Sebagian dari kita terkadang masih mempercayai hal-hal yang dianggap sepeleh dan kurang logis yang bersifat mitos. Terlebih jika hal tersebut dimulai dengan beragam bentuk. Salah satunya adalah mitos tentang tubuh manusia.
Akan tetapi, mitos ini dibantah oleh seorang asisten professor pediatri Indiana University School, Rachel Vreeman pada halaman Yahoo Health. Beliau mengatakan bahwa hampir sekitar 90 sampai 95 persen mitos tentang tubuh manusia tidak terbukti benar.
Pada artikel ini, kami akan mencoba memisahkan antara fakta dari fiksi beberapa mitos tentang tubuh. Kemudian kami akan menelaah apa saja konsepsi yang ada pada tubuh kita.
Setelah itu barulah kita bisa ambil kesimpulan mana yang harus kita percaya dan mana yang tidak. Penasaran seperti apa? Ini liputannya.
Vaksin Penyebab Autis
Autisme merupakan salah satu bagian dari spektrum gangguan kembang anak yang ditandai dengan adanya gangguan komuniasi, interaksi sosial serta aktivitas dan minat yang terbatas bahkan berulang. Autisme dapat dideteksi pada bayi yang berusia 18 sampai 30 bulan.
Umumnya autisme sering terjadi pada laki-laki. Hingga saat ini belum diketahui penyebab autisme secara pasti. Namun para ahli menuturkan bahwa proses penyebab autisme tak lain dimulai saat sebelum kelahiran, tak ketinggalan faktor genetik juga turut berperan dalam hal ini.
Kehebohan tentang vaksinansi penyebab autisme terjadi pada tahun 1998. Saat itu Dr. Andrew Wakefield dkk. meneliti sebanyak 12 anak yang memiliki penurunan kemampuan dalam masa tumbuh kembangnya.
Kemudian orang tua dari anak-anak tersebut dikumpulkan untuk selanjutnya dimintai keterangan oleh Dr. Wakefield mengenai berlakunya pemberian vaksin kepada anak mereka. Hanya berdasarkan keterangan itulah Dr. Wakefield melaporkan adanya hubungan antara autisme dengan imunisasi.
Singkat cerita, laporan itupun semakin meluas ke berbagai negara. Hingga akhirnya pada tahun 2002, laporan dari Dr. Wakefield berhasil dipatahkan berkat adanya suatu penelitian 537.303 anak yang lahir di Denmark antara 1991-1998.
tidak ditemukan sama sekali tanda adanya gejala autisme pada anak-anak meskipun sebagian dari mereka telah divaksinasi.
Bulu Rambut Akan Tumbuh Lebih Tebal Setelah Dicukur
Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami hal tersebut, merasa bahwa mencukur rambut atau bulu seolah-seolah membuatnya tumbuh kembali menjadi lebih tebal bahkan lebat.
Mitos tersebut memang sudah menjadi sebuah kepercayaan umum bagi sebagian orang yang pernah mengalaminya. Akan tetapi, benarkah demikian adanya?
Ketika kamu bercukur, maka ujung bulu yang runcing tergantikan dengan ujung bulu yang tumpul. Kemudian ujung tumpul seolah-olah tampak lebih tebal. Padahal ini hanyalah ilusi mata saja, ujung rambut masih memiliki ukuran yang tetap dan tidak menebal.
Konsumsi Gula Berlebih Penyebab Anak Hiperaktif
Hal yang tak kalah heboh dari mitos tentang tubuh yakni konsumsi gula berlebih pada anak. Umumnya anak-anak labih menyukai makanan rasa manis seperti permen, gulali dan makanan ringan manis lainnya.
Lantas, bagaimana jika makanan mengandung gula tersebut akan membuat anak menjadi hiperaktif saat dikonsumsi secara berlebihan?
The American Dietec Association (ADA) menyatakan bahwa tidak ada bukti ilmiah satu pun yang menyebabkan anak menjadi hiperaktif karena konsumsi makanan manis yang berlebihan.
Daripada menyalahkan gula sebagai penyebab dari hiperaktifnya seorang anak, ada baiknya jika kita periksa lingkungan kita terlebih dahulu. Bisa saja lingkungan merupakan faktor yang menyebabkan anak menjadi overstimulasi dan hiperaktif.
Racun dalam Tubuh Keluar melalui Keringat
Keringat merupakan hal biasa yang kerapkali terjadi pada tubuh manusia. Sayangnya, sebagian orang ada yang tidak suka berkeringat. Bahkan mereka beranggapan bahwa keringat merupakan salah satu sebab dari merusak penampilan seseorang.
Padahal jika kita pahami, sebenarnya keringat adalah bagian dari cara alami tubuh untuk beradaptasi dengan suhu di lingkungan sekitarnya agar dapat bertahan hidup.
Sebuah mitos menyebutkan bahwa jika kita berkeringat, maka racun pada tubuh akan keluar secara otomatis melalui keringat. Namun hal ini dianggap salah karena sebenarnya yang keluar dari dalam tubuh kita adalah berat air, bukan racun.
Berenang Setelah Makan Menyebabkan Kram
Anak-anak saat ini mungkin sudah tidak asing lagi dengan larangan orang tua untuk tidak langsung berenang setelah makan. Para orangtua beranggapan bahwa jika langsung berenang setelah makan dapat menyebabkan kram pada kaki dan tangan sehingga berisiko tenggelam.
Akan tetapi, benarkah demikan kenyataannya?
Ahli diet Victorian Institute of Sport, Clare Wood menyatakan bahwa jika sistem pencernaan seusai makan biasanya akan menarik darah dari seluruh tubuh agar membatu proses pencernaan menjadi lancar sehingga darah pada otot berkurang.
Mungkin hal inilah yang menjadi awal kesimpulan kebanyakan orang tua bahwa jika berenang setelah makan dapat menyebabkan kram.
Akan tetapi Clare Wood membantah pernyataan tersebut. Hal ini dikarenakan tidak adanya riset yang membuktikan bahwa berenang setelah makan bisa membuat kram. Kemungkinan terjadi jika berenang sesusai makan justru hanyalah rasa tidak nyaman akibat perut terasa penuh.
Clare Wood menyimpulkan bahwa tidak ada masalah sama sekali bagi anak-anak jika mereka ingin berendam santai atau bermain percikan air di kolam renang setelah makan. Namun lain halnya jika kita melakukan aktivitas berat, seperti berenang mengelilingi kolam misalnya.
Clare Wood menyarankan untuk menunggu terlebih dahulu selama beberapa menit agar perut terasa lebih nyaman.