Aborsi atau pembatalan kehamilan adalah pengeluaran janin dari rahim seorang wanita. Biasanya dilakukan baik dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu atau dengan mengosongkan rahim melalui proses penyedotan (suction).
Sebelum kita memperbincangkannya lebih jauh patut kita ketahui bahwa nilai kehidupan manusia itu sangat berharga. Allah berfirman dalam Qur’an:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (QS. al-Isra : 70)
Kehidupan manusia itu suci di manapun dia berada. Entah kehidupan itu ada di dalam rahim atau di luar rahim. Kesucian ini berlaku tidak hanya untuk kehidupan manusia, tetapi juga tubuh manusia. Oleh karena itu, menurut syari’at, tubuh fisik manusia yang telah mati sama sucinya ketika hidup. Ini juga salah satu alasan mengapa memakan daging manusia itu haram, hidup ataupun bangkai.
Hukum syariah tentang aborsi dibagi menjadi dua, yaitu aborsi ketika ruh memasuki janin. Kedua, aborsi ketika ruh belum memasuki janin.
Menurut syariat ruh memasuki janin pada hari ke-120 (4 bulan). Para fuqaha mengambil kesimpulan ini berdasarkan sebuah ayat al-Qur’an dan hadits Rasul. Dalam ayat ini Allah menyatakan tahapan perkembangan embrio dalam rahim. Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Lalu Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, kemudian segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Lalu Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (QS al-Mukminun, 12-14).
Sedangkan dalam hadis, Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan:
“Benih salah satu dari kalian masih di dalam rahim ibu selama empat puluh hari dalam bentuk Nutfah. Kemudian menjadi seperti gumpalan pada empat puluh hari kemudian, empat puluh hari lagi seperti segumpal daging “(saat pembentukan anggota badan dan pertumbuhan tulang-tulang mulai). (Sahih al-Bukhari & Sahih Muslim) .
Hanafi Faqeeh Ibn Abidin dalam bukunya Radd al-Muhtar mengatakan:
“Jiwa memasuki foutus di seratus dua puluh hari (4 bulan), sebagaimana ditetapkan oleh Hadis” (Radd al-Muhtar, 1/202).
Hukum Islam tentang aborsi setelah masuknya jiwa ke dalam janin yang (seperti yang dijelaskan) 120 hari, adalah bahwa, itu adalah benar-benar tidak diperbolehkan dan sama saja dengan pembunuhan, karena hal itu sama saja menghilangkan sebuah kehidupan. Semua ulama telah sepakat mengutuk tindakan mengerikan seperti itu.
Imam Ibnu Tamiiyah menyatakan dalam Fatawa-nya:
“Membatalkan janin telah dinyatakan melanggar hukum (Haram) dengan konsensus dari semua ulama Muslim. Hal ini mirip dengan mengubur bayi hidup-hidup sebagaimana dimaksud oleh Allah SWT dalam ayat Al-Qur’an: “Dan ketika bayi perempuan, dikubur hidup-hidup, akan diminta untuk dosa apakah dia dibunuh karena” (QS al-Takwir , 8) (Fatawa Ibnu Tamiyya, 4/217).
Ibnu Abidin (Allah merahmatinya) juga menyatakan larangan tindakan mengerikan ini dalam risalahnya ‘Radd al-Muhtar’: “Jika seorang wanita berniat untuk menggugurkan kehamilannya, maka Fuqaha mengatakan: ‘Jika periode jiwa yang tertiup ke janin telah berlalu, maka akan diizinkan” (Radd al-Muhtar, 5/276).
Beberapa Fuqaha dan ulama kontemporer telah memberikan dispensasi untuk membatalkan kehamilan setelah 120 hari, dalam situasi di mana kehidupan ibu berada dalam bahaya tertentu dan tak terhindarkan. Hal ini didasarkan pada prinsip fikih yang tercantum dalam kitab Ushul al-Fiqh: “Jika salah satu disusul oleh dua kejahatan, kita harus memilih yang lebih rendah dari dua” (al-Ashbah wa al-Naza’ir, P.98)
Berkaitan dengan aborsi sebelum masuknya jiwa ke dalam janin (120 hari), hukumnya adalah melanggar hukum (Haram) untuk membatalkan kehamilan.
Alasannya adalah bahwa, meskipun mungkin tidak ada kehidupan pada janin, janin dianggap bagian dari tubuh ibu selama di dalam rahim. Dengan demikian, janin serupa dengan organ-organ tubuh manusia yang merupakan kepercayaan yang diberikan oleh Sang Pencipta Yang Maha Kuasa, dan dia tidak akan memiliki hak untuk menggugurkannya.
Satu-satunya perbedaan di sini adalah bahwa dosa aborsi ini lebih rendah dibanding menggugurkannya setelah 120 hari. Ini tidak akan dianggap sebagai pembunuhan, tetapi dianggap sebagai melanggar hak-hak dari organ manusia yang dipercayakan kepada ibu oleh Allah SWT. Hal ini dinyatakan dalam Radd al-Muhtar: “Hal ini tidak diperbolehkan untuk membatalkan kehamilan sebelum dan sesudah masuknya jiwa ke dalam janin” (Radd al-Muhtar, 5/279).
Namun, dalam keadaan ekstrim tertentu, itu akan diizinkan untuk aborsi, sebelum masuknya jiwa (120 hari), seperti: ketika seorang wanita yang telah diperkosa, kehidupan atau kesehatan ibu dalam bahaya, atau kehamilan berulang sangat merusak kesehatannya, dan lain-lain. Imam al-Haskafi menulis dalam Durr al-Mukhtar: “Membatalkan kehamilan akan diperbolehkan karena alasan yang sah, asalkan jiwa belum masuk janin”.
Perlu dicatat di sini bahwa aborsi karena perzinahan adalah haram. Embrio dalam rahim ibu tetap suci dan mulia meskipun itu adalah hasil dari perzinahan (Hidaya, 2/292).
Kesimpulannya, aborsi setelah 120 hari benar-benar melanggar hukum dan sama saja dengan pembunuhan. Beberapa Fuqaha, bagaimanapun, telah memberikan dispensasi hanya dalam situasi di mana kehidupan ibu dalam bahaya tertentu. Sedangkan aborsi sebelum 120 tetap haram, hanya saja dosanya tidak sebesar dibandingkan ketika dilakukan setelah 120 hari, dan ini bisa menjadi diperbolehkan jika ada alasan asli dan valid.
Wallau ‘alam bis showab.
Pembahasan tentang hukum aborsi dalam Islam ini berdasarkan kesimpulan hukum yang disusun Muhammad ibn Adam al-Kauthari, UK