Gaydar, mungkin kamu sudah pernah mendengarnya? Gaydar alias gay radar adalah istilah dalam komunitas gay untuk mendeteksi apakah seseorang tertarik ke sesama jenis atau tidak.
Apakah gaydar itu benar-benar ada? Ternyata sudah ada penelitian-penelitian yang menggali tentang hal ini. Yuk kita simak bersama.
- Penelitian pertama tentang gaydar
Jurusan Psikologi University of Missoury termasuk yang pertama meneliti hal ini. Mereka meminta pria dan wanita baik yang homoseksual maupun heteroseksual untuk menilai orientasi seksual orang-orang dalam beberapa video.
Hasil studinya, Detection of Sexual Orientation by Heterosexuals and Homosexuals, yang diterbitkan di Journal of Homosexuality tahun 1987, menunjukkan bahwa gaydar itu hanyalah mitos.
Dalam penelitian tersebut, kemampuan mendeteksi gay lebih dimiliki oleh wanita daripada pria. Orientasi seksual pengamat tidaklah berpengaruh terhadap kemampuan mendeteksi. Jika merujuk ke penelitian tentang otak manusia, secara umum otak perempuan memang lebih mampu menilai gestur tubuh dan mimik wajah. Alhasil firasat wanita lebih bekerja untuk menilai hal-hal seperti ini.
- Penelitian gaydar menggunakan skala Kinsey
Dalam paper Accuracy of judgments of sexual orientation from thin slices of behavior yang diterbitkan tahun 1999, American Psychology Association (APA) meneliti kemampuan seseorang menilai orientasi seksual melalui potongan video tanpa suara.
Para peneliti menunjukkan potongan video 1 detik dan 10 detik serta foto lalu meminta partisipan, baik homoseksual maupun heteroseksual untuk menilai orientasi seksual tokoh dalam video hanya dari perilaku nonverbalnya. Hasilnya dinilai menggunakan skala Kinsey.
Hasilnya, orang gay dan lesbian lebih akurat dari heteroseksual dalam menilai foto dan video 1 detik. Namun dalam video 10 detik, gay dan lesbian tidak lebih baik dari heteroseksual.
- Penelitian yang menunjukkan bahwa gaydar berfungsi
Dalam jurnal berikutnya, Dissecting “Gaydar”: Accuracy and the Role of Masculinity-Femininity, peneliti dari departemen Psikologi Northwestern University menggunakan metode yang sama dengan penelitian nomor 2 di atas. Dari data yang mereka dapat, para peneliti menyimpulkan bahwa gaydar pada orang-orang homoseksual memang benar-benar bekerja.
Bahkan para peneliti ini mencari tahu lebih jauh. Mereka menunjukkan video-video rekaman masa kecil orang-orang. Hasilnya gaydar bisa bekerja juga untuk membedakan anak-anak yang kelak menjadi gay saat sudah dewasa. Para peneliti menyimpulkan: “Perbedaannya muncul sejak dini, dibawa ke masa dewasa, dan konsisten dengan laporan pribadi tiap orang. Ditambah lagi, orang-orang ini cenderung mengingat lebih banyak penolakan masa kecil.”
- Penelitian terbaru tentang gaydar
Pada Juli 2015 lalu, para peneliti dari Departemen Psikologi University of Wisconsin menerbitkan hasil penelitiannya berjudul Inferences About Sexual Orientation: The Roles of Stereotypes, Faces, and The Gaydar Myth. Para peneliti mencari tahu apakah gaydar itu memang benar-benar akurat atau hanya berdasarkan stereotip.
Peneliti membuat 5 jenis eksperimen yang berbeda untuk menguji hal ini. Mulai dari menebak 55 homoseksual dan 50 heteroseksual dari foto sampai meminta 233 mahasiswa untuk dibagi menjadi 3 kelompok:
- Kelompok pertama diberi tahu bahwa gaydar itu hanya stereotip
- Kelompok kedua diberi tahu bahwa gaydar itu memang benar ada
- Kelompok ketiga tidak diberi tahu apa-apa tentang gaydar
Hasilnya orang-orang dalam kelompok pertama cenderung lebih percaya dari grup kedua tentang gaydar. Para peneliti menyimpulkan, “gaydar menjadi melegitimasi mitos, membuat orang-orang boleh memberi stereotip terhadap orientasi dengan memberi istilah proses berupa gaydar.”
Penjelasan tentang fenomena gaydar di Indonesia
Hasil penelitian tentang gaydar ini belum mengarah pada satu kesimpulan. Sejauh ini lebih banyak hasil penelitian yang menunjukkan gaydar itu hanya mitos.
Sinyo Egie, pendiri komunitas Peduli Sahabat, yang sudah membantu ratusan klien same sex attraction untuk menjalani hidup heteroseksual memiliki hasil pengamatan yang sangat masuk akal mengenai gaydar.
Sinyo Egie mengutarakan bahwa setiap orang memiliki firasat untuk menebak ketertarikan orang lain padanya. Jika kita melihat seseorang lalu orang itu menatap kembali, kita akan memiliki firasat apakah orang itu tertarik juga pada kita. Setiap orang memiliki “radar” untuk menganalisis ketertarikan orang lain. “Radar ketertarikan” ini merupakan perangkat naluriah yang manusia miliki untuk membantu bersosialisasi dengan sesama.
Begitu pula dengan gaydar, saat seseorang dengan same sex attraction melihat seseorang, lalu orang itu melihat kembali. Orang tersebut bisa menilai kadar ketertarikan lawan pandangnya dan menebak orientasi seksual orang tersebut.
Jika kamu atau orang-orang di sekitar kamu tertarik dengan jenis kelamin yang sama, gaydar ini bisa jadi firasat yang dimiliki dengan membaca gestur tubuh dan mimik wajah orang lain. Namun orang yang tertarik dengan sesama jenis tidak harus menjadi gay (baca: Homoseksual Tidak Harus Menjadi Gay). Jika kamu ingin menjalani hidup straight¸ ada komunitas Peduli Sahabat yang siap membantumu menjalani hidup yang benar-benar kamu inginkan, bukan kalah oleh dorongan seksual dalam dirimu.