Suku Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun yang lalu di pedalaman Papua, Indonesia dan berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon yang disebut Rumah Tinggi.
Beberapa rumah mereka bahkan bisa mencapai ketinggian sampai 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah salah satu suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka. Sampai tahun 1970, mereka tidak mengetahui keberadaan setiap orang selain kelompok mereka.
Bahasa mereka termasuk dalam keluarga Awyu-Dumut (Papua tenggara) dan merupakan bagian dari filum Trans-Nugini. Sebuah tata bahasa dan kamus telah diproduksi oleh ahli bahasa misionaris Belanda.
Tempat Tinggal
Mayoritas klan Korowai tinggal di rumah pohon di wilayah terisolasi mereka. Sejak tahun 1980 sebagian telah pindah ke desa-desa yang baru dibuka dari Yaniruma di tepi Sungai Becking (area Kombai-Korowai), Mu, dan Basman (daerah Korowai-Citak).
Pada tahun 1987, desa dibuka di Manggél, di Yafufla (1988), Mabül di tepi Sungai Eilanden (1989), dan Khaiflambolüp (1998). Tingkat absensi desa masih tinggi, karena relatif panjang jarak antara permukiman dan sumber daya makanan (sagu).
Adat Suku Korowai
Masyarakat Korowai sehari-hari hanya mengenakan pakaian dari dedaunan. Mereka dikenal sebagai pemburu ulung, dan memiliki berbagai bentuk senjata yang disesuaikan dengan buruannya. Untuk membunuh babi hutan, misalnya, mereka memiliki tombak khusus yang berbeda dari tombak untuk menebang sagu, atau bahkan untuk membunuh manusia.
Berdasarkan informasi dari Kembaren, pemandu wisata Raffaele saat itu, masyarakat Korowai sejauh ini masih memiliki kebiasaan memakan daging manusia. Namun ritual ini sudah jauh berkurang sejak mereka mulai mengenal dunia luar.
Masyarakat Korowai tidak mengonsumsi daging manusia secara sembarangan. Sebab, berdasarkan kepercayaan setempat, suku Korowai hanya membunuh manusia yang dianggap melanggar aturan terhadap kepercayaan mereka. Misalnya, jika seseorang diketahui sebagai tukang sihir atau disebut khuakhua. Warga yang dicurigai sebagai khuakhua akan diadili. Jika banyak bukti kuat yang memberatkannya, dia akan segera dibunuh dan dimakan.
Kembaren mengatakan, anggota tubuh khuakhua yang mati akan dibagi-bagikan kepada semua warga. Otaknya akan dimakan selagi hangat. Orang yang membunuh khuakhua berhak menyimpan tengkoraknya.
Jadi, bagi masyarakat Korowai, membunuh dan memakan daging manusia adalah bagian dari sistem peradilan pidana mereka. Setelah memakan habis tubuh khuakhua, mereka akan memukul-mukul dinding rumah tinggi mereka dengan kayu sambil bernyanyi semalaman.