Mengapa Wanita 3 Kali Lebih Cerewet daripada Laki-Laki?

WANITA CEREWET – Dalam buku The Female Brain, psikiater Louann Brizendine mengutarakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, wanita bicara lebih banyak dari laki-laki.  Rata-rata wanita berbicara 20 ribu kata per hari, sementara  laki-laki hanya 7 ribu kata.

Data tersebut menunjukkan common sense yang sudah banyak orang tahu (namun sayang pada saat yang bersamaan diabaikan juga): wanita 3 kali lebih cerewet daripada laki-laki.

Pertanyaannya, mengapa wanita lebih cerewet? Lalu apa yang bisa laki-laki lakukan untuk membuat istrinya lebih bahagia?

Desain otak wanita: corpus callosum yang lebih besar

Sudah populer anggapan bahwa memahami otak dengan mudah dapat dilakukan dengan membagi menjadi otak kiri dan otak kanan. Namun yang jarang dibahas adalah kedua sisi otak tersebut memiliki penghubung bernama corpus callosum. (Detail anatomi otak dapat dibaca di Semua yang perlu kamu ketahui tentang anatomi otak manusia)

Corpus callosum berfungsi seperti jembatan yang menghubungkan otak kanan dan otak kiri. Semakin besar ukuran corpus callosum, arus informasi antarbagian otak semakin besar. Pada wanita, ukuran corpus callosum umumnya 3 kali lebih besar daripada laki-laki.

Akibatnya, wanita mampu memproses lebih banyak hal dalam waktu bersamaan, alias multitasking.  Pada saat sedang mengetik di laptopnya, wanita bisa memikirkan anaknya yang perlu dijemput, klien yang perlu ia telepon, bahkan sampai cucian yang perlu ia angkat.

Berbeda halnya dengan laki-laki. Ukuran corpus callosum pria yang lebih kecil membuat gender ini lebih mudah fokus pada satu pekerjaan. Namun kekurangannya adalah pria menjadi lebih mudah mengabaikan banyak hal. Misalnya saat sedang menonton pertandingan sepak bola, pria cenderung mengabaikan perkataan istrinya.

Lalu apa hubungannya corpus callosum yang lebih besar dengan wanita yang lebih cerewet?

“Saat berbicara, wanita memikirkan tujuannya berpendapat,” kata psikolog Elly Risman. Karena hubungan antarbagian otak yang lebih baik, wanita cenderung berpikir lebih singkat sebelum berbicara dibandingkan pria.

Untuk mengungkapkan satu hal, pria akan memikirkan tujuannya terlebih dahulu. Sementara wanita berbicara sambil memikirkan tujuan pembicaraan pada saat yang bersamaan.

Itulah sebabnya dalam interaksi sosial, wanita berbicara lebih banyak daripada pria. Di dalam pikiran wanita, ada berbagai hal yang berseliweran. Berbicara akan sangat membantunya dalam merapikan isi pikirannya tersebut.

Alhasil dalam kebanyakan interaksi sosial, wanita menjadi 3 kali lebih cerewet daripada laki-laki. Bagi laki-laki, catatlah poin penting pertama ini: Berbicara adalah kebutuhan yang sangat penting bagi wanita.

Hormon yang menentukan kebahagiaan wanita: oksitosin

Selain butuh berbicara lebih banyak, wanita juga lebih butuh untuk merasa didengarkan. Di dalam tubuh kita terdapat hormon oksitosin. Hormon oksitosin berfungsi untuk membuat kita merasa bahagia.

Hormon oksitosin aktif saat kita terhubung dengan orang lain. Misalnya saat sedang mengobrol, berjabat tangan, atau dipeluk. Segala hal yang membuat kita merasa didengarkan dan bersentuhan secara nyaman dengan orang lain akan merangsang hormon oksitosin.

Semakin sedikit hormon oksitosin ini ada dalam tubuh wanita, ia akan semakin butuh untuk didengarkan. Jika wanita kekurangan oksitosin, ia akan banyak mengomel.

Dalam kehidupan rumah tangga, biasanya saat kekurangan oksitosin, wanita akan berujar pada suaminya, “Kamu itu tidak pernah (sebut berbagai hal positif yang jarang dilakukan suaminya, misal: mendengarkan aku, membereskan rumah).” Selain itu ia juga akan mengucapkan, “Kamu itu selalu (sebut saja berbagai hal negatif yang terkadang dilakukan suaminya, misal: tidur kalau lagi di rumah, main ke luar kalau libur kantor).

Pada momen-momen kurangnya oksitosin, wanita akan semakin butuh untuk merasa didengarkan. Kuncinya ada pada kata “merasa.” Seringkali pria menganggap sudah mendengarkan istrinya, tapi sang istri masih protes, “Dengarkan aku dong!”

Hal ini terjadi karena untuk mengisi oksitosin, wanita memerlukan perhatian penuh dari lawan bicaranya. Kalau wanita berbicara sementara pria mendengarkan sambil menonton TV atau sambil memegang gadget atau mengerjakan aktivitas lainnya, wanita tidak akan “merasa” didengarkan.

Dalam dunia wanita, mendengarkan harus disertai dengan kontak mata dan postur tubuh yang menunjukkan active listening. Bagi wanita, mendengarkan itu tidak bisa disambi. Kalau disambi,  wanita akan tersinggung karena merasa lawan bicaranya tidak peduli pada perasaannya.

Seberapa pentingnyakah merasa didengarkan bagi wanita? Merasa didengarkan itu menghasilkan kebahagiaan yang sama besarnya dengan orgasme. Brizendine menuliskan

“Terhubung melalui berbicara mengaktifkan pusat kesenangan dalam otak wanita. Berbagi rahasia yang berbau romantis lebih mengaktifkan pusat kesenangan itu lagi. Kita tidak membicarakan kesenangan yang sedikit.

“Kesenangan ini sangat besar. (Berbicara dan merasa didengarkan) menghasilkan oksitosin yang sangat banyak, bahkan menjadi rangsangan otak terbesar yang bisa kamu dapat di luar orgasme.”

Lalu pertanyaannya, mengapa kebanyakan pria tidak menyadari kebutuhan wanita untuk merasa didengarkan?

Pria juga memiliki dan membutuhkan oksitosin. Hanya saja pria juga memiliki banyak hormon testosteron. Hormon testosteron membuat pria merasa bahagia lewat berkompetisi atau mengejar satu target. Hormon ini membuat kebutuhan pria akan oksitosin tidak sebesar wanita.

Bagi pria, merasa didengarkan itu tidak begitu penting. Itulah sebabnya kita sering melihat 2 orang pria yang mengobrol sambil menonton TV di warung kopi. Pria menganggap ini sudah dapat disebut mendengarkan.

Perbedaan definisi tentang cara mendengarkan inilah yang membuat pria sering dianggap tidak sensitif oleh wanita. Oleh karena itu, inilah pelajaran kedua yang perlu pria catat: wanita butuh untuk merasa didengarkan, yakni dengan perhatian yang penuh, fokus, dan tidak terbagi.

Otak prefrontal cortex wanita lebih berkembang daripada pria

Prefrontal cortex (PFC) adalah otak yang berfungsi untuk berpikir, merencanakan, memutuskan sesuatu, mengontrol emosi dan tubuh, memahami diri sendiri, empati pada orang lain, dan juga moral. PFC pada wanita berkembang 1-2 tahun lebih cepat.

Secara umum dapat kita simpulkan kalau wanita itu lebih cerdas daripada pria. Oleh karena itu, saat curhat tentang satu masalah, biasanya wanita sudah tahu solusinya.

Hanya saja, wanita memiliki kebutuhan untuk merapikan isi kepalanya. Itulah sebabnya wanita cenderung tidak berbicara pada intinya. Tidak to the point.

Saat mendengarkan curhatan wanita, pria umumnya akan berusaha memberikan solusi untuk menyelesaikan masalahnya. Ini sangat alamiah, testosteron dalam tubuh pria bereaksi untuk mengatasi masalah.

Permasalahannya: jika wanita dipotong di tengah-tengah curhatannya, ia akan merasa tersinggung. Yang ia butuhkan hanyalah orang yang mau mendengarkan. Mengenai solusi, wanita sudah punya sendiri.

Oleh karena itu, pelajaran ketiga untuk pria: wanita lebih cerdas dari Anda, ia tidak butuh solusi, tugas Anda hanya mendengarkan.

Tentu saja ada pengecualian untuk hal ini, dalam beberapa kasus wanita memang butuh bantuan solusi. Hanya saja, kebutuhan emosional untuk didengarkan tetap wanita miliki. Dengarkan masalahnya, berikan solusi setelah wanita menceritakan semua uneg-unegnya.

Apa saja yang bisa kita jadikan kesimpulan?

  1. Berbicara adalah kebutuhan yang sangat penting bagi wanita.
  2. Wanita butuh untuk merasa didengarkan, yakni dengan perhatian yang penuh, fokus, dan tidak terbagi.
  3. Wanita lebih cerdas dari Anda, ia tidak butuh solusi, tugas Anda hanya mendengarkan.

Catatan tambahan

Wanita berbicara lebih banyak dalam konteks tertentu: yakni saat berbagi dan dalam banyak konteks sosial. Dalam kondisi yang mengharuskan seseorang untuk berbicara (misalnya dalam lingkungan akademis), pria berbicara sama banyaknya dengan wanita seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh James Pennebaker dari Universitas Texas berikut ini.