Situasi ini membuatku kecewa. Ini bukanlah hubungan pasangan jiwa yang selama ini kubayangkan. Perlu meminta seorang pria untuk menikahiku sangat jauh dari dongeng romantisme yang bisa seseorang dapat! “Mengapa Tuhan tidak memberiku pria yang akan tergila-gila padaku?” kutanya suarah hatiku.
“Karena Tuhan menganugerahimu dengan pria yang bijaksana sebagai gantinya,” dia jawab datar. “Pria bijaksana tidak membuat keputusan besar dalam hidup tanpa banyak berpikir sebelumnya. Dan wanita yang bijaksana tidak menyerah pada pria baik hanya karena ego wanita ini tidak disanjung-sanjung.”
“Tapi aku merasa sangat tidak berdaya,” protesku.
“Kamu memang tidak berdaya,” jawabnya. “dibutuhkan 2 orang untuk membuat hubungan berjalan. Jika Arnie tidak menginginkan pernikahan sebanyak yang kamu inginkan, tidak ada yang bisa kamu lakukan lagi kecuali menghormati keputusannya dan mencari pasangan yang baru. Kamu sudah melakukan apa yang kamu bisa. Sekarang bola ada di tangannya, dan kamu perlu menunggu dengan sabar, melihat apa yang akan dia putuskan.”
- Artikel ini merupakan bagian dari seri Soulmate, selengkapnya dapat dibaca di Soulmate: Perjalanan Mencari Kecocokan Pasangan Jiwa
- Baca juga artikel sebelumnya Cerita Soulmate #9: Memantapkan Hati untuk Menikah
Aku dan Arnie mendiskusikan tentang pernikahan berkali-kali selama beberapa bulan kemudian. Kelak aku baru tahu kalau dia mendiskusikannya juga dengan anak-anaknya, ibunya, dan juga teman-teman dekatnya.
Saat itu dia sudah bercerai selama 11 tahun. Walaupun Arnie agak berharap untuk menikah lagi, dia tidak ingin merasa tertekan untuk memutuskan. Aku tetap menjelaskan walau aku paham keinginannya agar hubungan ini tetap berjalan tanpa perlu menikah dekat-dekat ini, hubungan semacam itu tidak akan memenuhi kebutuhanku.
Kubilang kalau aku juga tidak begitu yakin kalau dialah orang yang tepat untukku. Tapi aku mau mengambil kesempatan menjalani bersamanya kaalau dia juga mau mengambil kesempatan untuk menjalaninya bersamaku.
Sekitar 3 bulan setelah diskusi tentang pernikahan kami dimulai, aku membicarakan masalah ini dengan Carmela. Dengan bijak dia menekankan kalau tidak ada orang bijak yang akan 100% yakin apakah dia sudah membuat keputusan yang tepat pada tahap ini. “Itulah gunanya pertunangan,” katanya.
Pertunangan memberi kesempatan pada pasangan untuk bergerak ke hubungan yang lebih berkomitmen secara perlahan. Mereka membuat keputusan untuk menikah, dan memberi tahu orang-orang terdekatnya kalau inilah arah hubungan yang sudah pasangan ini pilih.
Tapi mereka hanya membuat keputusan itu jika perasaan mereka tidak berubah selama waktu pertunangan. Jika perasaan keduanya berubah, salah satu atau keduanya bisa memutuskannya dengan lebih sedikit perasaan malu (Dalam Islam, ada proses yang lebih menjaga daripada pertunangan, yakni dengan proses ta’aruf – red).
Aku mengulang saran Carmela ini ke Arnie. Dia langsung meluhat kalau inilah jalan tengah yang dia harapkan. Pertunangan inilah cara bagi kita untuk melangkah ke komitmen yang lebih dalam tanpa perlu mencelupkan kepala kami terlalu dalam.
“Oke,” dia bilang. “Mari kita bertunangan. Kita bisa merencanakan menikah setahun ini jika semuanya berjalan dengan baik.” Inilah solusi dari dilema kami. Solusi ini tampak sangat simpel dan tepat yang membuat kami berdua sama-sama merasa lega. Kami pun pergi membeli cincin dengan bahagia. Lalu kami menikah satu tahun setelahnya sesuai rencana.
Sekarang aku dan Arnie sudah bersama selama 11 tahun dan menikah dengan bahagia selama 9 tahun. Hidup kami berdua mirip seperti yang Carmela jelaskan dulu.
Arnie, yang sekarang semi-pensiun, menangani beberapa klien yayasan kami. Namun biasanya ia bisa terlihat khusyuk dalam tumpukan buku. Walau memang sayangnya, ia lakukan di meja makan kami! Saat ini, Arnie menghabiskan 12-15 jam sehari bekerja memperbaiki teknik statistik yang digunakan dalam ilmu sosial.
Seperti yang Carmela isyaratkan, aku dan Arnie menghabiskan banyak malam tertawa genit bersama di kegelapan. Apa yang menarik bagi kami? Sulit dikatakan. Walau kami menghabiskan banyak waktu menertawakan betapa bodohnya kami berdua karena sudah ragu-ragu menikah.
Arnie bilang begitu dia menyelesaikan proyeknya ini, dia akan mulai serius meneliti cara untuk mengkloning diriku. Dia bilang, dengan cara itu ia bisa tetap berada di dekatku walau kloningannya harus pergi ke luar rumah.
Sekarang aku bisa melihat bagaimana aku dan Arnie saling rindu bahkan hanya setelah berpisah selama beberapa jam saja. Aku tidak percaya kalau aku pernah memikirkan untuk menikahi pria yang tidak berencana menikah pada saat aku menginginkannya!
Panduan untuk mengaktualisasi hubungan pasangan jiwa
- Jangan takut untuk meminta apa yang kamu inginkan
- Jangan menunggu sampai benar-benar yakin sebelum memutuskan untuk melangkah lebih lanjut dalam hubunganmu
- Fokus pada satu hubungan pada satu waktu. Beri pasanganmu setiap kesempatan untuk merespon seperti yang kamu dan juga dia harapkan
- Cari yang lain jika pasanganmu yang sekarang tidak menginginkan hubungan yang sama dengan yang kamu harapkan
Baca juga kelanjutan dari cerita ini di Cerita Soulmate #10: Persiapan untuk Menikah