Saat berjalan diatas trotoar, terkadang kita kita akan menemu segelintir pedagang kaki lima atau pedagang asongan yang sedang berusaha melariskan dagangannya. Seketika itu, kamu pun ingin membeli barang dagangan mereka dengan maksud hanya untuk memenuhi kebutuhanmu saja.
Akan tetapi, harga barang tersebut terlalu mahal untuk kamu beli. Kemudian, mulailah terjadi tawar menawar hingga akhirnya kamu pun tak jadi membeli karena harganya tak sesuai dengan apa yang ada di dalam dompetmu.
Belajar dari Kisah Pedagang Kelapa Muda
Lain halnya jika kamu belanja di minimarket, sudah menjadi hal biasa jika kamu hanya perlu mengambil barang kebutuhanmu lalu membelinya tanpa harus melalui proses tawar menawar.
Itulah pesan singkat yang disampaikan dalam sebuah video youtube berjudul “This Poor Coconut Seller was Insulted by a Rich Man.” Video bahasa India karya Varun Pruthi ini mendapatkan perhatian 500,000 penonton dari para netizen, bahkan sempat menjadi viral di Internet.
Dalam video tersebut diceritakan ada seorang penjual kelapa muda yang sedang menjajakan dagangannya di pinggir jalan. Tiba-tiba, seorang pria paruh baya turun dari mobil sedan lalu menuju ke lapak penjual tersebut.
Kemudian pria itu menunjuk dan menanyakan berapa harga jual kelapa muda kepada penjual. Sontak, pria paruh baya itu terkejut dengan harganya yang tak sebanding. Merasa tidak ingin dirugikan, kemudian pria tersebut menawar. Namun penjual menolaknya.
Justru pria tersebut malah mengolok-olok pedagang kelapa muda dengan sebutan perampok. Lalu pria itu pergi meninggalkan pedagang. Tak lama, pria tersebut kembali sambil membawa sebotol minuman ringan yang seharga dengan harga kelapa muda.
Penjual tersebut menanyakan kembali mengenai harga yang ditawar oleh pria itu. Terkejut, pria ini menjawab jika minuman bermerek tidak mungkin ditawar.
“Hanya karena minuman bermerek kamu tidak berani menawar, untuk pedagang asongan kamu menawar” tutur penjual kelapa muda.
Diskriminasi Pedagang Kecil Seringkali Terjadi di Indonesia
Walaupun video tersebut berlatar belakang di India, namun kondisinya masihlah sama dengan pedangan asongan di sekitar kita. Sudah menjadi hal lumrah jika kita berbelanja dengan harga fantastis di dalam area cafe, mall dan restoran.
Namun, tak sedikit dari kita merasa hal tersebut terlalu mahal dengan harga yang ditawarkan.
Lalu kita hanya bisa mengelak dengan jawaban, “Jelas, karena di tempat-tempat seperti itu pedagang harus membayar sewa tempat, karyawan beserta pajak yang wajib dibayarkan setahun sekali.”
Kemudian kita seolah-olah menutup mata dengan keadaan pedagang kecil di sekitar yang harus terbiasa bangun lebih pagi demi mempersiapkan barang dagangan. Selepas dari berjualan, mereka pulang larut malam supaya dagangan yang dibawa bisa laku tak tersisa.
Tak jarang pula jika pedagang asongan tersebut seringkali dihadapkan dengan aksi premanisme yang menuntut mereka untuk membayar upah “keamanan” kepada para pemalak. Hal ini mereka lakukan demi keselematan dirinya saat berjualan di pinggir jalan ataupun saat naik turun bus kota.
Mereka Bekerja Karena Tidak Ingin Menjadi Pengemis
Pedagang asongan tidak pernah meminta belas kasihan dari kalian, dan mereka pun juga tidak berharap untuk diberi sedekah. Mereka hanya ingin kita membeli barang jualannya secara ikhlas.
Seringkali kita menemukan pedagang semacam ini dalam keadaan sudah renta atau lanjut usia. Keterbatasan ekonomi tak pernah menghalangi mereka untuk berjuang mencari rezeki yang halal, tanpa harus berpangku tangan dengan mengharapkan bantuan orang lain.