan yang cukup besar antara menerima sesuatu dengan mempercayainya. Dengan pengalaman yang cukup, seorang wanita memang bisa belajar menerima pujian, misalnya pujian “Kamu cantik.” Namun sangat sedikit yang mempercayainya.
Wanita biasanya akan percaya tentang hampir semua komentar negatif yang kamu ucapkan tentangnya. Namun berbeda dengan komentar positif, jarang wanita mempercayainya. Penyebabnya sulit kita ketahui.
Mungkin penyebabnya karena biasanya pria memuji wanita kalau ada “maunya.” Alasan lainnya bisa jadi karena standar cantik yang ada di majalah dan televisi. Apa pun alasannya, wanita sudah sangat terlatih melindungi dirinya dari pujian, terutama lewat tidak mempercayainya.
Pertanyaannya, mengapa wanita menyimpan komentar buruk seumur hidupnya? Sementara itu mengapa wanita mengabaikan komentar baik tentangnya? Mengapa wanita selalu ingat yang buruk namun lupa yang baik?
Mengapa wanita hanya percaya hal-hal negatif yang orang bicarakan tentangnya?
Mungkin penyebabnya adalah kegelisahan yang wanita alami. Wanita merasa butuh untuk terlihat sangat sempurna. Sementara itu, di lubuk hatinya dia sadar kalau dirinya tidak akan pernah bisa sempurna.
Itulah sebabnya saat dipuji, wanita menganggap, “Ah, itu mah bohong.” Ada berbagai lintasan pikiran yang muncul di kepalanya.
“Bagaimana bisa saya jadi cantik? Perutku berlemak. Pahaku gemuk. Hidungku pesek. Telingaku terlalu besar. Aku tidak bisa menjadi cantik, aku ini tidak sempurna.”
Di tengah budaya pop saat ini, tiap hari wanita melihat foto-foto model dan selebritis yang gambarnya sudah “dipermak.” Akhirnya wanita berusaha untuk ikut memenuhi standar yang sebenarnya tak mungkin.
Tiap hari wanita mendengar kalau model dan selebritis itulah yang cantik, yang sempurna. Sementara dirinya hanya kelas dua, versi kw yang tak sempurna.
Untuk mengubah mentalitas yang merusak ini, yang membuat wanita tidak bisa menerima pujian, kita perlu mencari tahu akar masalahnya. Sebenarnya, mengapa wanita tidak bisa percaya kalau dirinya cantik?
Kalau pria bisa berbohong tentang apa saja, mengapa wanita harus mempercayai pujian darinya?
Butuh waktu lama bagi seorang anak perempuan untuk menyadari kalau laki-laki bisa tidak sungguh-sungguh mengatakan sesuatu.
Setiap wanita akan memahami fakta bahwa banyak pujian yang pria katakan itu tidak benar. Atau lebih buruk lagi, pria mengatakannya pada semua wanita yang ia temui.
Begitu wanita menyadarinya, dia jadi sangat kecewa. Bagaikan anak-anak yang kehilangan kepolosannya, semua hal indah yang dulu mereka percayai kini menghitam. Semua pujian yang pria katakan jadi terasa kosong. Wanita jadi menganggap, saat seorang lelaki memuji, pasti ada udang di balik batu.
“Kalau wanita di sampingku itu cantik, bagaimana bisa aku juga cantik?”
Kecantikan wanita lain tidak akan menghilangkan kecantikan yang ada pada dirimu.
Kalimat di atas harus wanita ucapkan pada dirinya sendiri setiap pagi. Jika tidak, dia tidak akan menghargai kecantikannya sendiri, apalagi di tengah-tengah budaya yang mengagungkan riasan bedak dan gincu seperti sekarang ini.
Terkadang, jika seorang wanita melihat wanita cantik lain yang memiliki jenis kecantikan yang tidak dia miliki, dia langsung lupa akan kecantikannya sendiri dan jadi menginginkan kecantikan wanita yang ia lihat.
Semua yang ada pada dirinya jadi hilang. Dia jadi tidak menghargai dirinya sendiri dan menganggap dirinya wanita kelas dua.
Mengapa wanita melakukan hal ini? Mengapa wanita menganggap hanya karena wanita lain cantik lalu dirinya tidak bisa jadi cantik juga? Mengapa kecantikan wanita lain tidak bisa membuatnya teringat akan kecantikan yang ia miliki?
“Kalau saya punya kekurangan, bagaimana bisa saya jadi cantik?”
Sejak kapankah satu “kekurangan” merusak keseluruhan? Kapankah satu jari kaki yang terlihat gemuk membuat seluruh tubuh jadi jelek? Kapankah seorang wanita mulai terlalu menekankan pada titik lemahnya?
Padahal, sebagian besar “titik lemah” wanita itu tidak benar-benar lemah. Justru itulah yang membedakan dirinya dari yang lain. Itulah yang membuat dirinya unik di tengah-tengah perang kecantikan standar yang digaungkan media.
Cindy Crawford pernah bilang, “Bukankah ironi, hal yang membuatku merasa paling tidak nyaman ternyata menjadi ciri khasku?”
Aneh, bagaimana bisa seorang wanita menerima keunikan wanita lain dan “kekurangannya” sebagai ciri khas. Sementara itu saat melihat keunikannya sendiri, dia malah menganggap itulah yang membuatnya bertambah tidak sempurna.
“Kalau semua orang itu cantik, bukankah kata cantik itu jadi tidak ada artinya?”
Mungkin wanita sudah tidak memaknai kata itu lagi. Mungkin kita perlu mencari kata lain yang langka wanita dengar di kehidupannya sehari-hari. Mungkin kita perlu mengembalikan kata cantik itu agar tidak diobral ke siapa pun.
Banyak wanita tidak lagi percaya kata cantik karena mereka sering mendengar para pria mengucapkannya pada setiap wanita yang pria temui. Wanita jadi tidak percaya lagi bukan karena dia menganggap banyak wanita itu tidak cantik.
Hanya saja wanita berharap para pria hanya mengucapkan kata itu begitu sang pria mengerti dan benar-benar mengapresiasi kecantikannya.
Yang ada sekarang kata cantik itu bukan pujian, namun kata standar yang pria ucapkan saat ada maunya. Namun, wanita perlu menyadari bahwa walau kata cantik itu sering diucapkan, bukan berarti dirinya tidak cantik lagi.